Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 10 September 2011

Akhir Cerita Cinta (Chapter 8)



“Lama menunggu, Nyonya Kim Tae Hee?”

Aku membawa nampan berisi secangkir teh hangat dan kue-kue kecil. Mertuaku terlihat sangat menawan di usianya yang tidak muda lagi. Wajahnya yang cantik itu membuatku yakin bahwa Kim Bum mewarisi sebagian besar ketampanannya dari wanita ini. Ia duduk dengan anggun di sofa merah tempatku dan Kim Bum biasa menghabiskan waktu.

“Tidak berubah, ya. Rumahmu sangat rapi, semuanya tersusun dengan baik.” Aku menunduk mendengarkannya berbicara. Sebenarnya, ide membuat rumahku tampak rapi karena Kim Bum. Jika bukan Kim Bum yang mengaturnya, mungkin rumah ini akan terlihat sangat berantakan.

“Kim Bum sedang bekerja?” akhirnya Nyonya Kim Tae Hee menanyakan keberadaan putranya. Pandangannya kemudian teralihkan oleh satu kamar di depannya. Ia tidak tahu kalau sejak pertama kami memang tidak tidur sekamar.

“Kamar itu dijadikan Kim Bum untuk tempat menyimpan barang–barangnya,” kataku, berbohong.

Ia kembali menoleh ke arahku, menatapku, kali ini lebih ramah. “Jangan panggil aku Nyonya Kim Tae Hee, aku mohon. Kan sudah kuberi tahu kalau aku juga ibumu, Kim So Eun.”

“Baiklah... Bu,” ucapku, sedikit ragu.

“Sebenarnya aku mau mengajakmu dan Kim Bum makan malam bersama di rumah.” Ibu Kim Bum mengambil cangkir teh dan meminumnya pelan–pelan. “Tadinya aku mau mengabarinya lewat telepon, tapi hitung-hitung ingin bertemu dengan menantuku, maka aku datang kemari.” Lagi-lagi ibu Kim Bum tersenyum.

Aku tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Apakah aku harus mengatakan sudah dua hari Kim Bum tidak pulang ke rumah, tidak mengabari apa pun kepadaku, dan aku tidak tahu dia pergi ke mana.

“Eh... aku tidak janji, Bu.”

“Kenapa? Apakah kalian sudah punya acara terlebih dahulu?” Wajah ibu Kim Bum tampak kecewa.

“Eh... Kim Bum...,” aku ragu-ragu mengatakannya.

“Kim Bum sudah punya acara?” tanya ibu Kim Bum.

“Maaf, aku lancang, Bu. Tapi, sebenarnya... sebenarnya Kim Bum sudah dua hari ini tidak pulang,” akhirnya aku berbicara padanya. Aku menunduk malu, mengetahui bahwa mungkin di mata ibu Kim Bum, aku bukanlah istri yang baik, yang tidak tahu ke mana perginya suaminya sendiri.

“Ia tidak menelepon? Tidak memberi tahumu sedikit pun?”

Aku menggeleng. Aku sudah berusaha meneleponnya, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku menjelaskan pada ibu Kim Bum bahwa aku sama sekali tidak tahu kenapa ia pergi. Aku tidak tahu apakah aku telah berbuat salah, yang jelas ia tidak memberi tahuku ke mana perginya. Ibu Kim Bum menoleh ke belakang, melihat ke arah kalender yang terpasang di dinding di belakangnya.

“Jangan-jangan ia benar-benar pergi....” Kalau tidak salah aku mendengar ibu Kim Bum berbicara begitu pelan pada dirinya sendiri.

“Pergi?” aku bertanya akhirnya.

“Sebelumnya aku benar-benar minta maaf, tapi apakah Kim Bum belum menceritakan apa pun padamu, Kim So Eun?”

“Menceritakan apa, Bu?”

“Bahwa ia akan pergi ke Jepang?”

“Ke Jepang?” aku mengulangi kata-kata itu, lebih untuk meminta penegasan bahwa aku tidak salah dengar. Ke Jepang! Untuk apa? Kenapa tidak memberi tahuku sedikit pun?

“Oh! Demi Tuhan, aku tidak mengerti! Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang tidak aku ketahui, Bu? Aku mengkhawatirkannya sampai hari ini. Aku menunggunya saat sore itu, berharap ia pulang, tapi ia tidak pulang, tidak memberi tahuku. Ada apa ini?” Aku mulai kebingungan. Apa yang sedang Kim Bum sembunyikan?

“Hari ini, tepat di hari ini...,” ibu Kim Bum berhenti berbicara. Aku rasa ia sedang mencari kata-kata yang pas. Namun, aku sudah tidak sabar mendengarnya.

“Ada apa di hari ini, Bu?”

“Tepat di hari ini adalah tiga tahun peringatan kematian istrinya yang dulu.”

Bohong jika aku tidak mendengar apa yang ibu Kim Bum ucapkan barusan. Kebenaran macam apa itu? Kebenaran macam apa? Apa yang sedang terjadi? Kematian istrinya yang dulu? Kim Bum tidak pernah memberi tahuku ia pernah menikah. Ia tidak pernah sedikit pun memberi tahuku tentang hal ini. Padahal, aku menceritakan semua hal yang Kim Hyun Joong lakukan terhadapku, bagaimana perasaanku dulu padanya, tapi kenapa tidak sedikit pun ia membicarakan kehidupannya? Masa lalunya?

“Aku tidak yakin apa ini benar, namun aku tidak punya pilihan. Kalau kau tidak tahu, aku akan memberitahukannya, Kim So Eun. Istrinya meninggal tiga tahun yang lalu saat melahirkan. Keduanya tidak selamat saat proses kelahiran tersebut. Sejak saat itu Kim Bum pergi dari Jepang. Ia memutuskan bekerja di Seoul dan hidup sendiri meninggalkan Jepang. Namun, setiap tahun, setiap peringatan kematian istri dan anaknya, ia pulang ke Jepang untuk memperingatinya,” kata ibu Kim Bum, sambil mengusapkan tisu ke matanya yang mulai membasah.

Aku tidak mampu berbicara. Aku tidak tahu, apakah aku sedang terkejut atau tidak percaya pada kenyataan ini. Namun, aku merasa seperti sedang ditampar oleh sesuatu. Pandangan mata itu... aku jadi ingat pandangan mata Kim Bum yang begitu hampa, kosong, seperti ia tidak hidup di dunia ini. Aku jadi mengerti kenapa ia memintaku menikahinya, meskipun ia belum mengenalku waktu itu.

“Tadinya kami takut Kim Bum akan menjadi gila. Aku takut sekali Kim Bum akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah kematian istrinya, ia menjadi sangat pendiam. Ia tidak pernah menangisi keadaannya, namun sikapnya yang seperti itu malah membuat kami resah. Tiga hari setelah kematian istrinya, tiba-tiba ia minta dipindahkan ke Seoul. Semuanya sangat tiba-tiba. Enam bulan yang lalu ia datang padaku dan bilang mau menikahimu. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya, tapi semua itu terasa aneh bagiku,” ujar ibu Kim Bum, pelan. Aku sendiri masih sangat terkejut dengan kebenaran ini. Aku belum tahu harus berbuat apa.

“Karena itu aku sedikit lega, walaupun terasa aneh, mengetahui ia akan menikah lagi. Setidaknya ia tidak sendiri, itulah yang aku harapkan. Ia tidak sendiri dan melakukan hal-hal bodoh seperti yang pernah dilakukannya setahun yang lalu.”

“Apa yang dilakukannya setahun yang lalu?”

“Di suatu hari ia mengatakan padaku ia ingin bersama dengan istri dan anaknya. Ia ingin menyusulnya. Ia bilang ia ingin secepat mungkin menyusul mereka.”

“Maksud Ibu, ia ingin bunuh diri?”

“Begitulah... aku baru sadar saat mengetahui ia sudah berada di rumah sakit, dengan banyak infus mengalir di tubuhnya.”

“Kim Bum tidak seperti itu. Ia pendiam, tapi tidak seperti itu!” sebisa mungkin aku menangkis kebenaran itu.

“Dulu ia seperti itu. Kuperhatikan belakangan ini, semenjak hidup denganmu, ia sedikit lebih hidup.”

“Lalu... apakah ia akan kembali?”

“Aku sendiri tidak tahu. Biasanya ia akan pulang sehari setelah peringatan kematian itu.”

“Bersabarlah padanya, Kim So Eun. Aku sebagai seorang ibu benar-benar memohon padamu. Bantulah ia untuk kembali menjalani hidupnya.”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...