Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 22 Agustus 2011

Winter Love (Chapter 10)



“Astaga, kita akan ke sini?” Kim So Eun hampir tidak mempercayai matanya ketika mereka berdiri di depan gedung pertunjukan besar di pusat kota. Terlihat banyak orang berbondong-bondong memasuki pintu utama gedung. Spanduk besar bergambar sepasang penari balet tergantung di bagian depan gedung, disertai tulisan PERTUNJUKAN BALET SWAN LAKE.

“Ya,” sahut Kim Bum. “Bukankah kau ingin sekali menonton pertunjukan ini?”

Kim So Eun menoleh ke arah Kim Bum. Matanya berkilat-kilat gembira. “Ya. Tadinya Jung Yong Hwa akan mengajakku nonton dan aku sempat kecewa karena ia terpaksa membatalkannya,” katanya cepat-cepat. “Tapi, katanya tiket pertunjukannya sudah habis terjual. Bagaimana kau bisa mendapatkannya?”

Kim Bum tersenyum. “Itu... rahasia,” katanya pelan. “Tapi aku berhasil membuatmu terkesan, bukan?”

Sebelah alis Kim So Eun terangkat dan ia tersenyum. “Baiklah, kuakui kau berhasil,” katanya jujur. “Kau membuatku sangat terkesan. Aku memang sangat ingin menonton pertunjukan ini.”

“Kita masuk sekarang?” ajak Kim Bum sambil menyodorkan sikunya.

Tanpa ragu Kim So Eun langsung menyusupkan lengannya di lengan Kim Bum dan tersenyum lebar. “Ayo!”

Mereka baru selesai menitipkan jaket di tempat penitipan ketika seseorang menyerukan nama Kim Bum. Kim So Eun menoleh ke arah suara dan melihat pria bertubuh tinggi mengenakan jas resmi yang terlihat mahal. Pria itu berdiri tidak jauh dari mereka dan melambai ke arah Kim Bum. Kim Bum mengangkat tangannya dan berkata pada Kim So Eun, “Tunggu sebentar. Aku harus menyapa kenalanku dulu.”

Kim So Eun mengangguk dan memperhatikan Kim Bum berjalan mendekati pria yang lebih tua itu.

Kim Bum cepat-cepat berjalan ke arah pamannya yang sedang tersenyum penuh arti kepadanya. Ia tidak mengira bisa bertemu dengan pamannya di sini. Bagaimana ia bisa menduga kalau Song Seung Hun yang suka bermain golf, bisbol, dan Tenis itu juga suka menonton pertunjukan balet?

“Halo, Kim Bum,” sapa pamannya ramah, tapi masih menyunggingkan senyum penuh arti itu dan melirik ke balik bahu Kim Bum. “Senang sekali bertemu denganmu di sini. Ternyata kau suka menonton balet.”

Kim Bum balas tersenyum. “Halo, Paman. Aku juga baru tahu Paman penggemar balet.”

Pamannya terkekeh pelan. “Salah satu sponsor pertunjukan ini adalah temanku, jadi dia mengundangku ke sini. Demi menjaga hubungan baik, aku harus hadir.” Ia kembali melirik ke balik bahu Kim Bum. “Ngomong-ngomong, kau tidak datang sendiri.”

Kim Bum menoleh dan melihat Kim So Eun yang dengan tenang berdiri menunggunya di tempat penitipan jas sambil membaca selebaran yang dibagikan di pintu masuk. Lalu ia kembali menatap pamannya sambil tersenyum. “Paman datang sendiri?”

Song Seung Hun mengangkat bahu. “Aku memang lebih suka sendiri,” katanya. “Kudengar tadi kau mampir ke restoranku.”

Kim Bum tertawa. “Aku tidak akan bertanya bagaimana Paman bisa tahu.”

“Jadi?” tanya pamannya.

“Jadi apa?” balas Kim Bum pura-pura tidak mengerti.

Song Seung Hun tertawa. “Kau tidak mau mengenalkannya padaku?” tanyanya dengan alis terangkat. “Setelah apa yang kulakukan untuk membantumu? Tadinya aku heran kenapa kau tiba-tiba ingin meminjam mobilku. Tapi sekarang aku bisa mengerti.”

“Aku akan mengenalkannya pada Paman nanti, kalau waktunya sudah tepat.”

Song Seung Hun mengangguk-angguk. “Ah, jadi sekarang masih dalam tahap pengejaran?”

Kim Bum hanya tersenyum.

Pamannya melirik ke arah Kim So Eun lagi. “Dia lumayan. Tinggi,” gumamnya, lalu mengerutkan kening. “Sepertinya wajahnya tidak asing. Dia orang terkenal?”

Kim Bum tertawa, mengingat saudara perempuan Kim So Eun adalah model terkenal. “Bukan,” sahutnya.

“Bukan?”

“Paman, pertunjukannya akan segera dimulai. Aku harus kembali kepada temanku,” kata Kim Bum. “Mobil Paman akan kukembalikan besok sore.”

“Terserah saja,” kata pamannya enteng. “Pakai saja selama kau mau.”

Setelah melambai untuk yang terakhir kali kepada pamannya, Kim Bum bergegas kembali ke tempat Kim So Eun berdiri. Gadis itu mengangkat kepala ketika mendengar langkah kakinya mendekat. Senyumnya cerah dan lebar.

“Maaf membuatmu menunggu,” kata Kim Bum.

Kim So Eun menggeleng. “Tidak apa-apa,” sahutnya. “Kelihatannya temanmu itu datang sendiri. Kau tidak mengajaknya bergabung dengan kita?”

Kim Bum menggeleng. “Biarkan saja dia. Dia lebih suka sendirian,” katanya.

Tiba-tiba terdengar pengumuman melalui pengeras suara bahwa pertunjukan akan segera dimulai dan para penonton diharapkan masuk ke aula. Kim Bum otomatis mengulurkan tangan ke arah Kim So Eun. “Ayo, kita masuk sekarang.”

Tanpa banyak pikir, Kim So Eun menyambut tangannya.

* * *

Tidak diragukan lagi, malam ini adalah salah satu malam paling menyenangkan dalam hidup Kim So Eun. Pertunjukan balet Swan Lake yang sangat ingin ditontonnya itu sama sekali tidak mengecewakan. Malah melebihi harapannya. Semuanya indah. Penari-penari yang melompat lincah dan ringan di atas panggung, dekorasinya, musiknya yang menyayat hati. Ketika pertunjukannya berakhir, ia terus bertepuk tangan sementara para penari silih berganti muncul dari balik layar untuk memberi hormat. Ia bertepuk tangan sampai kedua tangannya merah, tetapi ia tidak peduli. Ia sangat puas.

“Bagaimana pendapatmu?” tanyanya penuh semangat kepada Kim Bum ketika mereka keluar dari aula ke arah tempat penitipan jas.

Kim Bum berpikir sejenak. “Dulu aku tidak pernah benar-benar tertarik pada balet,” katanya jujur. “Tapi ternyata pertunjukan yang ini bagus. Sangat bagus, malah.”

“Benarkah?” Mata Kim So Eun bersinar gembira.

Kim Bum tersenyum melihat kegembiraan Kim So Eun, “Bisa kulihat kalau kau sangat menikmatinya.”

“Oh ya, sudah pasti,” kata Kim So Eun tegas, lalu mendesah keras. “Sebenarnya dulu aku bercita-cita menjadi penari balet.”

“Lalu kenapa tidak jadi?”

Kim So Eun tertawa malu. “Tubuhku tidak cukup lentur.”

Setelah mengenakan jaket dan syal, mereka berjalan mengikuti kerumunan orang ke arah pintu keluar. Kim So Eun masih sibuk berceloteh dengan riang sementara Kim Bum sepertinya cukup senang dengan mendengarkan dan kadang-kadang memberikan jawaban kalau ditanya.

Saat itu seseorang yang berjalan dari arah berlawanan menyenggol bahu Kim So Eun.

Kim So Eun agak terhuyung, tetapi segera ditahan Kim Bum. Pria yang menyenggolnya tadi berbalik. Ia menatap Kim So Eun dan Kim Bum bergantian, lalu matanya terpaku pada Kim Bum.

Alisnya yang tebal berkerut.

Kenapa tidak meminta maaf? pikir Kim So Eun dalam hati dengan kesal. Jelas-jelas pria itu yang salah karena menyenggolnya, tapi kenapa dia diam saja? Tetapi ia tidak ingin memperpanjang masalah, karena sepertinya pria itu cukup galak dengan wajah berkerut dan hidung bengkok dan ia menatap Kim Bum dengan pandangan aneh.

Merasa pria itu mungkin ingin mencari masalah, Kim So Eun buru-buru membungkuk dan bergumam, “Maaf.” Lalu cepat-cepat menarik tangan Kim Bum untuk pergi dari sana.

“Orang itu aneh sekali,” gumam Kim Bum heran. Ia mengikuti Kim So Eun menuruni anak-anak tangga di depan gedung.

“Ya, memang aneh,” kata Kim So Eun. Ia melirik ke balik bahunya karena penasaran dan melihat pria itu masih berdiri di sana sambil menatap mereka dengan mata disipitkan.

Ada apa dengan orang itu? Ia berbisik kepada Kim Bum, “Jangan berbalik, ya? Tapi sepertinya dia masih memandangi kita.”

“Biarkan saja. Tidak usah terlalu dipikirkan,” kata Kim Bum sambil menggenggam tangan Kim So Eun lebih erat. Ia menoleh ke arah Kim So Eun dan tersenyum. “Menurutku dia bukan salah satu penguntit yang menjadi penggemar berat saudara perempuanmu yang model terkenal itu.”

Kim So Eun mendongak menatap Kim Bum. Mengherankan sekali. Bagaimana laki-laki ini tahu apa yang dipikirkannya? Kim So Eun bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya memang bisa ditebak semudah itu.

“Menurutmu begitu?” tanya Kim So Eun penuh harap.

“Ya.” Kim Bum mengangguk.

Satu kata itu saja bisa membuat Kim So Eun merasa lebih tenang, dan ia tidak tahu kenapa.

“Lihat, salju!” seru Kim Bum tiba-tiba.

Kim So Eun mendongakkan kepala dan salju pertama melayang turun mengenai pipinya.

Ia mengerjap-ngerjapkan mata dan tersenyum lebar. Salju turun pada malam Natal!

Orang-orang yang berjalan di sekitar mereka juga berhenti sejenak dan menengadah, menyaksikan salju yang turun. Kim So Eun mendapat kesan bahwa Natal ini akan menjadi Natal yang paling menyenangkan.

“Salju pada malam Natal,” gumam Kim Bum. “Bagus sekali, bukan?”

Kim So Eun mengangguk, masih memandangi butiran salju yang melayang turun seperti kapas.

“Aku jadi ingin melakukan sesuatu.”

Kim So Eun berpaling ke arah Kim Bum. “Apa?”

“Ice skating.”

Alis Kim So Eun terangkat. “Ice skating?”

Kim Bum mengangguk. “Kau bisa?”

Kim So Eun tersenyum lebar dan berkata, “Aku terlahir ahli meluncur di atas es.”

* * *

Arena seluncur es itu masih ramai oleh pengunjung yang ingin merayakan malam Natal bersama pasangan dan keluarga. Lagu Winter Wonderland terdengar jelas melalui pengeras suara, di antara pekikan dan tawa anak-anak, menceriakan suasana.

Kim So Eun tidak bercanda ketika berkata bahwa ia jago meluncur di atas es. Ia meluncur dengan cepat di lapangan es, melesat melewati orang-orang yang meluncur santai, menantang Kim Bum menyusulnya.

“Ternyata kau memang jago meluncur,” puji Kim Bum sambil meluncur di samping Kim So Eun.

Kim So Eun menyapu sejumput rambut panjangnya dari wajah dan tersenyum cerah.

“Tentu saja. Kau sendiri juga lumayan.”

Kim Bum meluncur berputar ke hadapan Kim So Eun. “Baikalh, kau bisa meluncur. Tapi apakah kau bisa berdansa di atas es?”

Kim So Eun tertawa. “Berdansa di atas es?”tanyanya, lalu menggeleng-geleng. “Aku belum pernah mencobanya.”

“Bagaimana kalau kita mencobanya sekarang?” tantang Kim Bum. “Kau bisa berdansa waltz?”

“Sedikit-sedikit,” jawab Kim So Eun sambil tertawa pelan. “Kau sungguh mau kita berdansa waltz di sini? Di depan orang-orang ini?”

“Mereka boleh mengikuti kita kalau mau,” kata Kim Bum ringan sambil mengangkat bahu. “Nah, pegang tanganku. Posisi waltz.”

Kim So Eun membiarkan Kim Bum menggenggam tangannya dan merangkul pinggangnya dengan ringan. Tangannya sendiri diletakkan di lengan atas Kim Bum. Kim Bum mulai meluncur dan Kim So Eun mengikuti gerakannya dengan mulus. Sudah lama Kim So Eun tidak merasa begitu senang dan bersemangat mencoba sesuatu yang baru. Mereka meluncur mengelilingi lapangan sambil berputar-putar. Kadang-kadang Kim Bum melepaskan pinggang Kim So Eun dan memutarnya, lalu kembali menarik Kim So Eun ke arahnya.

“Astaga, jangan sampai kau lepaskan aku,” kata Kim So Eun sambil tertawa. “Aku bisa jatuh dan mempermalukan diriku sendiri.” Ia memandang berkeliling dan menyadari beberapa orang memandangi mereka sambil tersenyum-senyum. Mereka sudah menjadi tontonan yang menghibur.

“Aku tidak akan melepaskanmu.”

Nada suara Kim Bum membuat Kim So Eun mendongak menatapnya. Apakah hanya perasaannya ataukah nada suara Kim Bum agak berbeda daripada biasanya?

“Dan aku sudah pasti tidak akan membiarkanmu mempermalukan dirimu sendiri,” lanjut Kim Bum sambil tersenyum. “Tidak di depan begitu banyak orang.”

Tidak. Tadi memang hanya perasaanku. Kim Bum terlihat sama seperti biasanya, pikir Kim So Eun. Walaupun kini, tanpa disadarinya, ia selalu merasa gembira setiap kali laki-laki itu menatapnya dan tersenyum padanya.

Seperti sekarang ini.

* * *

Kim Bum kembali melirik kaca spion. Mobil hitam itu masih ada di belakang mereka.

Mobil hitam itu tidak selalu tepat berada di belakang mobil Kim Bum, kadang-kadang ada satu atau dua mobil lain yang menyelip di antara mereka. Tetapi Kim Bum memperhatikan bahwa mobil itu terus mengikutinya sejak mereka meninggalkan arena seluncur es. Pertanyaannya siapa pengemudi mobil hitam itu? Kenapa ia terus mengikuti Kim Bum?

“...Kim Bum?”

Sepertinya ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak mendengar panggilan Kim So Eun. Kim Bum menoleh ke arah kursi penumpang. “Ya?”

Kening Kim So Eun berkerut, tetapi ia tersenyum. “Aku sudah memanggilmu tiga kali. Apa yang sedang kaupikirkan?”

“Ngomong-ngomong kau naik kereta api ekspres atau pesawat? Ke Incheon, maksudku,” kata Kim Bum ringan. Ia merasa tidak perlu membuat Kim So Eun cemas dengan kecurigaannya terhadap mobil hitam di belakang sana. Gadis itu pasti akan panik dan mulai berpikir yang tidak-tidak.

“Naik kereta api ekspres, seperti biasa,” kata Kim So Eun.

“Bagaimana kalau kuantar ke stasiun saja? Aku bisa mengembalikan mobil ini kepada temanku setelah mengantarmu,” Kim Bum menawarkan.

Kim So Eun tersenyum lebar. “Terima kasih. Kau memang teman paling baik sedunia.”

Kim Bum melirik kaca spion sekali lagi. Mobil hitam itu masih terlihat, berjarak dua mobil dari Kim Bum. Ketika Kim Bum membelok ke jalan yang mengarah ke gedung apartemen mereka, ia memperlambat laju mobil. Menunggu. Tetapi tidak ada mobil hitam yang ikut membelok. Kim Bum merasa agak heran, sekaligus lega karena kecurigaannya tidak terbukti. Mobil hitam itu tidak mengikutinya. Kemungkinan besar mobil itu hanya kebetulan searah dengannya sejak dari arena seluncur es, tetapi jelas mobil itu tidak mengikutinya.

Tiba-tiba ia teringat kepada pria aneh di gedung pertunjukan tadi. Mungkinkah...?

Tapi apa alasannya? Bagaimanapun juga, pria itu sepertinya tidak asing. Kim Bum merasa pernah melihat wajah itu entah di mana. Ia mendapat firasat yang tidak enak.

“Kim Bum, kau baik-baik saja? Kau sakit?”

Nada suara yang cemas menyentakkan kepala Kim Bum ke arah gadis itu. “Tidak, aku baik-baik saja,” sahutnya cepat, lalu tersenyum. “Kurasa aku terlalu capek karena berusaha membuatmu terpesona padaku malam ini.”

Kim So Eun mengetuk-ngetukkan jari telunjuk ke dagunya sambil memasang raut wajah seperti sedang berpikir keras. Lalu ia menoleh menatap Kim Bum. “Aku rasa,” katanya pelan. “Kau cukup berhasil.”

Kim Bum ikut tertawa bersama gadis yang duduk di sampingnya itu. Ia berusaha mengenyahkan firasat buruk yang menyelimuti hatinya. Tidak ada masalah. Pikirannya sendiri yang terlalu berlebihan. Semuanya akan baik-baik saja.

Bersambung…

Chapter 9
Chapter 8
Chapter 7
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1

Prolog

2 komentar:

  1. yeee.. baru td siang aku komen yg part 6, skrg pas di cek udh sampe part 10.. ^^
    aku baca dulu ya kak....
    part selanjutnya hrus cpat2 d post ya...

    eh, kak yg crazy love kok gk dilanjutkan???

    _febi_

    BalasHapus
  2. fiuuuh *sign smbil ngelap keringet*
    lumayan menegangkan, kira2 siapa ya pria
    berhidung bengkok. jadi keinget prof.snape
    yg difilm harry potter *apa hubunganx coba,
    aku bingung sndiri*abaikan
    hoho mkin membuat penasan, ok eonni lanjutgan
    saiia nggak sabar baca kelanjutanx ^^

    annisa hourai

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...