Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 4)



Kim So Eun tiba-tiba menyadari dirinya sangat lelah dan lapar ketika ia berjalan melewati pintu restoran kecil berdesain modern itu keesokan harinya. Aroma steik yang enak menerjang hidungnya, membuat kepalanya pusing sejenak. Ia praktis tidak tidur semalaman karena harus menyelesaikan artikel yang dijanjikannya kepada Park Shin Hye. Ketika akhirnya ia berhasil menyelesaikan artikel itu dan mengirimnya lewat e-mail kepada Park Shin Hye, ia hanya punya sisa waktu satu jam sebelum bersia-siap berangkat ke lokasi syuting lagi. Dihadapkan pada pilihan apakah ia harus tidur atau sarapan, Kim So Eun memilih tidur, walaupun tentu saja satu jam itu sama sekali tidak cukup.

Dan tadi pagi ketika Kim So Eun hendak keluar dari flat, Park Shin Hye meneleponnya dan meminta bertemu di saat makan siang. Ketika Kim So Eun berkata bahwa ia sudah mengirimkan artikelnya lewat e-mail, temannya itu tetap ingin bertemu. Katanya ada yang ingin dibicarakannya dengan Kim So Eun. Sesuatu yang berhubungan dengan perancang busana baru yang akan ditampilkan di edisi mendatang. Karena Park Shin Hye tidak suka ditolak, dan karena Kim So Eun juga tidak tega menolak, akhirnya ia menyerah.

Kim So Eun melirik jam tangan dan mengerang dalam hati. Perutnya yang menyedihkan terpaksa harus bertahan tanpa makanan siang ini. Ia harus cepat-cepat kembali ke lokasi syuting. Tadi Kim So Eun hanya sempat memberitahu Song Hye Gyo bahwa ia akan pergi sebentar sementara para kru makan siang. Ia tidak memberitahu Sutradara Song Chang Ui karena tadi pria itu terlihat sedang sibuk bicara dengan asisten sutradara.

Si asisten sutradara...

Kim So Eun menarik napas dan mengusap pelipisnya sejenak. Ia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya tentang Kim Bum. Mereka belum sempat berbicara hari itu karena keadaan di lokasi syuting sangat sibuk dan karena hari ini tidak ada adegan yang melibatkan dirinya, Kim Bum selalu berada di belakang kamera bersama Sutradara Song Chang Ui.

Tapi besok adalah hari terakhir syuting. Setelah itu Kim So Eun tidak akan melihat Kim Bum lagi. Lalu semuanya akan kembali seperti semula. Semuanya akan baik-baik saja. Harus baik-baik saja.

Lamunannya buyar ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Kim So Eun menoleh dan menatap salah satu meja kecil di tengah ruangan. Park Shin Hye melambai ke arahnya sambil tersenyum lebar.

Selain nama dan wajahnya, tidak ada kesan Asia lain dalam diri Park Shin Hye. Karena dilahirkan dan dibesarkan di Paris, cara berpikir, cara bicara, dan gayanya sangat mirip orang Eropa. Walaupun masih keturunan Jepang, ia praktis tidak bisa berbahasa Jepang. Kemampuan berbahasa Jepang-nya benar-benar payah sampai Kim So Eun selalu berbicara dengannya dalam bahasa Inggris.

“Maaf, aku agak terlambat. Sudah lama menunggu?” tanya Kim So Eun begitu ia duduk dan melirik piring salad yang sudah hampir habis di depan Park Shin Hye. Perutnya kembali berbunyi.

Park Shin Hye mengibaskan rambut ke belakang. “Aku bersedia menunggu lama asal kau datang ke sini. Aku benar-benar butuh bantuanmu,” katanya sambil tersenyum lebar. Walaupun ia kini adalah editor-in chief, jabatan yang dulunya dipegang oleh ibunya sebagai pemilik perusahaan, ia masih sering bergantung pada pendapat Kim So Eun tentang berbagai hal.

“Baiklah. Apa yang bisa kubantu?” tanya Kim So Eun langsung.

Park Shin Hye tersenyum dan mengeluarkan sebuah folder dari tasnya yang besar. “Ini adalah perancang-perancang baru dan berbakat yang menurutku cocok diperkenalkan di edisi mendatang. Tentu saja kita tidak bisa menampilkan semuanya, jadi aku ingin mendengar pendapatmu. Menurutmu siapa yang paling oke?” Ia membuka folder itu dan mendorongnya ke arah Kim So Eun. “Kita harus memutuskannya sekarang juga karena aku harus pergi selama seminggu atau bahkan lebih.”

“Memangnya kau mau pergi ke mana?” tanya Kim So Eun sambil terus membaca data yang disodorkan Park Shin Hye.

Park Shin Hye tersenyum masam. “Aku harus terbang ke Korea malam ini untuk menghadiri perayaan ulang tahun kakekku yang kedelapan puluh. Semua keluarga besar berkumpul untuk acara itu.” Ia mendesah panjang. “Asal kau tahu, aku tidak pernah suka acara keluarga seperti itu. Aku tidak dekat dengan kerabat-kerabatku, baik yang di Korea maupun yang di Jepang. Sama sekali tidak dekat. Bagaimana bisa dekat kalau aku tidak mengerti apa yang mereka katakan dan mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris? Membosankan. Tapi, tentu saja orangtuaku memaksaku hadir. Mereka tidak mau aku dianggap kurang ajar.”

Kali ini Kim So Eun menatap Park Shin Hye dengan alis terangkat heran. “Kau punya keluarga di Korea?” Kenapa akhir-akhir ini ia merasa seolah-olah melihat orang Korea di mana-mana?

“Tentu saja,” sahut Park Shin Hye sambil mendorong piring salad-nya yang isinya masih bersisa. “Ibuku keturunan Korea. Kau tidak tahu?”

Kim So Eun menggeleng. “Ternyata ibumu orang Korea?”

Sepertinya Park Shin Hye tidak mendengar. Keningnya berkerut samar, memikirkan waktu-waktu panjang dan membosankan yang akan dihabiskannya di Korea. Ia sudah mengajukan seribu satu alasan kepada ibunya untuk tidak ikut, tetapi ibunya bersikeras dan Park Shin Hye tidak punya pilihan lain yang tersisa selain menurut. Ia mendesah panjang dan menatap ke sekeliling restoran, lalu berkata, “Sepertinya aku butuh sedikit puding cokelat untuk mempersiapkan diriku menghadapi hari-hari suram yang menantiku. Kau mau memesan sesuatu?”

Kim So Eun melirik jam tangan dan menghembuskan napas panjang. “Aku kelaparan setengah mati, tapi tidak ada waktu untuk makan.” Kim So Eun menunjuk salah satu kertas di hadapannya. “Menurutku yang ini saja. Desain pakaiannya sangat unik, bukan? Aku suka warna-warna yang dipakainya. Bagaimana menurutmu?”

“Aku setuju saja denganmu,” sahut Park Shin Hye dan mengangguk-angguk. “Kau memang punya selera yang bagus, Kim So Eun. Apa jadinya aku tanpa dirimu?”

Kim So Eun tertawa singkat. “Aku yakin kau akan baik-baik saja,” katanya, lalu melirik jam tangan. “Kalau tidak ada lagi yang lain, aku harus pergi sekarang.”

Park Shin Hye menggeleng. “Tapi setelah aku kembali ke sini nanti aku ingin kau menemaniku pergi menemui perancang ini.”

“Baiklah,” kata Kim So Eun cepat sambil bangkit dari kursi dan meraih tasnya.

“Selamat bersenang-senang di Korea. Telepon aku kalau kau sudah kembali. Aku ingin tahu bagaimana kau berhasil melewati hari-hari suram yang kau sebut-sebut itu.”

Park Shin Hye tersenyum masam. “Itu juga kalau aku belum mati kebosanan di sana,” gerutunya. “Atau mati kesal karena harus menghadapi kerabat-kerabatku yang suka ikut campur dalam kehidupan pribadiku. Kau tahu, kudengar dari ibuku mereka sekarang berniat menjodohkanku, seolah-olah aku sudah melakukan dosa besar karena masih melajang di usiaku yang sekarang.”

Kim So Eun kembali melirik jam tangan. Ia harus segera kembali ke lokasi syuting.

“Itu tandanya mereka peduli padamu,” katanya cepat, lalu tertawa ketika melihat raut wajah Park Shin Hye. “Jangan muram begitu. Maksudku, siapa tahu kau suka calon yang mereka ajukan?”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...