Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 6)



Keesokan paginya Kim Heechul berdiri di depan jendela dapur dan cemberut menatap langit mendung di luar. Ia memang sudah terbiasa dengan cuaca kota Paris yang tidak menentu, tetapi itu tidak berarti ia menyukainya. Ia menyesap Cappucinonya, lalu kembali memusatkan perhatian pada adonan panekuk di atas meja dan menghela napas. Ia suka memasak, dan ia meyakini kata-kata ibunya sejak ia masih kecil, bahwa sarapan adalah makanan paling penting dalam sehari. Sayang sekali kedua teman satu flatnya tidak meyakini hal yang sama. Baek Suzy hanya perlu secangkir kopi di pagi hari dan Kim So Eun terlalu sibuk untuk makan. Kalau tidak ada Kim Heechul disini, kedua gadis itu pasti sudah kering kerontang seperti tengkorak.

Ia mendongak ketika pintu kamar Kim So Eun terbuka dan Kim So Eun yang terbungkus jubah tidur muncul dengan wajah pucat dan lingkaran hitam di sekeliling matanya.

“Astaga, Kim So Eun, apa yang terjadi padamu? Kau terlihat seperti tidak tidur semalaman,”kata Kim Heechul.

“Tidak bisa tidur,” gumam Kim So Eun dengan suara serak sementara ia duduk disalah satu dari tiga kursi kayu di meja makan dan mengangkat kedua kaki ke atas kursi.

“Tunggu sebentar,” kata Kim Heechul cepat. “Akan kubuatkan Cappucino untukmu, lalu kau bisa menceritakannya padaku.”

“Cerita tentang apa?”

“Jangan pura-pura bodoh, Sayang,” kata Kim Heechul sambil meletakkan secangkir Cappucino yang mengepul di depan Kim So Eun, lalu duduk di hadapannya. “Aku sudah mengenalmu cukup lama untuk tahu bahwa kau sedang ada masalah. Sekarang kau boleh menceritakannya padaku sambil makan. Ini panekuknya dan ini madunya. Aku tahu kau suka makan panekuk dengan madu.”

Kim So Eun tersenyum kecil ketika Kim Heechul mendorong sepiring panekuk hangat kearahnya. “Kau terdengar seperti ibuku,” gumamnya pelan.

“Seseorang memang harus berperan sebagai ibu kalau ada kau dan Baek Suzy di sini,” omel Kim Heechul. Tetapi kemudian ia tersenyum ketika melihat Kim So Eun mulai melahap panekuknya. “Sekarang ceritakan padaku apa yang membuatmu tidak bisa tidur semalaman?”

“Di mana Baek Suzy? Belum bangun?”

“Dia sudah pergi pagi-pagi tadi,” sahut Kim Heechul. “Katanya ada audisi.”

Kim So Eun mengangguk-angguk.

“Sekarang ceritakan padaku sebelum kesabaranku habis,” desak Kim Heechul.

Kim So Eun meringis dan melahap panekuknya lagi. Kemudian ia ragu sejenak, sepertinya sedang memikirkan kata-kata yang tepat, lalu berkata dengan hati-hati, “Ada seorang laki-laki.”

Alis Kim Heechul terangkat heran. Selama ia mengenal Kim So Eun, ia belum pernah mendengar Kim So Eun membicarakan laki-laki mana pun. “Laki-laki? Siapa?”

“Rekan kerjaku,” lanjut Kim So Eun tanpa menatap Kim Heechul. “Lawan mainku untuk video musik ini. Dia...”

“Dia mengganggumu?” tebak Kim Heechul dengan alis berkerut.

Kim So Eun mengangkat wajah dan cepat-cepat menggeleng. “Tidak. Tidak, dia tidak... Maksudku tidak seperti itu.” Lalu ia mengalihkan tatapan ke luar jendela. “Dia tidak menggangguku.”

Ketika Kim So Eun masih diam, Kim Heechul menebak lagi. “Kalau begitu, dia merayumu?”

Kim So Eun kembali menunduk. “Tidak, dia tidak seperti itu,” gumamnya sambil menghela napas.

“Lalu apa?” Kim Heechul mengerang, terlalu penasaran untuk bersikap sabar.

Kim So Eun menggigit bibir sejenak, lalu mengangkat wajah menatap Kim Heechul dan berkata, “Tidak apa-apa. Sama sekali tidak apa-apa.” Ia mengangkat bahu. “Kau mungkin tidak tahu, tapi aku tidak pernah merasa nyaman bersama... laki-laki dan...”

“Aku tahu,” sela Kim Heechul. Ketika Kim So Eun menatapnya dengan bingung, ia menambahkan, “Baek Suzy juga tahu.”

“Kalian tahu?” Kim So Eun menatapnya dengan heran.

Kim Heechul memutar bola matanya. “Tentu saja kami tahu, Kim So Eun, walaupun kami tidak tahu apa alasannya. Sudah berapa tahun kita tinggal bersama? Selama itu kami belum pernah melihatmu bersama laki-laki mana pun. Jangankan pacar, kau bahkan juga tidak punya teman berjenis kelamin laki-laki. Kecuali aku, tentu saja, tapi itu kasus yang berbeda.”

Kim So Eun meletakkan garpu dan memeluk kedua kakinya.

“Kau mau membicarakan alasannya?” tanya Kim Heechul.

“Tidak,” jawab Kim So Eun cepat.

Kim Heechul mengembuskan napas pelan. “Baiklah. Kita bicarakan laki-laki ini saja. Apa masalahmu dengannya? Kau tadi bilang dia tidak mengganggumu.”

“Memang tidak.”

“Dia baik?”

Kim So Eun mengangkat bahu. “Ya... bisa dibilang begitu.”

“Dia tampan?”

“Apakah itu ada hubungannya?”

“Banyak! Nah, dia tampan atau tidak?”

Kim So Eun terdiam sejenak, lalu bergumam, “Lumayan.”

Kim Heechul bersandar kembali. “Baiklah. Jadi dia baik dan juga tampan. Sejauh ini aku tidak melihat ada masalah.”

Kim So Eun menarik napas panjang, menoleh ke luar jendela, lalu bergumam, “Dia... dia mengingatkanku pada hal-hal yang tidak pernah ingin kuingat lagi.”

Kim Heechul menatap Kim So Eun sejenak. “Maksudmu, dia mengingatkanmu pada seseorang di masa lalumu? Seseorang yang tidak menyenangkan?” tanyanya pelan.

Kim So Eun menoleh ke arah temannya dan tersenyum masam. “Aku lupa kau pintar membaca pikiran wanita,” gerutunya.

Kim Heechul tidak menghiraukan kata-katanya dan terus bertanya, “Tapi seseorang di masa lalu itu bukan dia, kan?”

“Bukan.”

“Lalu kenapa kau menyamakan orang itu dengan dia?”

“Aku tidak...”

“Tidak?” tanya Kim Heechul dengan alis terangkat. Lalu ia mendesah pelan dan mencondongkan tubuh ke depan dan menggenggam tangan Kim So Eun. “Dengar, Kim So Eun, aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu. Mungkin kau pernah terluka karena seorang laki-laki. Atau mungkin alasannya sama sekali berbeda. Entahlah. Hanya kau yang tahu. Tapi kau harus tahu bahwa tidak semua laki-laki itu sama. Rasanya tidak adil memusuhi semua laki-laki hanya karena kesalahan satu orang. Terutama apabila laki-laki itu sebaik yang kau katakan tadi.” Ia tersenyum. “Laki-laki yang normal, tampan, dan baik sulit didapatkan, kau tahu itu?”

Kim So Eun ikut tersenyum mendengarnya. “Aku tidak bermaksud menjalin hubungannya dengannya?”

“Aku tahu. Tapi tidak ada salahnya berteman, bukan?” kata Kim Heechul ringan.

“Kalau dia ternyata tidak sebaik yang kaukira, atau kalau dia macam-macam padamu, kau punya aku di sini. Kau tahu, Begini-begini aku bisa menendangnya sampai ke negara tetangga? Atau Baek Suzy bisa meminta salah seorang pengawal pribadi ayahnya menghabisinya di tempat.”

Seulas senyum mulai tersungging di sudut bibir Kim So Eun.

Kim Heechul ikut tersenyum. “Tapi kalau nantinya dia memang terbukti baik dan kalau kau memang tidak tertarik padanya, kau boleh melemparkannya kepadaku. Siapa tahu...?”

Kali ini Kim So Eun tertawa.

“Baguslah kau sudah tertawa. Sekarang habiskan panekukmu dan pergi mandi,” kata Kim Heechul puas. Lalu ia terdiam sejenak dan mengerjap. “Astaga, aku benar-benar terdengar seperti ibu-ibu.”

* * *

Kafe kecil khas Paris di Volcom Land itu terlihat ramai. Bukan oleh para tamu yang ingin menikmati secangkir Cappucino atau sandwich Salad, tapi oleh para staf produksi video musik yang saling mengobrol dan berseru dalam bahasa Korea. Sementara para stafnya sibuk mempersiapkan semuanya, Song Chang Ui duduk di luar kafe, menempati salah satu meja bundar bercat putih di trotoar, dengan secangkir kopi panas di hadapannya. Langit siang itu terlihat mendung, tetapi Song Chang Ui sama sekali tidak khawatir. Syuting hari ini seluruhnya akan dilakukan di dalam ruangan.

“Halo, Hyung.”

Song Chang Ui mengangkat wajah dari lembaran-lembaran kertas di pangkuannya dan langsung bertatapan dengan Kim Bum yang entah bagaimana sudah menempat isalah satu kursi besi di hadapannya.

“Oh, halo. Kau sudah makan siang? Kalau belum sebaiknya kau pergi makan dulu karena kami semua sudah makan tadi,” kataSong Chang Ui sambil kembali menunduk menatap kertas-kertasnya.

Kim Bum tidak menjawab, malah memandang berkeliling sejenak, lalu kembali menatap Song Chang Ui. “Hyung sudah melihat Kim So Eun?”

Song Chang Ui menggeleng. “Sepertinya dia belum datang. Mungkin sebentar lagi.”

“Hyung, apa pendapat Hyung tentang dia?” tanya Kim Bum tiba-tiba.

“Dia profesional,” sahut Song Chang Ui sambil kembali membalik-balikkan kertas di pangkuannya. “Punya wajah yang cocok untuk video musik ini.”

“Maksudku selain itu,” kata Kim Bum. “Apa yang Hyung ketahui tentang dia?”

Kali ini Song Chang Ui mengangkat wajah dan menatap Kim Bum dengan tatapan heran. “Apakah ada hal lain yang perlu kuketahui tentang dia selain kenyataan bahwa dia profesional, memiliki wajah yang cocok untuk video musik ini, juga sangat cocok berpasangan denganmu?” Song Chang Ui balas bertanya. “Bagaimanapun juga, Jung Yong Hwa sudah memutuskan sejak awal bahwa dia ingin kau membintangi video musik yang ini. Jadi kami hanya perlu mencari model wanita yang cocok denganmu.”

Kim Bum meringis. “Dengan kata lain, Hyung tidak tahu apa-apa tentang dia di luar urusan pekerjaan?”

“Apakah aku harus tahu?” tanya Song Chang Ui heran. Ia tidak pernah mengurusi urusan pribadi model-modelnya. Baginya, selama mereka melakukan semua yang diinginkannya di depan kamera, ia tidak peduli dengan apa pun yang mereka lakukan di belakang kamera.

Kim Bum menghembuskan napas, lalu berkata, “Sepertinya dia tidak suka padaku.”

“Benarkah?” tanya Song Chang Ui acuh tak acuh. “Apa yang sudah kau lakukanpadanya?”

“Aku tidak melakukan apa-apa.”

Song Chang Ui menyipitkan mata memandang melewati bahu Kim Bum. “Itu dia,” katanya. “Orang yang kau cari-cari sudah datang.”

Kim Bum segera berbalik dan melihat Kim So Eun sedang berjalan menghampiri Song Hye Gyo yang melambai-lambaikan tangan ke arahnya.

“Kau harus mengerahkan pesonamu, Kim Bum. Usahakan agar dia menyukaimu, paling tidak di depan kamera,” kata Song Chang Ui. “Hari ini kalian berdua akan tampil bersama di depan kamera dan aku tidak mau ada masalah.”

“Aku tahu,” Kim Bum mendesah. Lalu ia tersenyum masam, berdiri dan berjalan pergi. Saat itu Song Chang Ui baru melihat langkah kaki Kim Bum yang timpang.

“Hei, Kim Bum, apa yang terjadi dengan kakimu?” tanyanya.

Kim Bum mengibaskan sebelah tangan. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Song Chang Ui mengangkat bahu. Ia hanya berharap Kim Bum tidak akan terlihat timpang di depan kamera.

* * *

Kim So Eun sudah tahu Kim Bum berjalan menghampiri mereka bahkan sebelum Song Hye Gyo menyerukan nama laki-laki itu dengan nada cemas. Kim So Eun menoleh dan langsung bisa menebak apa yang membuat Song Hye Gyo terdengar cemas. Langkah Kim Bum terlihat timpang. Namun sebelum Song Hye Gyo sempat bertanya lebih jauh, seseorang berseru memanggilnya dan hal berikut yang disadari Kim So Eun adalah ia sudah ditinggal berdua dengan Kim Bum.

“Halo,” sapa Kim Bum sambil tersenyum cerah. “Aku harap kau mendapat waktu istirahat yang cukup semalam.”

“Ya,” gumam Kim So Eun singkat.

Tiba-tiba Kim Bum membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Kim So Eun.

Kim So Eun terlalu kaget untuk bergerak. Mata Kim Bum mengamati wajahnya, lalu laki-laki itu memiringkan kepala sedikit dan bergumam, “Tapi kau masih terlihat pucat pagi ini. Kurang tidur?”

Kim So Eun mengerjap dan cepat-cepat mundur selangkah. “A-ada apa dengan kakimu?” tanyanya agak tergagap karena ingin mengalihkan topik pembicaraan.

Kim Bum menunduk menatap kakinya, lalu tersenyum. “Seseorang menginjak kakiku semalam,” jawabnya ringan. “Kemarin tidak terasa sakit, tapi tiba-tiba pagi ini kakiku sudah bengkak. Aneh, bukan?”

Seseorang menginjak kakinya semalam? Kim So Eun mengangkat wajah dan menatap Kim Bum yang masih tersenyum. “Aku?” tanyanya ragu. Ia ingat ia memang menginjak kaki Kim Bum di tangga restoran kemarin malam.

“Jangan khawatir,” Kim Bum menenangkannya. “Tidak ada tulang yang patah. Dikompres sedikit saja pasti sembuh.”

Kim So Eun masih tidak yakin. Mungkin memang tidak ada tulang yang patah, tapi...

“Kau sudah ke dokter?” tanyanya.

Kim Bum mengangkat bahu. “Untuk apa ke dokter hanya gara-gara masalah kecil seperti ini?”

Alis Kim So Eun berkerut samar.

“Kalau kau masih merasa bersalah,” sela Kim Bum cepat, “kau bisa mentraktirku makan. Aku belum sempat makan siang dan aku ingin sekali makan Sandwich Ikan dan Kentang Goreng. Kau sudah makan siang?”

“Aku sudah sarapan,” kata Kim So Eun.

Kim Bum mendesah. “Sarapan dan makan siang itu berbeda. Kau tidak mau jatuh pingsan lagi, bukan?” Ketika Kim So Eun mendelik ke arahnya, senyumnya malah bertambah lebar dan ia menambahkan, “Ayo, ikut aku. Syutingnya baru akan dimulai dua jam lagi dan aku tahu tempat yang menjual Sandwich Ikan dan Kentang Goreng paling enak diseluruh penjuru Paris. Semoga saja mereka belum pindah.”

Kim So Eun membuka mulut ingin menolak, tetapi ia teringat pada pembicaraannya dengan Kim Heechul di meja dapur pagi tadi. Tidak ada salahnya berteman, bukan?

Dan Kim Bum sendiri juga mengatakan hal yang mirip seperti itu kemarin malam.

Kim So Eun menutup mulutnya kembali dan menatap Kim Bum yang sedang menyerukan sesuatu kepada Sutradara Song Chang Ui dalam bahasa Korea. Mungkin berkata bahwa mereka akan pergi makan siang. Kemudian ia kembali menoleh kepada Kim So Eun, masih dengan senyum cerah yang sama. “Kita pergi sekarang?” tanyanya.

Kim So Eun ragu sejenak, lalu ia pun mengangguk.

Ia akan mencobanya. Mencoba berteman dengan Kim Bum.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...