Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Rabu, 24 Agustus 2011
Winter Love (Chapter 16)
Langit sudah gelap ketika Kim So Eun menaiki tangga dengan pelan sambil merogoh tas tangannya mencari kunci. Ia baru akan membuka pintu apartemennya ketika pintu apartemen seberang tiba-tiba terbuka dengan cepat. Kim So Eun terkesiap kaget dan berputar dengan cepat.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu,” kata Kim Bum yang baru keluar dari apartemennya dan berdiri di ambang pintu.
“Kim Bum?” gumam Kim So Eun lega dan heran. “Sedang apa kau di sini?”
Kim Bum tersenyum lebar. “Mulai hari ini aku kembali tinggal di sini,” katanya.
Alis Kim So Eun terangkat. “Benarkah?” Tidak ingin terlalu senang dan berharap, ia melirik ke belakang Kim Bum, dan bertanya dengan nada datar, “Park Shin Hye...?”
“Oh, Park Shin Hye sudah pulang ke apartemennya,” sahut Kim Bum singkat. Sampai sekarang ia masih terus memikirkan apa yang dikatakan Park Shin Hye padanya tadi siang dan sampai sekarang ia masih belum benar-benar yakin tentang semua itu.
“Jadi kenapa memutuskan untuk tinggal di sini?” Suara Kim So Eun menyentakkan Kim Bum kembali ke dunia nyata.
Kim Bum mengangkat bahu. “Kurasa ingatanku bisa lebih cepat kembali kalau aku tinggal di sini,” sahutnya ringan, “walaupun, tentu saja, aku membutuhkan bantuan kalian semua.”
Kim So Eun menatap Kim Bum dengan mata disipitkan. “Waktu itu kaubilang kau tidak ingin mengingat.”
“Aku tidak pernah berkata begitu,” bantah Kim Bum.
“Ya, kau sendiri yang bilang begitu.”
“Aku bilang tidak ingat juga tidak apa-apa. Itu tidak berarti aku tidak mau mengingat.”
“Sama saja,” balas Kim So Eun kesal.
Kim Bum tertegun sejenak. “Apakah kita selalu seperti ini?”
“Seperti ini bagaimana?” tanya Kim So Eun tidak mengerti.
“Berdebat.”
Seulas senyum samar tersungging di bibir Kim So Eun. “Ya.”
Melihat senyum itu, Kim Bum juga ikut tersenyum. “Hubungan kita... baik? Kita berteman dekat?”
Kim Bum melihat tetangganya tidak langsung menjawab.
Setelah ragu-ragu sesaat, Kim So Eun mengangguk lagi. “Ya.”
Memang tidak salah, pikir Kim Bum. Ia memang sudah menduga hubungannya dengan Kim So Eun cukup baik, karena ia selalu merasa nyaman berada di dekat gadis itu dan kata-katanya selalu mengalir dengan lancar seperti sekarang.
“Kau sudah makan malam, Kim Bum?” tanya Kim So Eun tiba-tiba sambil memutar kunci pintu apartemennya.
Kim Bum mengangkat wajah. “Belum,” sahutnya. “Aku baru mau pergi mencari makan. Aku tidak bisa memasak.”
Kim So Eun mendengus dan tertawa. “Aku tahu itu,” gumamnya.
“Kau sendiri sudah makan?” tanya Kim Bum.
Kim So Eun menggeleng.
“Jung Yong Hwa tidak mengajakmu makan malam?” Kim Bum heran karena kata-kata itu meluncur keluar begitu saja tanpa diproses otaknya terlebih dulu.
Kim So Eun menatapnya dengan alis terangkat.
“Lee Ki Kwang bilang kau pergi kencan dengan Jung Yong Hwa tadi,” jelas Kim Bum enggan, heran dengan perasaan tidak nyaman yang kembali timbul.
“Jung Yong Hwa harus kembali ke rumah sakit, jadi kami tidak sempat makan malam,” sahut Kim So Eun datar.
“Kalau begitu, ayo kita pergi makan. Aku yang traktir,” ajak Kim Bum, lagi-lagi tanpa berpikir, seakan-akan ia sudah sering mengucapkannya.
Kim So Eun menatap Kim Bum tanpa berkata apa-apa. Sesaat, ia merasa Kim Bum sudah kembali menjadi Kim Bum yang dulu. Tetapi adegan tadi siang terbesit dalam benaknya.
Park Shin Hye yang berkata ia membutuhkan Kim Bum. Kim Bum yang memeluknya dengan erat. Dada Kim So Eun kembali terasa nyeri.
“Kurasa aku punya ide yang lebih bagus,” kata Kim So Eun, berusaha bersikap biasa. Ia membuka pintu apartemennya dan mengisyaratkan supaya Kim Bum mengikutinya.
“Ayo, masuk. Aku ingin memasak malam ini.”
“Tidak apa-apa kalau aku masuk?”
Kim So Eun melepas sepatunya dan menoleh melewati bahunya ke arah Kim Bum yang berdiri dengan sikap ragu di ambang pintu apartemen Kim So Eun. “Tidak usah sungkan,” kata Kim So Eun ringan. “Selama ini kau tidak pernah segan-segan keluar-masuk apartemenku. Atau memintaku memasak untukmu.”
“Oh, ya?” Kim Bum mengikuti Kim So Eun masuk ke apartemen dan ke ruang duduk yang terlihat agak sempit karena terlalu banyak perabot, namun berkesan nyaman. “Aku sering memintamu memasak untukku?”
Kim So Eun tersenyum dan mengangkat bahu. “Kalau aku memasak, kau yang selalu mencuci piring. Kau juga sering mentratirku. Jadi aku sama sekali tidak keberatan.”
Kim Bum duduk di lantai sambil mengobrol dengan Kim So Eun yang sibuk di dapur kecilnya. Mendengar suara gadis itu, mengobrol dengannya sambil makan, membuat Kim Bum merasa... entahlah, tetapi apa pun itu, rasanya menyenangkan.
“Ngomong-ngomong,” gumam Kim So Eun sambil menunduk menatap nasi di depannya, “kenapa Park Shin Hye bisa datang ke Seoul? Bukankah dia akan segera menikah?”
“Kau tahu tentang Park Shin Hye?” tanya Kim Bum heran. Apakah ia sendiri yang bercerita tentang hubungannya dengan Park Shin Hye kepada Kim So Eun? Kenapa? Ia bukan orang yang gampang menceritakan isi hatinya kepada orang lain.
Kim So Eun mengangkat wajah dan menatap mata Kim Bum sejenak, lalu kembali menunduk. “Aku memang tidak tahu banyak,” akunya. “Yang kutahu kau dulu menyukainya, tapi dia akan menikah dengan orang lain.”
Kim Bum tertegun. Ternyata ia menceritakan semuanya kepada gadis tetangganya ini.
Kenapa ia melakukannya? Siapa Kim So Eun ini baginya?
“Jadi?” desak Kim So Eun pelan.
“Dia datang ke Seoul karena mengikuti pelatihan dari kantornya,” jelas Kim Bum.
Kalau ia sudah menceritakan tentang Park Shin Hye kepada Kim So Eun sebelum ini, maka tidak apa-apa kalau ia bercerita lebih banyak lagi. Lagi pula, ia memang ingin menceritakannya.
“Dan dia tidak jadi menikah.”
Kim So Eun mengangkat wajah dan menatap Kim Bum lurus-lurus. “Jadi?”
“Begitulah,” gumam Kim Bum sambil menunduk menatap makanannya, tidak sanggup membalas tatapan Kim So Eun.
“Kau... masih menyukainya, Kim Bum?”
Tentu saja, pikir Kim Bum dalam hati. Park Shin Hye adalah orang terpenting dalam hidupnya selama ini. Tentu saja ia masih menyukai Park Shin Hye. Tetapi kenapa kata-kata itu sulit sekali keluar?
“Sampai sekarang... masih menyukainya?”
Kim Bum menetapkan hati dan mengangkat wajah, menatap mata Kim So Eun. Ia menarik napas dan berkata, “Ya.”
Kim So Eun tidak pernah menyangka satu kata sederhana itu bisa terasa begitu menyakitkan, membuat hatinya mengerut. Selera makannya menguap begitu saja.
“Lalu...” Kim So Eun tidak menyelesaikan ucapannya.
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa,” sahut Kim So Eun sambil menggeleng-geleng. “Lupakan saja. Tidak penting.”
Lalu apa artinya kata-katamu di stasiun waktu itu? Kim So Eun ingin bertanya. Tetapi ia tidak ingin mempermalukan diri. Kalau dipikir-pikir sekarang, kata-kata Kim Bum di stasiun waktu itu terasa kabur, tidak nyata. Saat itu Kim So Eun sendiri hampir tidak mempercayai telinganya. Seperti mimpi. Ya, mungkin memang mimpi. Mungkin semua itu hanyalah hasil dari imajinasinya yang memang luar biasa hebat.
Kelihatannya kau juga dekat dengan Jung Yong Hwa,” komentar Kim Bum dengan nada ringan, membuyarkan lamunan Kim So Eun.
So Eun butuh beberapa detik untuk memahami ucapan Kim Bum. “Oh, dengan Jung Yong Hwa? Ya, begitulah.” Seakan baru teringat sesuatu, Kim So Eun menatap Kim Bum dengan kening berkerut dan bertanya, “Kenapa sebelum ini kau tidak pernah berkata padaku bahwa kau mengenal Jung Yong Hwa?”
“Oh, ya?”
“Aku yakin aku sering menyebut nama Jung Yong Hwa,” kata Kim So Eun lagi. “Dan Kau tidak pernah berkata apa-apa.”
Entahlah. Kim Bum sendiri tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, karena ia sama sekali tidak ingat apa pun. Merasa ia harus mengatakan sesuatu, ia pun membuka mulut, “Aku juga tidak tahu, tapi aku tahu Jung Yong Hwa menyukaimu.”
Begitu kata-kata itu keluar, Kim Bum langsung menyesalinya. Ia tidak bermaksud berkata seperti itu. Sungguh. Kata-kata itu terasa pahit di mulutnya. Tetapi ia memang tidak pernah memahami apa yang terjadi pada dirinya setiap kali ia berada di dekat Kim So Eun. Perasaan dan pikirannya kacau-balau.
Kim So Eun menatapnya dengan alis terangkat.
“Dia sering bercerita tentang dirimu. Tentu saja waktu itu aku masih belum tahu bahwa kau tetanggaku,” lanjut Kim Bum buru-buru, berusaha mengabaikan perasaannya yang aneh. “Dan kalian juga terlihat cocok sekali...”
Kim So Eun mengerjapkan mata dan menyela datar, “Apakah Kau bermaksud memintaku menerima perasaan Jung Yong Hwa?”
Sebenarnya Kim So Eun sangat menyadari perasaan Jung Yong Hwa kepadanya. Laki-laki itu memang belum mengungkapkannya secara langsung, tetapi sikapnya sudah cukup jelas. Seharusnya Kim So Eun merasa senang. Memang itu yang diinginkannya selama ini, bukan? Jung Yong Hwa adalah cinta pertamanya, laki-laki pertama yang membuat hatinya berbunga-bunga. Lalu kenapa kini Kim So Eun ragu?
Karena Kim Bum memasuki hidupnya. Karena Kim Bum memberitahunya sesuatu yang indah bisa dilihat pada saat gelap. Karena Kim Bum mengajaknya menonton pertunjukan balet pada malam Natal. Karena Kim Bum mengajarinya berdansa waltz di atas es. Karena entah sejak kapan ia merasa bergantung pada Kim Bum. Karena entah sejak kapan ia merasa bahagia setiap kali Kim Bum tersenyum kepadanya. Karena Kim Bum memintanya melupakan Jung Yong Hwa.
Tetapi sekarang Kim Bum duduk di hadapannya, menatapnya dengan tenang dan menyuruhnya menerima Jung Yong Hwa?
Kim Bum membalas tatapan Kim So Eun dengan resah. Gadis itu menatapnya dengan sorot mata tidak percaya. Nyaris sedih. Kenapa? Sorot mata itu membuat dada Kim Bum terasa berat. Ia juga tiba-tiba dicengkeram perasaan bersalah. Pertanyaan Kim So Eun tadi seakan bergema dalam keheningan di antara mereka. Apakah Kau memintaku menerima perasaan Jung Yong Hwa?
“Ya,” gumam Kim Bum serak, karena mulutnya mendadak kering. “Terimalah dia.”
* * *
Kim Bum merasa frustrasi. Ia menghempaskan diri ke sofa begitu kembali ke apartemennya. Ia benar-benar tidak bermaksud menyuruh Kim So Eun menerima Jung Yong Hwa atau semacamnya. Hanya saja, tidak ada alasan kenapa ia harus menentang mereka berdua.
Tidak ada alasan sama sekali. Jadi ia melakukan hal yang semestinya. Ia tahu benar Jung Yong Hwa memang menyukai Kim So Eun. Apa salahnya meminta gadis itu mempertimbangkan teman baiknya? Ia memang sudah melakukan hal yang benar. Benar... Tapi...
Ia memukul-mukul dadanya dengan kesal. Astaga, kenapa ia merasa sesak? Ia begitu resah sampai ingin meninju sesuatu untuk melampiaskan kekesalannya sendiri.
Berusaha menenangkan diri, ia menarik napas dalam-dalam, tetapi hal itu malah membuat hatinya terasa semakin sakit dan seolah-olah akan meledak.
Saat itulah ia tiba-tiba sadar dan menyumpah pelan.
Ia, Kim Bum, telah melakukan kesalahan besar.
* * *
Kim So Eun duduk termenung di depan TV yang saat itu menayangkan acara komedi, tetapi matanya menatap kosong. Sementara orang-orang di TV tertawa terbahak-bahak, Kim So Eun tetap diam mematung.
Aku tahu Jung Yong Hwa menyukaimu... dan kalian juga terlihat cocok sekali...
Entah sudah berapa kali kalimat itu terus bergema di dalam otaknya. Kim So Eun tidak bisa menghentikannya walaupun ia sudah berusaha keras.
Ya, terimalah dia...
Tiba-tiba sebutir air mata jatuh bergulir di pipinya. Kim So Eun tersentak dan cepat-cepat menghapus air mata itu dengan punggung tangan. Kenapa ia tiba-tiba menangis?
Namun ucapan Kim Bum yang terakhir itu memang sempat membuat Kim So Eun berhenti bernapas beberapa detik. Ia hanya bisa menatap Kim Bum tanpa berkedip, berharap ia salah dengar. Kim Bum tidak mungkin menyuruhnya menerima Jung Yong Hwa. Tetapi saat itu Kim Bum balas menatapnya dengan sungguh-sungguh, dan Kim So Eun sadar bahwa laki-laki itu tidak bercanda.
Kalau dipikir-pikir, apakah Kim Bum salah karena sudah berkata seperti itu? Benar, Kim Bum memang sangat dekat dengan Kim So Eun. Benar, ia memang sudah berkata bahwa ia menyukai Kim So Eun. Dan benar, ia sudah melakukan semua hal yang membuat Kim So Eun bahagia. Tetapi semua itu sebelum ia mengalami kecelakaan. Sebelum Kim Bum hilang ingatan.
Mungkin aku bisa membantu Kim Bum mengingat kembali? pikir Kim So Eun tiba-tiba.
Mungkin aku bisa menceritakan segalanya tentang diriku dan Kim Bum. Ia memang belum pernah bercerita kepada Kim Bum tentang hubungan mereka berdua karena ia merasa kikuk dan malu. Pasti akan terdengar aneh kalau seseorang yang tidak kaukenal berkata padamu bahwa kalian sudah berkencan dan kau pernah menyatakan perasaan suka pada orang itu. Kau pasti tidak akan percaya. Tidak ada orang yang akan percaya.
Namun kalau hal itu bisa membuat Kim Bum kembali memandangnya ke arahnya seperti dulu...
Tiba-tiba Kim So Eun tersadar. Ia sudah melupakan sesuatu yang penting di sini.
Park Shin Hye. Wanita itu adalah wanita yang disukai Kim Bum sejak dulu. Seandainya pun Kim Bum tidak mengalami kecelakaan, seandainya pun Kim Bum tidak hilang ingatan, apakah ia akan tetap bersama Kim So Eun kalau Park Shin Hye tiba-tiba kembali dalam hidupnya? Apakah ia akan tetap memandang Kim So Eun dan hanya Kim So Eun?
Tidak ada jaminan untuk itu, putus Kim So Eun dalam hati. Kim Bum bisa saja tetap berpaling ke arah Park Shin Hye. Bagaimanapun juga, wanita itu sudah begitu lama tersimpan di sudut hati Kim Bum.
Merasa kalah, Kim So Eun menghembuskan napas berat. Apa yang bisa dilakukannya sekarang? Kesadaran yang tiba-tiba menerjangnya membuat air matanya jatuh lagi dan ia buru-buru menghapusnya. Tetapi kali ini air matanya tidak mau berhenti. Kesadaran itu menggerogoti hatinya yang terasa begitu nyeri.
Kesadaran bahwa ia sudah terlambat. Kesadaran bahwa ia akan kehilangan Kim Bum.
Ia akan kehilangan Kim Bum bahkan sebelum sempat menyatakan perasaannya.
Astaga, kenapa ia terlambat menyadari bahwa ia menyukai Kim Bum?
Bersambung…
Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar