Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 23 Oktober 2010

Lagi-Lagi Uang (Part 4)


Part 4
Putri Kecil


Dua tahun berlalu. Terkadang, aku masih sakit hati jika teringat honeymoon perdana kami yang tidak mengenakkan. Tapi, aku memaafkan suamiku. Rain Bi pun nampaknya sudah melupakan hal ini. Toh, aku tidak pernah seenaknya membelanjakan uang bersama. Ada skala prioritas dan penghematan juga sehingga kami selalu dapat menabung. Selain itu, Rain Bi banyak memperbaiki sikapnya sejak aku melahirkan putri pertama kami. Mungkin trauma juga melihatku bersusah payah melahirkan dengan banyak darah.

Menurutku, dia sekarang lebih sabar dan penyayang. Walaupun tidak selalu ikut begadang karena harus bekerja esoknya pagi-pagi sekali, dia cukup perhatian dengan dukungan morilnya di tengah kelelahan fisik yang aku hadapi di bulan-bulan awal mengasuh bayi kami.
Kejadian itu juga telah mengubah pola pikirku. Wanita perlu bekerja, full-time part-time tidak masalah. Tidak bisa seratus persen bergantung pada suami. Kendati suami tetap menafkahi, untuk kesenangan pribadi, aku lebih suka merogoh kocekku sendiri. Jadi tidak perlu setiap saat bertanya dan meminta pada suami. Kalau barang yang kita minta dikasih sih tidak masalah, tapi kalau harus berargumentasi dulu itu yang bikin malas. Biarpun akhirnya diberi juga kan, rasanya sudah tidak sama lagi.

Aku pun mulai menata kembali perasaanku. Membangun penilaian positif setelah sebelumnya ternoda oleh kenangan pahit. Mencoba mensyukuri apa yang kumiliki sekarang. Rain Bi suami yang rajin, bertanggung jawab, dan setia. Meski tergolong ganteng, dia tidak hobi tebar pesona. Keluarga mertuaku pun welcome sekali. Belum pernah terjadi konflik mertua-menantu pasca pernikahan seperti yang sempat menghantui pikiranku. Di rumah, aku berusaha menjadi ibu rumah tangga dan istri yang baik. Di tempat kerja, aku tetap bisa profesional.

Sampai suatu ketika, Rain Bi mempertanyakan sebuah buku anak-anak yang baru kubeli untuk Seo Shin Ae, putri kecil kami. Satu buku kecil sebesar telapak tangan orang dewasa bergambar harganya 20.000 rupiah. Menurutnya itu kemahalan. Aduh! Aku jadi geram.

Aku kira wajar harganya segitu. Buku ini bukan buku biasa, melainkan terbuat dari karton tebal yang antisobek dan tahan air. Yang berukuran lebih besar, harganya lebih mahal lagi. Buntut-buntutnya, aku beli yang mini. Eh, masih kena omel juga.

"Kalau kemahalan, ya coba dikliping sendiri saja lalu dilem di karton tebal dipotong, dijadikan buku, dan disampul!" sahutku kesal.

Bayangkan, sejak Seo Shin Ae lahir, Rain Bi hanya pernah sekali membelikan mainan murah. Sampai saat ini, mainan-mainan Seo Shin Ae semuanya hibah dari sepupu-sepupu dan hadiah dari ortu. Jauh di lubuk hatiku, aku kecewa karena Rain Bi yang notabene bapaknya tidak pernah memperhatikan hal yang satu ini.

Di lain pihak, kakek dan neneknya selalu membelikan oleh-oleh baju, mainan, bahkan susu formula danpampers. Miris rasanya. Bukankah bapak yang hubungan darahnya lebih dekat dengan anaknya sendiri seharusnya yang lebih memperhatikan? Lebih berperan dalam tumbuh kembang anak? Memangnya anak cuma perlu dikasih makan? Dari buku-buku dan mainan-mainannya kan, anak bisa belajar banyak hal. Mengenal warna, mengenal berbagai jenis binatang. Siapa tahu malah dapat memacunya untuk lebih cepat berbicara dan bertambah pandai. Kekesalanku pun memuncak ke ubun-ubun.

"Song Hye Gyo, Kau pikir suami mencari uang untuk kesenangan pribadi? Apa gunanya aku capek-capek bekerja dari pagi sampai malam membanting tulang?" katanya berdalih saat aku mempertanyakan rasa sayangnya pada keluarga.

"Kalau begitu, kan tidak ada salahnya membelikan mainan anak yang berkualitas," sahutku.

"Aku bukannya tidak setuju kau membelikan mobil-mobilan, lego, dan sebagainya. Hanya saja, anak kita belum cukup umur. Percuma kau membelikannya sekarang. Nanti malah hilang atau rusak saja."

"Tapi terbukti kan, Seo Shin Ae sekarang jadi lebih pintar. Dia bisa mengenali binatang-binatang yang ada di buku ini."

"Kau kan bisa mencari yang lebih murah. Tidak harus yang kertasnya tebal anti apa katamu? Tahan air dan antisobek?"

Aku menghela napas.

"Katanya cinta, kok... gara-gara uang kita bertengkar terus. Katanya sayang, kok... untuk urusan uang kau tidak mau mengalah. Padahal aku tidak pernah meminta sesuatu yang aneh-aneh." kataku meninggi.

Karena gemas, kutinggalkan Rain Bi begitu saja. Belum sempat melangkah keluar pintu, aku mendengar suara kertas koran yang sedang dibaca Rain Bi robek ditarik-tarik oleh Seo Shin Ae. Wah, kebetulan sekali. Rasakan.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...