Aku kembali menyesap cappuccino hangat di sudut ruang itu. Ruang yang sama di sebuah café ketika aku melihatmu bernyanyi.
Suasana yang sama juga seperti waktu itu. Hujan rintik-rintik. Di sudut inilah aku bisa melihatmu dengan jelas. Menikmati alunan nada yang kau mainkan melalui gitarmu, dan juga suara merdu yang tak pernah bisa kulupakan, sambil sesekali menyesap minuman favoritku.
Februari datang lagi. Sudah setahun yang lalu sejak kepergianmu mengadu nasib di Seoul. Sudah setahun lalu sejak pertanyaanku tak pernah terjawab. Sudah setahun lalu sejak kau berjanji akan mengabariku. Sudah setahun kau tak pernah mengabariku. Sudah setahun aku mencoba menghubungimu namun selalu gagal. Sudah setahun seolah-olah kita tidak pernah saling mengenal.
Sementara hujan mulai deras. Aku memesan kembali segelas cappuccino kepada pramusaji yang sudah tidak asing itu. Dia pasti tahu benar kebiasaanku untuk menikmati cappuccino hangat di sudut ruang ini. Sendiri. Aku memandang sekeliling. Tidak ada yang berubah dari ruangan ini. Sama seperti setahun ataupun dua tahun yang lalu. Yang berbeda hanya, tidak ada kau. Itu saja.
* * *
Di suatu siang. Seminggu yang lalu.
“Berikut adalah new comer di dunia musik Korea. Lagu yang berjudul ‘Andai Aku Bisa Mencintaimu’ berhasil duduk sebagai bubbling video minggu ini. Langsung saja saksikan video berikut!” terdengar suara seorang VJ dari televisi rumahku.
Aku sibuk membolak-balik majalah fashion yang baru saja kubeli. Rencananya aku akan meminta temanku yang designer itu untuk membuatkan gaun malam seperti yang dikenakan seorang model dalam majalah itu. Perkawinan sahabat kecilku bulan depan akan menjadi saksi gaun itu pertama kali kupakai. Sayup-sayup aku mendengar suara si penyanyi baru itu. Suara yang tidak asing. Rasa-rasanya aku pernah mendengarnya. Seperti suara….
“Kim Bum!” pekikku tak percaya.
Sosok yang selama ini menghilang dari pandanganku tiba-tiba muncul sebagai seorang selebritis baru. Kim Bum, ternyata kau berhasil. Tanpa sadar aku tersenyum. Ikut bangga pada keberhasilanmu. Sejenak aku melupakan apa yang pernah terjadi. Melupakan mengapa kau berlalu begitu saja tanpa kabar apapun. Melupakan sebuah pertanyaan, yang mungkin bodoh, yang aku tanyakan waktu itu. Kim Bum berhasil.
* * *
Aku meletakkan cangkir yang berisi cappuccino itu di meja. Itu cangkir terakhir untuk hari ini. Hujan mulai reda, lebih baik aku pulang saja. Sementara Just The Way You Are mengalun dibelakangku ketika aku meninggalkan café itu. Bukan dari Kim Bum tentu saja. Tapi dari penyanyi café baru yang aku minta untuk menyanyikan lagu itu. Walau nyanyiannya tak sebaik Kim Bum.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar