Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 21 Oktober 2010

Langit Menggelap di ‘Lavender Park’ (Part 2-Tamat)


Part 2
Akhir Sebuah Pertemuan


Hari-hari setelah kejadian itu, Barbie Xu tak pernah tampak di depan ‘Lavender Park’ lagi. Tetapi Peter Ho masih sering terlihat di salah satu bangku kayu di sana. Sendiri di tengah orang-orang muda yang tengah bercanda dan bercinta. Menghisap rokoknya. Sesekali mengibaskan rambut hitam berhias putihnya, tersapu angin menutup wajah tirusnya.

Begitu perasaan Barbie Xu membaik dan siap bertemu Peter Ho lagi, ia kembali pada rutinitasnya, menunggu senja jatuh di ‘Lavender Park’. Namun ia harus menelan kecewa karena Peter Ho tak dijumpainya. Bahkan telepon genggamnya tak bisa dihubungi.

Suatu sore, di tengah keputusasaan Barbie Xu, seorang teman mendatangi dan mengulurkan sebuah surat kepadanya. Surat dari Peter Ho!

Dear Barbie Xu,
Kekasih Senja-ku...

Tak merah senja di musim hujan ini punggung bukit dijala mendung yang sepi sedang matahari tanpa jawaban lagi masihkah tergantung di ilalang atau telah tiba di lain belahan bumi tapi yang pasti semakin jauhlah buat kita tunaikan janji bahwa hujan tak akan pernah jadi jeruji untuk bertemu dan bernyanyi di sini, di bangkai petang yang tertambat di tepi langit tak merah senja di musim hujan ini, bahkan kelam telah datang walau belum waktunya sampai sia-sia romantisme matahari terbenam untuk dinanti lihat, suit-suit angin mulai menyapu suasana kita dengan dingin dan hampa lalu menggelar gulungan gerimis di hamparan lembab dan menulis cerita bahwa semua telah usai tak akan datang lagi seperti waktu lalu selamat sore...... ijinkan senyumku menyapamu menyambut senja........

Resah semakin membelit Harapan menggantung pada entah Kulihat kau… Dan, langit seakan dekat Lalu purnama berbisik, Tentang retaknya langit ditambal mendung... Kelam seperti cinta yang kuraba, kurasa. Padat hati ini, semakin sesak oleh rintihan-rintihan kecil tentangmu, bias, sangat bias, jauh kutatap jauh, Dihilir perasaan hening, dingin, mencekam nadi-nadi, Sampai air mata kering, mengendap, Menjadi lumut-lumut penantian. Entah berakhir kapan?...

Aku sendiri disini gelap tanpa cahaya mentari dan rembulan tiada celah untuk seberkas sinar akupun tak dapat berdiri hanya berbaring menanti panggilan saat hancurnya bumi satu yang bisa kulakukan adalah datang dalam mimpimu dan memandangmu karena roh ini selalu merindukan tiupan hangat nafasmu untuk yang terakhir kunikmati tiap lekuk wajahmu dan kuucap selamat tidur kekasih jiwaku......

…hujan begitu deras, ada yang terhempas, tapi ada goresan yang tak akan terkelupas.

From Peter Ho,
Lelaki Senja-mu...


“Hari-hari itu dia mencoba menghubungimu, tetapi HP-mu tak pernah aktif,” kata laki-laki itu. “Ginjalnya tak berfungsi, serangan jantungnya kambuh, tekanan darahnya tidak stabil…”

Barbie Xu tak bisa mendengar lagi penjelasan laki-laki itu. Bahkan ketika si teman menyerahkan satu dos buku dan tas berisi kamera warisan kekayaan Peter Ho untuknya, Barbie Xu belum kembali pada kesadarannya.

Senja beranjak renta. Seperti Barbie Xu merasai dirinya. Sepasang remaja di sebelahnya telah pergi. Begitu juga sekumpulan anak muda yang nongkrong di atas motor mereka, mulai menghidupkan mesin kendaraannya. Sisa rintik hujan sayup terdengar dari sela-sela ranting pohon. Sebaris kalimat di surat terakhir Peter Ho meluncur dalam gumaman. “…hujan begitu deras, ada yang terhempas, tapi ada goresan yang tak akan terkelupas.”


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...