Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 14 Maret 2011

Adventure Of The River (Chapter 1)


Chapter 1
4 Remaja Yang Merasa Sengsara


"Kasihan!" Suara pelan dan sedih itu berkeluh-kesah di balik pintu kamar tidur.

"Kasihan Taecyeon! Bersihkan hidungmu, Taecyeon yang malang!"

Terdengar bunyi seperti orang menyedot-nyedot ingus, disusul suara batuk-batuk. Setelah itu sepi. Seakan-akan yang berada di balik pintu itu memasang telinga, menunggu kalau-kalau ada jawaban dari dalam.

Seulong menegakkan tubuhnya di tempat tidur, lalu memandang Taecyeon yang berbaring di seberang.

"Bagaimana, Taecyeon—kau rasanya akan bisa tahan atau tidak, jika Whiteberry diizinkan masuk? Dia kedengarannya begitu sedih!"

Taecyeon mengangguk.

"Baiklah," katanya. "Asal ia nanti tidak menjerit, atau terlalu berisik. Kepalaku sekarang sudah tidak begitu pusing lagi. Untung saja!"

Seulong turun dari tempat tidurnya, lalu menghampiri pintu dengan langkah gontai, la dan Taecyeon, begitu pula kedua adik mereka, saat itu mulai sembuh dari serangan influensa yang cukup berat.

Mereka masih merasa agak lemas. Taecyeon yang paling parah sakitnya. Selama itu ia tidak tahan jika Whiteberry ada di kamar tidur. Burung iseng itu menirukan bunyi batuk dan bersin mereka.

Walaupun Taecyeon sebenarnya penyayang binatang—termasuk burung—tapi kalau sudah begitu ia rasanya ingin sekali melempari Whiteberry dengan sandal, buku, atau apa saja. Padahal burung kakaktua itu sama sekali tidak merasa bersalah. Terang saja ia bingung, apa sebabnya Taecyeon marah-marah padanya.

Whiteberry masuk beringsut-ingsut, ketika pintu sudah dibukakan oleh Seulong. Jambul burung itu rebah kebelakang.

"Kasihan," kata Seulong. Whiteberry langsung terbang ke bahu tuannya. "Baru sekarang ini kau mengalami tidak diperbolehkan masuk, ya? Itulah, jangan suka berisik! Tidak ada yang suka mendengar segala bunyi-bunyimu, jika kepala sedang pusing sekali, Whiteberry. Taecyeon benar-benar tidak tahan lagi, ketika kau menirukan bunyi pesawat terbang yang mengalami kerusakan mesin!"

"Aduh, jangan kauingatkan itu!" kata Taecyeon, la menggeleng-gelengkan kepala, sambil mendesah seperti kepedasan. "Rasanya aku tak mampu lagi tertawa mendengar bunyi-bunyi yang ditirukan Whiteberry." la batuk, lalu mencari-cari tissue di atas buffet.

Whiteberry ikut batuk. Tapi pelan-pelan sekali. Seulong tersenyum.

"Sudahlah, Whiteberry," katanya. "Kau tidak terserang flu, jadi tidak ada gunanya berpura-pura."

"Flu, flu." kata Whiteberry dengan segera, lalu terkekeh-kekeh. Tapi tertawanya itu juga tidak keras-keras.

"Jangan, Whitebrry! Saat ini kami rasanya belum mampu tertawa mendengar kata-kata konyolmu,"

kata Seulong sambil naik lagi ke tempat tidur. "Tidak bisakah kau berkelakuan sopan seperti layaknya jika menjenguk orang sakit? Bicara dengan suara tenang, sambil mengangguk-angguk dengan sikap kasihan? Pokoknya sikap yang begitulah!"

"Taecyeon yang malang," kata Whiteber. la merapatkan diri ke leher Seulong, lalu mendesah. Embusan napasnya panjang sekali.

"Jangan ke leherku Whiteberry!" kata Seulong. "Kau merasa kasihan pada dirimu sendiri rupanya, ya? Sudah, jangan sedih. Kami hari ini merasa sudah lebih enak, dan tidak demam lagi. Tidak lama lagi pasti sembuh kembali. Son Ye Jin Nunna tentu akan senang, karena selama ini repot sekali mengurus empat orang sakit yang menderita."

Saat itu pintu terbuka lambat-lambat. Son Ye Jin menjenguk ke dalam.

"Ah—kalian berdua sudah bangun," katanya. "Bagaimana rasanya? Ada yang mau minum air jeruk lagi?"

"Tidak, Nunna, terima kasih," kata Seulong. "Nunna mau tahu, aku ini tiba-tiba saja ingin apa? Aku ingin makan telur rebus dengan roti yang diolesi mentega! Tahu-tahu saja keinginan itu datang. Tidak ada yang lebih kuingini saat ini, kecuali makan itu!"

Son Ye Jin tertawa.

"Kalau begitu kau benar-benar sudah sembuh, Seulong! Kau juga ingin telur rebus, Taecyeon?"

"Tidak, terima kasih, Nunna," kata Taecyeon. "Aku tidak ingin apa-apa."

"Anak malang, Anak yang malang," kata Whiteberry. la mengangkat kepala, lalu memandang Taecyeon.

Burung konyol itu terkekeh.

"Tutup mulutmu!" kata Taecyeon. "Aku sekarang belum tahan jika ditertawakan, Whiteberry. Kau akan dikeluarkan lagi dari sini, jika terlalu banyak mengoceh."

"Diam, Whiteberry!" kata seulong. sambil menepuk paruh burung kakaktua itu. Whiteberry langsung merunduk, sambil merapatkan diri ke leher tuannya, la tidak keberatan disuruh diam, asal boleh menemani Seulong yang disayanginya.

"Bagaimana keadaan Nichkhun dan Changmin?" tanya Seulong.

"Sudah jauh lebih baik," kata Son Ye Jin. "Lebih baik daripada kalian berdua! Mereka sudah bisa main kartu. Mereka ingin tahu, apakah nanti malam mereka sudah bisa datang untuk mengobrol dengan kalian di sini."

"Kalau aku, mau sekali," kata Seulong dengan gembira. "Tapi kau mungkin tidak ya, Taecyeon?"

"Kita lihat saja nanti!" kata Taecyeon dengan masam. "Saat ini rasanya aku masih gampang marah. Apa boleh buat!"

"Biasanya memang begitu, Taecyeon," kata Son Ye Jin (kakak perempuan Taecyeon dan Nichkhun). "Tapi kau sudah mulai sembuh—jadi kurasa besok kau sudah seperti biasa lagi!"

Ternyata Son Ye Jin benar. Esok malamnya Taecyeon sudah merasa segar sekali. Whiteberry merasa puas, la bahkan diizinkan meniru bunyi kereta cepat yang meluncur di dalam terowongan. Mendengar bunyi itu, Son Ye Jin bergegas-gegas datang.

"Aduh, janganl" katanya. "Jangan kautirukan bunyi itu di dalam rumah, Whiteberry! Aku tidak tahan!"

Nichkhun memandang kakak perempuannya, lalu memegang tangannya.

"Nunna, kau pasti repot sekali mengurus kami berempat selama ini. Untung kau tidak ikut terserang flu. Tapi kau kelihatannya pucat sekali. Jangan-jangan sekarang kau yang sakit!"

"Ah, tidak," kata Son Ye Jin. "Aku cuma agak capek, karena bolak-balik naik turun tangga mengurus kalian berempat. Tapi sebentar lagi kalian sudah boleh ke luar lagi—dan kembali bersekolah!"

"Kata-kata itu disambut erangan empat anak — dan disusul suara kelima. Whiteberry merasa asyik mendengar bunyi serempak itu; lalu menirukan-nya. Erangannya yang terdengar paling keras!

“Ah sekolah sekali!" kata Seulong dengan sebal. "Kenapa Nunna mengingatkan kami pada sekolah, Nunna? Tidak enak rasanya mulai bersekolah di tengah-tengah semester yang sudah berjalan. Rasanya hampir seperti murid baru, karena teman-teman yang lain semuanya sudah sempat membiasakan diri kembali."

"Aduh, kalian ini rupanya merasa kasihan pada diri sendiri, ya?" kata Son Ye Jin sambil tertawa geli. "Teruskan saja permainan kalian— tapi jangan kalian biarkan Whiteberry menirukan suara pesawat terbang, kereta api, mobil, atau mesin pemotong rumput."

"Baik, Nunna," kata Seulong, lalu berbicara dengan sikap galak pada Whiteberry. "Kaudengar itu tadi, Whiteberry? Bersikaplah yang sopan—sebisa-bisamu!"

"Nunna kelihatannya memang agak pucat, ya?" kata Taecyeon, ketika Son Ye Jin sudah pergi, la membagi-bagikan kartu. "Mudah-mudahan Lee Min Ho Hyung akan mengajaknya pergi berlibur, jika ia sudah kembali dari perjalanannya."

"Memangnya Hyung pergi ke mana? Ada di antara kalian yang mendapat kabar dari dia?" tanya Nichkhun, sambil memungut kartu-kartunya.

"Kau kan tahu bagaimana Lee Min Ho Hyung—selalu menjalankan tugas rahasia untuk pemerintah," kata Taecyeon.

“Kurasa selain Nunna, tidak ada lagi yang tahu ke mana ia pergi. Kalau Nunna, ia selalu diberi tahu! Kapan-kapan Hyung pasti akan muncul, dengan tiba-tiba."

Lee Min Ho itu suami Son Ye Jin - Kakak perempuan Taecyeon dan Nichkhun, yang hidup menjanda bersama kedua adik laki-lakinya. Mereka menikah beberapa waktu yang lalu. Lee Ji Hoon, suami Son Ye Jin terdahulu yang juga kakak laki-laki Seulong dan Changmin, sudah meninggal dunia. Sedang Seulong dan Changmin sudah dianggap menjadi adik-adiknya sendiri oleh Son Ye Jin. Mereka semua sudah tidak punya orang tua lagi. Mereka semua yatim piatu.

Keempat remaja itu sangat sayang pada Lee Min Ho yang pintar dan selalu bersikap tegas, dan yang pekerjaannya sering menyebabkan ia menghadapi bermacam-macam bahaya.

"Semoga saja Hyung sudah kembali sebelum kita harus bersekolah lagi," kata Seulong. "Sudah lama kita tidak melihatnya. Sebentar—sekarang sudah hampir bulan Oktober—ketika ia tahu-tahu harus pergi, saat itu awal September."

"Dengan menyamar!" kata Changmin mengingat-ingat. "Ingat tidak kalian? Waktu itu ia pergi dengan menyamar sebagai orang yang sudah tua. Aku sampai heran, karena tidak mengenali laki-laki tua dan bungkuk yang duduk di samping Nunna malam itu. Bahkan rambutnya pun kelihatan lain!"

"Hyung memakai rambut palsu," kata Seulong. "Ayo, cepatlah sedikit, Nichkhun—sekarang kan giliranmu. Kau punya king atau tidak?"

Nichkhun meletakkan kartunya, lalu memutar tombol radio yang ada di dekat situ.

"Kita hidupkan radio, ya?" katanya. "Aku ingin mendengar musik. Kau tahan atau tidak, Taecyeon?"

"Aku tidak perlu terlalu dikasihani lagi sekarang," kata Taecyeon. "Aku sudah sembuh. Wah—malu rasanya sekarang kalau kuingat betapa sengsaranya perasaanku sewaktu masih sakit! Aku takkan heran, jika saat itu tahu-tahu aku menangis!"

"Kau memang menangis—satu kali," kata Seulong. "Aku melihatmu saat itu. Tampangmu aneh sekali!"

"Tutup mulutmu," sergah Taecyeon. "Jangan suka berbohong. Nichkhun—radio belum kausetel dengan benar. Sini, biar aku saja—kau memang tak pernah bisa beres, jika melakukan hal-hal seperti ini!—Biar aku saja yang menyetelnya, Nichkhun. Minggir! Sialan!"

"Nah—ternyata dia memang sudah kembali menjadi Taecyeon yang asli," kata Seulong, melihat pertengkaran yang sudah tidak asing lagi itu. "Nah—sekarang setelannya sudah tepat, Taecyeon. Eh—itu kan suara No Min Woo. Pasti ini lawakan tentang pencurian itu! Yuk, kita dengarkan— kata orang lawaknya lucu sekali!"

Acara lawakan itu memang lucu. Son Ye Jin yang saat itu sedang beristirahat di lantai bawah, senang mendengar suara anak-anak ramai tertawa di atas. Tapi kemudian kening Son Ye Jin berkerut, karena terdengar bunyi peluit yang nyaring dan panjang. Hhh—kakaktua itu menjengkelkan!

Tapi yang menimbulkan bunyi itu bukan Whiteberry, melainkan No Min WOo dalam acara lawakan. Aktor itu berperan sebagai polisi di dalamnya, dan saat itu ia meniup peluit polisinya. Setelah itu ada yang berteriak-teriak, "Polisi! Polisi!", disusul bunyi peluit lagi.

"Polisi, polisi!" Whiteberry ikut berteriak-teriak, lalu menirukan bunyi peluit. Bunyinya sangat mirip!

"Fiiieeet! Polisi! Polisi! Fiiieeet!"

"Diam, Whiteberry! Nanti polisi benar-benar datang, kalau kau terus berteriak-teriak dan bersuit-suit senyaring itu!" kata Seulong. "Aduh—mudah-mudahan saja Whiteberry tidak lantas biasa meniru-nirukan bunyi peluit polisi. Bisa repot kita nantinya! Whiteberry—jika kau sekali lagi berani berteriak Polisi', akan kuikat kau di ujung bawah ranjang ini."

Sebelum Whiteberry sempat menjawab, tahu-tahu ada yang mengetuk pintu kamar. Mereka terkejut, karena ketukan itu keras sekali.

"Siapa memanggil polisi?" kata seseorang dengan suara nyaring dari balik pintu. "Polisi sudah datang. Buka pintu, atas nama hukum!"

Pintu kamar terbuka lambat-lambat, sementara merek yang terkejut hanya bisa memandang sambil melongo. Ada apa ini? Benarkah ada polisi datang? Kemudian muncullah wajah seseorang dari balik pintu. Wajah yang cerah dan ramah, yang sangat dikenal anak-anak.

"Hyung!" seru mereka serempak. Keempat anak itu berhamburan turun dari tempat tidur, mendatangi laki-laki bertubuh tinggi kekar itu. "Wah, kau sudah pulang, Hyung! Kami sama sekali tidak mendengar tadi!"

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...