Glitter Graphics
MySpace Layouts
“Capek, Go Ah Ra?” Ayah duduk disampingku sambil memerhatikan Ibu yang sedang sibuk merekam dengan handycam-nya.
“Iya!”
“Tapi seru ‘kan?” Ayah mengusap kepalaku. “Bagaimana? Kau belum memberi komentar tentang negara ini! Biasanya, setiap kita traveling kau selalu bawel. Sekarang…..kenapa jadi pendiam seperti ini? Ingat Yunho, ya? ” goda Ayah.
“Ayah….!” Aku mencibir sebal. “Siapa yang sedang memikirkan Yunho?” Aku berbohong. Padahal ucapan ayah tadi benar 100 %. Bayang-bayang Yunho memang mengikuti-ku terus sejak hari pertama aku tiba di Beijing. Entah kenapa, acara liburan panjangku bersama ayah dan ibu kali ini terasa hambar. Padahal, jauh-jauh hari sebelum berangkat aku begitu antusias. Tidak sabar, ingin menyaksikan keindahan alam Negeri Tirai Bambu ini.
“Baiklah, aku akan memberikan komentar. “ sergahku cepat sebelum ayah membuka mulutnya lagi. “Aku suka negeri ini, ayah. Terutama Great Wall-nya. Fantastik! Bagaimana bisa mereka membuat tembok sepanjang itu, ya? Aku juga suka melihat ketangkasan para pemain akrobat China. Hebatt! Pasti berat sekali latihannya, ya? Tapi, aku benci toilet-nya! Jorok dan bau. Dari jauh sudah tercium aromanya. Tidak pernah disiram dan dibersihkan sepertinya. Dan, penduduk di sini suka membuang ludah sembarangan. Itu Kan menjijikkan! Apa mereka tidak diajari bagaimana caranya menjaga kebersihan?”
Ayah tertawa. Dibelainya rambutku dengan sayang.
“Negeri ini memang luar biasa, Go Ah Ra.” Puji ayah. “tapi, ada kekurangannya. Salah satunya yaaa… itu tadi. Aroma toilet-nya membuat kepala pusing dan membuatnya… TIDAK SEMPURNA,“ lanjut ayah penuh arti. “Sama seperti kita. Ayah, ibu, kau dan…. Yunho. Tidak ada yang sempurna. Masing-masing punya kelebihan, juga kekurangan. Hanya Tuhan yang sempurna.”
Yunho lagi! Ayah ini, kenapa menyebut nama itu terus? Dari Toilet yang bau, kok nyerempet ke Yunho? Umm…. aku memang dekat dengan ayah dan sering sekali curhat termasuk tentang Yunho. Tidak heran, kalau ayah bisa merasakan kegalauan hatiku.
“Ayah….aku mohon….jangan sebut nama Yunho lagi!” Aku memohon.
“Go Ah Ra,” Ayah menghela nafas. Kedua tangannya menangkup wajahku. Matanya menatapku lembut. “Ayah cuma mau bilang. Yunho itu anak baik. Jangan tutup hatimu hanya karena retakan kecil tak berarti. Sebab, cinta sejati bisa menerima ketidaksempurnaan. Kau mengerti maksud ayah, ‘kan?”
Aku mendesah sebelum mengangguk pelan.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar