Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 15 Maret 2011

Love Story In Beautiful World (Chapter 1)


glitter-graphics.com

GERUMBULAN semak itu bergerak-gerak. Bunga-bunga putih dan merah di ujung ranting ikut bergoyang. Diterpa angin. Dua pasang kaki menjulur dari balik semak itu. Sepasang berbetis putih, jenjang, dan mungil. Sandalnya berwarna kuning. Sepasang yang lain dibalut celana jean biru. Bersandal jepit.

Aroma segar dedaunan ditambah lagi harum bunga, menandakan betapa nyamannya tempat itu. Angin membuat pucuk-pucuk cemara meliuk pelahan. Pohon-pohon flamboyan berbunga. Gedung Induk Shinhwa University tertegak sepi. Jalan menuju gedung bertingkat tiga itu dipanggang matahari. Tetapi, di pinggir jalan, sejuk. Matahari tak bisa menembus dedaunan yang melindungi tanah. Dari balik semak terdengar suara lelaki, "Aku mau pulang.”

Kaki lelaki itu ancang-ancang akan berdiri, tetapi kaki jenjang bersandal kuning menekan kaki lelaki itu.

“Nanti.”

Lelaki itu berusaha melepaskan kakinya dari tindihan. Semak-semak bergoyang. Di balik semak itu terjadi pergumulan.

"Apa-apaan ini, kau mau memperkosaku!" kata lelaki itu.

"Brengsek! Diamlah!" kata si perempuan. Lalu terdengar suara mulut yang terdekap, "Hmmm….. " Tetapi, 'hmmm' itu terputus, diganti suara lelaki dalam napas tersengal, "Cukup. Aku malas. Awas kakimu. Aku mau pergi."

"Ah, ssshhh... ."

"Tidak mau. Jangan tindih aku. Ke sana kau!"

"Aisshhh!"

"Hari ini tidak ada cinta," kata lelaki itu.

"Hari ini tidak ada cinta!" Perempuan itu mengejek.

Gerumbulan semak bergoyang lagi.

"Ah, jangan! Aku mau pulang," kata lelaki itu.

"Alaaa, sok kau."

"Sudah kubilang, hari ini tidak ada cinta. Kepalaku pusing memikirkan ujian, uang kuliah yang belum dibayar, pemilihan Dewan Mahasiswa, resolusi untuk dosen brengsek…."

"Kau yang brengsek! Sok jadi orang penting!"

"Aisshhh!"

"Aisshh!" ejek perempuan itu.

"Pokoknya aku mau pulang. Membaca di dekatmu, hilang konsentrasiku."

"Dasar!"

"Dasar apa?"

"Dasar lelaki! Dulu mengejar-ngejar, sekarang berlagak!"

"O, perempuan! Dulu jual mahal, sekarang menggerogoti waktuku yang berharga."

"Dulu kenapa kau tidak merasa digerogoti? Malah membuang waktu berhari-hari untuk mengejar-ngejarku!"

"Lain dulu lain Sekarang, sudahlah. Pokoknya, aku cinta padamu. Cinta itu pakai logika. Jangan sentimentil."

"Dasar lelaki!" kata perempuan itu.

"Ya, dasar. Sudah? Nah, geser kakimu. Aku mau berdiri."

"Kau datang tidak nanti malam?" Ada nada ancaman dalam suara perempuan itu.

“Aisshh, kenapa kau jadi memaksaku.”

"Mau datang atau tidak? Kalau tidak, jangan lagi injak rumahku."

“Aku tidak suka di-fait accomply (keadaan yang dihadapi, ketentuan yang harus diterima). Cinta tak boleh her-fait accomply. Seperti kawin Hansip saja (mau tidak mau harus menikah karena kepergok berduaan di kampung)."

"Mau datang atau tidak?"

Tak ada jawaban. Semak-semak tersibak. Kim Bum keluar dari gerumbulan semak itu. Dia mengibaskan rumput di celananya. Lalu bersiul meninggalkan tempat itu.

Semak tersibak lagi. Park Ji Yeon membersihkan rumput-rumput yang melekat di roknya yang mini. Dan, kemudian merapikan rambutnya.

"Brengsek!" katanya ke arah punggung Kim Bum yang kian menjauh.

Kim Bum tak bereaksi. Park Ji Yeon memungut batu kerikil, dan melemparkannya ke arah lelaki itu.

"Brengsek!" serunya. Lemparannya tak mengenai sasaran. Kim Bum cuma melengos sedikit, dan melangkah lebih bergegas.

Gadis itu mengawasi punggung lelaki itu. Dia melangkah mengikutinya. Tetapi, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Lalu dia kembali masuk ke gerumbul semak, mengambil buku-bukunya. Sembari berjalan, dia menggerundel berkepanjangan, "Dasar lelaki! Tak tahu diri! Dulu bukan main cumbuannya. Sekarang, berlagak alim. Dasar!"

Park Ji Yeon melompati parit, dan keluar dari areal rerumputan. Kini dia berjalan di City Hall Boulevard, jalan besar beraspal yang membelah kampus itu. Dia berjalan ke selatan, menjauhi Gedung Induk Shinhwa University. Berpunggungan dengan Kim Bum yang berjalan ke utara.

"Itu cuma gejala." Suara tak terdengar berputaran di kepala Park Ji Yeon. "Pasti dia memang sedang mencari-cari alasan untuk memutuskan hubungan. Pasti dia sudah bosan. Bajingan itu, pasti sedang mengejar-ngejar gadis lain. Tapi, siapa sasaran barunya? Baik, akan kuselidiki. Jangan dia kira aku akan pasrah saja. Jangan dia kira dia bisa seenaknya merayu, lalu meninggalkanku setelah bosan. Jangan dia kira wanita bisa diperlakukan sebiadab itu. Aku akan bertindak kalau betul dia mencintai gadis lain. Ah, si playboy itu!"

Di bawah matahari yang memijar merah, Park Ji Yeon mendekap buku-bukunya di dada, dia menekuri ujung sandalnya yang menendang-nendang kerikil. Sepuasnya matahari menciumi wajah gadis itu. Wajah yang lonjong, dengan mata yang redup, bulu mata yang lentik, hidung yang mungil tapi mancung, dan bibir yang mengulum lunak-basah.

Park Ji Yeon mengalihkan tatapannya dari kaki pindah ke buku-bukunya. Lalu ke dadanya. Dia menghela napas panjang. Mengeluh tanpa bisa didengar. Dia menatap dadanya yang terlalu membusung.

"Barangkali dia sekarang sedang mengejar-ngejar bom seks," katanya dalam hati. "Makanya mulai dingin. Kalau dia memang mencintaiku, tentunya dia akan senang bercumbu di semak-semak. Toh dia yang mengajak pertama kali ke semak itu. Dia yang menamakan tempat itu 'Semak Cinta'. Love grass. Semak Cinta. Hmmm, memang cintanya bersemak berangkali."

Gadis itu melewati RS. Kwanghee. Orang-orang yang akan bezuk menunggu jam dibukanya pintu. Di dekat pagar, seorang lelaki muda mengawasi Park Ji Yeon. Park Ji Yeon mendongkol melihat mata lapar lelaki itu.

"Brengsek!" kutuknya. "Pasti dia akan bezuk istrinya. Istrinya mungkin melahirkan. Tapi, masih sempat juga melotot melihat perempuan lain. Dasar lelaki!"

Park Ji Yeon tak jadi mencari taksi di tempat itu. Tatapan lelaki-lelaki di halaman rumah sakit itu membuatnya risi. Kakinya yang jenjang semakin telanjang rasanya. Park Ji Yeon melangkah terus menyelatani jalan. Tak mempedulikan dering-dering sepeda motor. Hatinya rusuh. Benci, gondok, marah, dan semua yang senada itu berbauran di dadanya.

"Aku telah tahu gejalanya. Telah kelihatan gejalanya. Dia semakin tak acuh. Membuat gara-gara agar aku marah. Tapi, akan kulihat. Sampai berapa lama dia mati membuat intimidasi begitu. Aku akan bersabar. Pokoknya aku akan menjaga diriku sebagai perempuan setia, bukan yang gampang memutus cinta."

Park Ji Yeon terkaget lantaran ada suara klakson sepeda motor di sampingnya. Dan, gadis itu menyumpahi pabrik yang telah memproduksi motor-motor yang merusuhi ketentraman itu.

"Kalaupun putus, biarlah teman-teman tahu bahwa yang berkhianat dia, bukan aku. Aku akan menjaga nama baikku. Orang akan bersimpati pada nasibku. Korban kesekian playboy itu."

"Park Ji Yeon! Bye!"

Pembicaraan dengan dirinya terputus. Park Ji Yeon terpaksa membalas lambaian gadis yang dibonceng lelaki bermotor. Dia berusaha menimpali senyum, tetapi terasa sempit. Tapi, tak apalah. Teman tadi telah lewat.

"Introspeksi. Ya, introspeksi. Aku telah mengintrospeksi diriku. Apa salahku? Aku berusaha menyenangkan hatinya. Dulu dia setengah mati berusaha menciumku. Sekarang, tak perlu setengah mati. Inisiatif datang dariku. Toh aku bukan pemalu lagi sekarang. Aku telah berinisiatif sebab wanita pun harus menunjukkan dirinya sejajar dengan lelaki. Apa salahnya aku agresif? Ya, aku harus agresif. Sebab, usiaku memaksa aku harus secepatnya mengikat dia. Enam bulan berhubungan, enam bulan pacaran. Aku harus berhasil mengikat dia. Dia tak boleh lepas. Tapi, Bajingan itu nampak-nampaknya berusaha melepaskan diri."

Park Ji Yeon memanggil taksi.

Bersambung…

1 komentar:

  1. jdi jiyeon pacaran ma kimbum..
    mmm...kim so eun blum muncul..

    lanjut ah..

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...