Title : Will You Marry Me??? Genre : Romance Author : Sweety Qliquers Episode : 5 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 21 Oktober 2011, 04.19 PM Cast : Kim So Eun Kim Bum Eunhyuk of Super Junior
Kim So Eun tidak bisa tidur-tidur karena masih menanti telpon dari seseorang.
“Masa’ dia belum pulang? Masa’ mengurus mobilnya belum selesai-selesai?”
“Ini sudah larut malam... kenapa dia belum menelponku jika sudah sampai rumah?”
Kim So Eun jadi terpikir-pikir hal-hal buruk menimpa Kim Bum. Ingin rasanya menghubunginya, tapi... gengsi!!
Hingga pukul 00.25, Kim Bum belum juga menelponnya ataupun mengirim SMS.
“Masa dia sudah tertidur?? Ooh bagus sekali, aku menanti-nanti telpon darinya, sedangkan dia sudah tertidur pulas?!”
Akhirnya Kim So Eun memutuskan mengirim SMS duluan pada Kim Bum.
Kim So Eun: Sudah pulang belum?
Kim Bum: Hmm, kau belum tidur?
Kim So Eun terhenyak. Dengan mudahnya, dia menjawab seperti itu tanpa rasa bersalah? Kim So Eun ingin marah tapi... dia siapa? Namun, rasa marahnya tidak bisa dikendalikan!
Kim So Eun: Tega sekali kau membuatku Khawatir!!!
Kim Bum: Maaf... hehehe…
Kim So Eun: Kurang ajar!
Kim Bum: Terima kasih telah mengkhawatirkanku...
Kim So Eun: Terima kasih atas tumpangannya. Selamat malam!
Kim Bum: Hehehe… galaknya. Kim So Eun, aku sudah menunggumu untuk memberiku jawaban... Tolong jawab sekarang padaku langsung...
Kim So Eun tidak menyangka pria itu benar-benar ada di depan rumahnya. Dia melihat mobil pria itu terparkir di depan rumahnya. Kim So Eun mau tak mau menemuinya di luar, walau hanya menggunakan kimono panjang.
“Jangan melucu, Tuan Manajer... Kenapa tingkahmu seperti anak SMA?”
“Karena kutahu kau memang menyukainya, Nona Sekretaris...”
Kim So Eun geleng-geleng tidak percaya atas apa yang terjadi malam ini. Mengapa rasa ini datang di saat seperti ini? Rasa bahagia, marah, kesal, terkejut, tak percaya... campur aduk!
Kim Bum melangkahkan kaki mendekati wanita 28 tahun berwajah cantik itu.
“Aku serius, Kim So Eun...” ucap pria itu menegaskan. Lalu dia menepikan untaian rambut yang terjuntai menutupi setengah mata Kim So Eun ke balik telinganya.
“Temui orang tuaku minggu depan saja! Ayahku masih ada dinas di luar kota...” ujar Kim So Eun.
Senyum merekah di bibir Kim Bum perlahan.
Mereka saling memancarkan sorot mata penuh arti
Kim Bum menundukkan kepala, lalu sedikit memiringkan wajahnya.
“Apakah kau akan mengecohku lagi, hmm?” ujar Kim So Eun ketika bibir mereka hampir bersentuhan.
“Tidak.” jawab Kim Bum. Lalu terjadilah peristiwa manis itu....
Love, oh baby my girl You are my everything My dazzlingly beautiful bride You are a gift from god We'll be very happy, your black eyes well up with tears Even if your black memerizing hair turns white My love, you my love, I swear I love you
RAP> Love~ oh baby my girl~ 그댄 나의 전부 눈부시게 아름다운 나의 신부 신이 주신 선물 행복한가요 그대의 까만 눈에서 눈물이 흐르죠 까만 머리 파뿌리 될 때까지도 나의 사랑 나의 그대 사랑할 것을 나 맹세할게요
(Sungmin) Geudaereul saranghandaneun malpyeongsaeng maeil haejigo shipeo Saying I love you is what I want to do the most everyday in my life 그대를 사랑한다는 말 평생 매일 해주고 싶어 Would you marry me? 널 사랑하고 아끼며 살아가고 싶어
(Ryeowook) Would you marry me? Neol saranghago akkimyeo saragaro shipeo Would you marry me? I want to love you, treasure you, and live with you 그대가 잠이 들 때마다 내 팔에 재워주고 싶어 Would you marry me? 이런 나의 마음 허락해줄래?
(Kangin) Geudaga jami deul ddaemada nae pare haewojugo shipeo I want you to lean on my shoulders each time you sleep
(Heechul) Would you marry me? Ireon naui maeum heorakhaejurae? Would you marry me? With this heart of mine, will you accept me?
(Kyuhyun) Pyeongsaeng gyeote isseulge, I do Neol saranghaneun geol, I do To accompany you for the whole lifetime, I do To love you, I do 평생 곁에 있을게 (I do) 널 사랑하는 걸 (I do) 눈과 비가 와도 아껴주면서 (I do) 너를 지켜줄게 (My love)
(Yesung) Neungwa biga wado akkyeojuyeonseo, I do Neoreul jikyeojulge, my love Regardless of snow and rain, i will be there to protect you, I do Let me be the one to protect you, my love
RAP (Donghae) Hayan deureseureul ipeun geudae teokshidoreul ipeun naui moseup Balgeoreumeul matchumteo geodneun uri jeo dalnimgwa byeore, I swear Geojitmal shilheo uishimshilheo Saranghaneun daui gongju, stay with me
You wearing the white bridal gown, me wearing the suit Both of us walking in sync towards the stars and moon, I swear No lies, no suspicion My dearest princess, stay with me
RAP> 하얀 드레스를 입은 그대 턱시도를 입은 나의 모습 발걸음을 맞추며 걷는 우리 저 달님과 별에 I swear 거짓말 싫어 의심싫어 사랑하는 나의 공주 Stay with me (Siwon) Uriga naireul meogeodo useumyeo saragago shipeo Even if we are becoming older, we will smile and live on
(Leeteuk) Would you marry me? Naui modeun nareul hamkke haejurae? Would you marry me? Are you willing to live the rest of your life with me?
(Ryeowook) Himdeulgo eoryeowodo, I do Neul daega isseulga, I do No matter how weary and tired we are, I do I will always be by your side, I do
(Yesung) Uri hamkkehaneun malheun nal dongan, I do maeil gamsahalge, my love The days when we will spend together, I do Everyday will my heart be thankful, my love
(Kyuhyun) Orae jeonbuteo neoreul wihae junbuhan Nae sone bitnaneun banjireul badajwo I have prepared this (ring) for you since a long time ago, Please take this shiny ring in my hand
(Yesung) Oneulgwa gateun mameuro jigeumui yaksok gieohalge Would you marry me? Just like the mood today, remember the promise that we're making now Would you marry me?
(Sungmin) Pyeongsaeng gyeote isseulge, I do Neol saranghaneun geol, I do Neungwa biga wado akkyeojuyeonseo, I do Neoreul jikyeojulge, I do... To accompany you for the whole lifetime,I do To love you, I do Regardless of snow and rain, I will be there to protect you, I do Let me be the one to protect you, I do...
The only thing that I can give you is love Although it's insignificant Even though there are areas which I lack I will protect the love between us, me and you Let's make a promise, no matter what happens we will still be in love And even so...
(Background) I do Neul daega isseulga, I do Uri hamkkehaneun malheun nal dongan, I do Maeil gamsahalge, my love I do I will always be by your side, I do The days when we will spend together, I do Everyday will my heart be thankful, my love
(Ryeowook) Nawa gyeolhanhaejurae? I do Will you marry me? I do
Pikirannya melayang diiringi lagu request dari Kim Bum.
“Aku tidak pandai bersikap romantis dan berkata-kata manis, tapi aku belajar untuk mencobanya... ternyata kelihatan konyol...” ujar Kim Bum merendah.
“Oh... God. Apakah sebenarnya pria ini diam-diam adalah pemikat hati wanita?” Kim So Eun membatin.
Lalu Kim So Eun mendengus pelan, “Sepertinya... ketika zamanmu SMA, para gadis mengejar-ngejarmu?”
Kim Bum tertawa pendek. “Ini bukan apa-apa, Kim So Eun... Kau sudah terbiasa hal seperti ini kan?”
“Kau diam-diam menghanyutkan...” tambah Kim So Eun. “Kau ini memang ingin mengujiku ya?” tanyanya kemudian, dan terdengar curiga.
Kim Bum tiba-tiba meraih tangan Kim So Eun, lalu menggenggamnya. “Aku hanya bermaksud ingin membalas menaklukkanmu…” ujarnya, “Karena kau telah menaklukkan ini…” sambung Kim Bum sembari mengarahkan tangan Kim So Eun ke dadanya.
Kim So Eun jadi nge-blank untuk segera cepat menyahuti rayuan Kim Bum.
“Oh God. Apa jangan-jangan pria ini adalah mantan playboy?!” batin Kim So Eun.
Kemudian Kim Bum menghentikan mobilnya.
“Kenapa berhenti?”
“Menurutmu kenapa tiba-tiba pria menghentikan mobilnya ketika di dalamnya ada wanita yang disukainya?” tanya Kim Bum balik, sambil memandang ke arah Kim So Eun.
Kim So Eun mengernyitkan alisnya, pertanda heran.
Mereka bertukar pandang.
Kim So Eun melihat Kim Bum melemparkan sorot mata yang tajam hingga dia tak sanggup membalasnya.
“Aku ingin cepat pulang!” seru Kim So Eun sambil memalingkan wajahnya.
“Aku belum bisa membawamu pulang...”
“Kenapa?”
Kim Bum mendekatkan badannya ke arah Kim So Eun.
“Dia akan menciumku...!” pikir Kim So Eun.
Tubuh mereka berdempetan dan kedua wajah mereka berdekatan.
Kim So Eun memejamkan matanya.
“Hey, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Kim Bum seraya menepuk kening Kim So Eun pelan.
Kim So Eun membuka matanya perlahan.
Pintu mobil sisi kiri sudah agak terbuka.
“Bensin mobilku kehabisan, pom bensin masih agak jauh. Jadi kita pulang naik taxi saja. Ini sudah malam, aku tidak enak dengan orangtuamu membawa putrinya pulang lebih malam lagi...”
“Oh... god!! Aku terkecoh!! Pria ini... sengaja mengecohku!”
Sesampai di rumah...
“Aku harus segera mengurus mobilku...” Kim Bum pamit.
Kim So Eun mengangguk.
“Nanti kutelpon!” sambungnya.
Pria itu langsung masuk ke dalam taxi.
Kim So Eun tertegun.
“Pria ini... sungguh diam-diam menghanyutkan... Dia bisa tiba-tiba membuat jantungku serasa jatuh ke mata kaki...”
“Kau sudah terbiasa dengan berbagai macam pendekatan bukan? Aku tidak bertele-tele untuk membuatmu penasaran padaku, dan aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengatakan ini...”
“Aku menghargai kejujuranmu... tapi beri aku waktu untuk menjawabnya...”
Kim So Eun menawar.
“Aku pernah bersedia menunggu jawaban dari seorang wanita selama dua tahun, ternyata dia memutuskan untuk menikah dengan pria lain, kuharap kau tak seperti itu. Jika kau sejak awal meragukanku, katakan saja.”
“Akan kuberi jawabannya besok.”
Saat perjalanan pulang, Kim So Eun dan Kim Bum sama-sama terdiam. Kim Bum seolah-olah fokus menyetir, sedangkan Kim So Eun memandang ke arah luar jendela.
Kemudian Kim Bum berinisiatif menyalakan radio untuk mencairkan suasana.
“Kim So Eun...”
“Ya?”
“Bisa bantu aku?”
“Apa?”
“Tolong carikan frekuensi 101,1 FM...”
Kim So Eun menurutinya.
“Kau suka mendengarkan radio teenager rupanya??” ujar Kim So Eun diikuti tawa pendek, “Kebetulan aku juga suka mendengarkan ini...”
Kim Bum tersenyum. Sebenarnya, dia memang sudah tahu bahwa Kim So Eun hobi mendengarkan radio, dan frekuensi radio favoritnya adalah 101,1 FM.
Saat ini, stasiun radio tersebut sedang membuka request time.
“Tepat jam setengah sepuluh malam, waktunya aku… Eunhyuk membuka request flash. Siapa yang jadi penelpon flash malam ini, Aku juga akan flash putarkan lagu request dari kalian... “
Tiba-tiba Kim Bum memasang headset ponselnya ke kedua telinga masing-masing, lalu menekan keypad-nya. Sepertinya hendak menelpon seseorang.
“Hey, tidak baik menelpon sambil menyetir!” tutur Kim So Eun.
Kim Bum tidak menghiraukannya.
“Hallo... New Moon FM, selamat malam...”
“Selamat malam...”
“Dari siapa, dimana?”
“Kim Bum, on the way, di Fremantle Road...”
Kim So Eun terkejut. Seketika dia menoleh pada Kim Bum. Pemuda yang sedang online di radio sekarang memang benar-benar Kim Bum.
“Baiklah. Tn. Kim Bum, anda mau request flash lagu apa?”
“Lagu dari Super Junior...”
“Yang judulnya...?”
“Marry U...”
“Baiklah. Satu orang saja yang ingin anda kirimi salam saat ini?”
“Seseorang yang sedang bengong di sebelahku...”
“Hehehe... siapa dia? Pasti ehem... ehem...” goda si penyiar.
“Hehehe...” Kim Bum hanya tertawa lunak.
“Calon istri ya?”
“Hehehe... Terima kasih, Eunhyuk, setidaknya dugaanmu bisa membuatnya tersenyum sekarang...” jawabnya setelah melirik Kim So Eun.
“Hahaha... Oh ya? Baiklah, aku langsung putarkan sekarang ya!”
“Hmm, apa bedanya jika itu sebuah perasaan atau harapan? Apakah itu berguna untukmu? Bukankah kau hanya bertanya tadi...?”
Pria itu tersenyum lebar. “Ya, kau benar...” Dia tersekak mat.
Hening sesaat.
“Kim So Eun, izinkan aku bertemu dengan orang tuamu...”
Kim So Eun tersedak. “A.. apa maksudmu?”
“Pasti aku adalah pria yang pertama kali berkata seperti itu padamu?”
“A.. apa maksudmu berbicara seperti itu?”
“Kau pasti sudah banyak pengalaman dan wawasan, segalanya... tentang pria, tapi pria itu bukan aku...”
Kim So Eun memandang Kim Bum dengan serius.
“Kau perlu belajar untuk mengerti jenis pria sepertiku...”
Kim So Eun terbahak. “Baiklah. Lalu apa hubungannya kau mau bertemu dengan orang tuaku... dan aku perlu belajar untuk mengerti jenis pria sepertimu? Coba jelaskan, hmm?” tanya Kim So Eun dengan menyunggingkan senyum, menantang Kim Bum.
“Aku ingin bertemu orang tuamu untuk melamarmu...” jawab Kim Bum to the point.
Kim So Eun sedikit terkejut.
“Dan jika nanti kau sudah belajar untuk mengerti jenis pria sepertiku, kau akan merasakan jatuh cinta lagi...”
“Hahaha... kau percaya diri sekali!” tanggap Kim So Eun dengan tertawa meremehkan.
“Dengan pengalaman dan wawasanmu tentang pria, kau sendiri yakin kan... bisa membuat pria tertarik padamu? Jadi, buatlah aku jatuh cinta padamu dengan caramu... Dan aku juga akan membuatmu jatuh cinta padaku dengan caraku,” jelasnya. “Di dalam ikatan pernikahan kita...” sambungnya.
Kim So Eun menatap Kim Bum, menelusuri letak kebohongan dalam sorot mata pria 30 tahun itu. “DAMN! Aku tak menemukannya!” batin Kim So Eun.
Kim So Eun tertawa lunak, “Entah kenapa, aku jadi kesal, karena tidak bisa melihat kebohongan darimu.”
“Aku tipe orang yang bisa dipercaya. Dan aku sudah siap bertemu dengan orang tuamu...”
“Oh? Jangan membuatku tertawa! Kau pria dewasa dan sangat matang, kenapa tingkahmu seperti pemuda yang berpikir spontan...?”
“Kenapa berkata seperti itu?”
“Kita baru berkenalan sebulan ini, kau sudah langsung yakin akan menikahiku? Kau jangan gegabah...”
“Hahaha... Jangan membuatku tertawa!” balas Kim Bum, “Apa kau ingin kita pacaran dulu? Seperti anak-anak muda? Begitu maumu?””
“Keputusan menikah itu bukan main-main...” jawab Kim So Eun.
“Aku tidak main-main, Kim So Eun. Aku akan memberimu keyakinan bahwa aku adalah pilihan yang baik untukmu... Dan setelah kita menikah, aku akan menunjukkan dan membuatmu mengerti cinta yang tak pernah kau kira...” Kim Bum memberi jeda bicara, “Kecuali, kau tidak bisa menerima lamaranku, aku akan menghargainya, tapi itu jelas bukan yang kumau…”
Mata Kim So Eun membulat.
“Aku serius ingin menikahimu… Kim So Eun. Dan aku benar-benar tertarik untuk membuatmu tertarik padaku... Benar-benar aku ingin membuktikannya dalam ikatan pernikahan, Kim So Eun...”
“Kenapa sampai sekarang kau belum punya kekasih lagi?”
“Karena belum ada yang bisa membuatku jatuh cinta lagi...”
“Dari sekian pria yang mendekatimu?”
“Semuanya bisa terbaca, tak ada yang bisa membuatku penasaran, dan belum bisa menyentuh hatiku.”
Dia diam sejenak....
“Hingga aku jenuh dengan pendekatan-pendekatan lagi. Saat ini aku sudah merasa lelah mencari... dan menunggu...” imbuh Kim So Eun.
“Apa maksudmu, kau tidak ingin menikah?”
“Aku juga tidak bilang begitu...”
Kim Bum menanti kelanjutan ucapan Kim So Eun.
“Aku sekarang fokuskan pada pekerjaanku..."
Sejenak Kim So Eun diam lagi.
"Masalah percintaan... aku sudah pasrah...”
Kim Bum tertawa pendek. “Dokter cinta menyerah pada cinta!”
“Hmm... tertawalah! Aku pun sudah terbiasa menertawakan diriku sendiri! Aku sudah banyak membantu masalah percintaan orang-orang, tapi aku tidak bisa mengatasi masalah percintaaanku sendiri, bukankah itu sangat lucu?”
Kim Bum tersenyum. Bukan karena menganggap perkataan Kim So Eun lucu, tapi justru excited dengan kenyataan yang sedang merundungnya.
“Semakin banyak mengerti tentang pria, justru menjadi boomerang... Mereka jadi tidak menarik, di situ permasalahannya...”
“Memangnya seberapa mengerti kau tentang pria?”
“Kenapa kau bertanya itu?”
“Dari apa yang kau katakan, sepertinya kau bisa mudah membuat pria-pria tertarik padamu?” selidik Kim Bum.
“Dari apa yang kau katakan, sepertinya kau mau mengujiku?”
Tawa Kim Bum lepas, “Aku hanya bertanya... ”
“Seberapa mengerti kau tentang pria?” ulangnya.
“Sangat banyak mengerti....”
“Dalam hal apa?”
“A lot of things...”
“Wow, apakah kau bisa mengerti isi pikiranku?”
Kim So Eun dan Kim Bum saling beradu pandang.
“Hm, sepertinya ya, tapi belum saatnya aku mengatakannya.”
“Katakan saja,” tutur Kim Bum dengan menyunggingkan senyum.
“Kau yakin?”
Kim Bum mengangguk tanpa melepas senyumnya.
“Baiklah... Terserah jika kau mengatakanku besar kepala ataupun GR. Kurasa, kau sendiri sudah mulai tertarik padaku,” tukas Kim So Eun tenang, lalu meminum capucinno-nya.
Kim Bum tertawa kecil.
“Itu perasaanmu atau harapanmu?" godanya sekaligus menguji Kim So Eun.
Title : I Love You, But I Hate You More Genre : Romance Author : Sweety Qliquers Episode : 3 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 22 Oktober 2011, 04.47 PM Cast : Kim Bum Kim So Eun
Kim So Eun dapat merasakan hembusan angin halus dari mulut Kim Bum membelai-belai wajahnya. Gadis itu kaku, kelu tak mampu menjawab. Ia hanya berdiri mematung tak berkedip menatap ke arah mata Kim Bum yang tiba-tiba saja menjadi asing baginya. "Tapi,... kenyataannya kau tidak begitu penting, Kim So Eun! Atau mungkin sama sekali tidak penting!" katanya tegas dan tetap dingin.
Seperti palu godam yang diayun untuk meruntuhkan tembok Berlin. Sehancur itulah hati Kim So Eun. Tanpa sadar gadis itu mundur selangkah sambil menggeleng tak percaya. Tidak.... Ini bukan Kim Bum! Dia mana berani begini! Ini tidak terjadi! Kim Bum harusnya diam dan mengalah jika mereka bertengkar!
Kim Bum menyeringai dingin. Lalu mundur selangkah. Tersenyum puas ketika melihat wajah Kim So Eun membeku. Dia sama sekali tidak menduga ini! Pikirnya.
"Kita putus!" ulang Kim Bum, ringan. Seolah sebuah beban maha berat baru saja terangkat dari pundaknya.
Semilir angin sepoi membelai hatinya yang sekarang terasa begitu lega. Kalimat berikutnya ia utarakan seringan kapas. Ia sendiri pun hampir tak percaya bahwa hanya sejengkal saja kedalaman sumur cintanya terhadap Kim So Eun walaupun jauh di lubuk hatinya, masih ada sebuah bandul ukuran sedang yang sedang bergelayut.
Kim So Eun terpaku. Ia tidak siap dengan semua ini. Ia menyayangi Kim Bum. Itu jelas dan sangat jelas! Kim Bum tidak boleh seenaknya saja memutuskannya! Ini tidak boleh terjadi.
"Kau becanda kan, Kim Bum...?" Akhirnya gadis itu bersuara, serak dan patah. Ia lantas diam, menatap Kim Bum, setengah berharap jika pemuda itu akan menunjukan seringai bodohnya dan berkata bahwa ia tidak serius dan main-main saja. Lalu dunianya kembali gelap, lebih gelap dari sebelumnya ketika samar-samar, melintasi embun tebal yang mulai mengumpul di matanya, ia melihat Kim Bum menggeleng.
"Maaf. Tapi dengan keadaan seperti ini, aku rasa kita tidak akan bisa bertahan. Percuma...."
"Aku bisa berubah!" Kim So Eun maju, mengguncang kedua lengan Kim Bum seolah ingin menyadarkannya dari otaknya yang tak beres. "Kalau kau inginkan,... aku bisa berubah! Aku akan lakukan apa saja, asal kau mau memberiku kesempatan."
"Aku rasa, ini saatnya dimana seseorang mengatakan kalau semuanya.... mm... terlambat." Kim Bum berkata meski suaranya selemah hatinya. Haruskah...? Tapi saat itu, ia merasa itulah yang harus dilakukan. Ia hanya tidak dapat kembali... seberapa pun ia sangat menginginkannya. " Maaf...."
Itu kalimat terakhir yang keluar dari mulut Kim Bum sebelum ia memutar tubuhnya dan berlalu pergi, meninggalkan Kim So Eun yang masih termangu, berdiri membeku. Memandangi mantan kekasihnya yang semakin menjauh, ia pun jatuh, berlutut, dan menangis keras. Menyesal... tapi, lalu apa....?
Ini saatnya dimana seseorang mengatakan kalau semuanya... terlambat...!
Mengingat kalimat itu, air matanya semakin deras mengalir. Tangisnya semakin keras. Namun Kim Bum telah pergi. Dia tak akan mendengar suara tangisnya dan mungkin.... tidak mau mendengar lagi.
"Kim So Eun cukup!" kali ini nada bicara Kim Bum mulai meninggi juga. Bagaimanapun, akhirnya salju di gunung Himalaya toh bisa meleleh.
"Kau boleh marah, tapi bukan berarti kau bebas bicara tentangku seperti itu!" Pemuda itu berhenti sejenak, menunggu reaksi Kim So Eun.
Tidak ada! Hanya wajah Kim So Eun yang memerah dan kali ini suara dengusan dari hidungnya semakin kencang. Ia melanjutkan, "Masalahnya memang simple! Aku terlambat karena aku harus latihan band. Itu mimpiku dan itu hidupku. Jadi,... yang kau harus lakukan adalah berhenti berpikir bahwa aku tidak punya kehidupan selain dirimu!"
That's it! Sudah cukup ia mendengar teriakan Kim So Eun setahun ini. Sudah cukup ia berkali-kali harus membuang muka di got karena harus bertengkar dengan gadis itu di depan anak-anak satu kampus. Sudah cukup dia minta maaf dan menyembah-nyembah untuk sebuah kesalahan kecil,... walaupun sering. Sudah cukup dia menelan kalimat kasar setiap kali mereka bertengkar. Ya! Sudah cukup semua tentang Kim So Eun... Seberapa pun cantiknya gadis itu. Seberapa pun ia masih menyayanginya. Enough is enough!
“Maksudmu apa?!” ia menantang Kim Bum.
"Aku bilang, sudah cukup semua tingkah kekanak-kanakanmu itu! Sudah cukup kau bertindak seolah-olah kau yang berkuasa atas hidupku! Sudah cukup aku menghadapi kelakuanmu! Cukup semuanya!" Kim Bum terdiam sesaat. Dia berpikir sejenak sebelum melanjutkan, "Kau.... Hubungan ini!"
Kim So Eun sekarang ternganga, mirip mulut ikan mas koki tidak kebagian jatah makanan. "Apa kau mau bilang?! Kau mau putus dariku?"
Ucapan Kim Bum membuatnya bertambah marah. Suaranya tak kalah tinggi dengan sebelumnya. "Aku... kekanak-kanakan?! Apa kau tidak salah, hah? Memangnya siapa yang selama ini selalu bertindak seenaknya?! Memangnya siapa yang selalu egois?! Kau! Itu kau, Kim Bum." sanggah Kim So Eun, kembali dengan suara meninggi.
Putus?! Lalu apa?! Aku tidak akan mengalah! Dia cinta mati padaku! Dan jangan pikir aku takut dengan gertakannya! Dia tidak akan memutuskanku... tidak akan sanggup! Itu saja yang terus-menerus diulang Kim So Eun dalam hatinya. Ia takkan kalah.
Kim Bum tersenyum satir, membuang pandangannya ke arah pohon kecil di sampingnya untuk sesaat. Sore di tepi danau itu masih sunyi, sangat sunyi. Kim Bum dapat mendengar suara tarian daun yang bergemerisik di ujung dahan. Ini tempat dan waktu yang tepat untuk menyudahi semuanya. Ia menghela napas, lalu kembali menatap Kim So Eun. Rasa ragu... berat hati... tapi, sama sekali bukan sedih.... Itulah yang ia rasakan saat ini.
"Hm..." Kim Bum mengguman seraya tersenyum kecut lalu berkata, "Kau pikir aku main-main, kan? Hanya menggertak?" Kim Bum maju beberapa langkah hingga hidungnya hampir menyentuh hidung Kim So Eun. "Kau benar-benar yakin kalau kau sepenting itu bagiku?" Pemuda itu berkata pelan, dingin, dan setenang air danau yang menghampar di samping mereka.
"Kenapa kau tidak jujur saja padaku, Kim Bum?! Katakan saja terus terang!"
"Aku juga dari tadi sudah jujur dan terus terang, tapi kau yang tidak mau dengar!"
"Oh, aku?! Jadi, sekarang kau menyalahkanku?!" Kim So Eun berang. Matanya nanar memandang Kim Bum yang masih berusaha tenang.
Bila sepasang kekasih bertengkar, paling tidak salah satu harus ada yang berkepala dingin, pikir pemuda itu.
"Kau yang datang terlambat!" katanya menunjuk ke arah wajah Kim Bum.
"Kau yang ingkar dengan janjimu sendiri! Dan sekarang kau mau menyalahkanku?!" balas Kim So Eun marah.
“Hebat sekali kau, Kim Bum?!" bentaknya masih belum puas. Wajahnya yang mulus putih berubah kemerahan karena marah.
Kim Bum menarik nafas, mencoba bersabar. Tersengik-sengik seperti orang asma. Toh, semua ini memang bermula dari kesalahannya.
Jadi, sabar.... Dia berhak marah. Kalimat itulah yang berulang bernyanyi di kepalanya.
"Baiklah, aku minta maaf," katanya datar, sedatar padang savana.
"Maaf?!" suara Kim So Eun menggelegar. Matanya melotot tajam ke arah pemuda yang baru setahun resmi jadi kekasihnya itu.
"Ouw... How sweet! Maaf?! Maaf Bullshit! Maaf yang sama untuk semua kesalahan yang sama! That's bullshit!!! You hear it!!"
Kim Bum terkesiap, melongo, dan memandang lekat Kim So Eun dengan tatapan bingung. Gadis itu berteriak dan marah-marah sejadinya. Kesurupan jin atau apa? Kim Bum tak habis pikir, dan tak henti-henti menghela nafas berat, kepalanya berputar-putar mendengar bentakan-bentakan Kim So Eun.
Ya, dia memang terlambat... dan bukan yang pertama kali, tapi my God... It's not like he killed someone! Ada apa dengan Kim So Eun?! Haruskah semarah ini untuk setiap kesalahan kecil? Atau memang beginilah Kim So Eun?
Kim Bum masih ingat bagaimana Kim So Eun cemburu pada sahabat-sahabatnya sendiri gara-gara sering mengobrol dengannya. Dan cemburunya tidak tanggung-tanggung, langsung marah-marah di hadapan anak-anak satu kampus. Oh, jangan lupakan juga ketika Kim So Eun menyambanginya di tempat latihan band, kemudian marah-marah tidak jelas kepadanya di depan teman-teman bandnya.
Butuh seluruh kesabaran bagi Kim Bum untuk mampu bertahan dan tidak melakukan hal-hal kasar pada Kim So Eun. Percaya tidak percaya, kejadian seperti ini lama-lama sudah jadi menu hariannya.
"Apa kau harus seperti ini, Kim So Eun? Itu hanya kesalahan kecil. No Big Deal!"
Mata Kim So Eun kembali melotot mendengar ucapan Kim Bum. Hidungnya kembang-kempis mirip banteng yang sedang mengamuk. Mulutnya monyong-monyong mengingatkan Kim Bum pada gaya seorang peramal ketika membaca bola kristal. Upps....sial! Pikir pemuda itu. Tiba-tiba, alam bawah sadarnya melihat Kim So Eun mengayunkan pedang ke arah lehernya. Tanpa sadar pemuda itu mengusap-usap tekuknya. Bulu kuduknya berdiri sama tingginya ketika ia menonton film Horo!
"NO... BIG... DEAL...!" Kim So Eun bicara kembali dengan intonasi tinggi, seolah-olah gadis itu tidak tahu bagaimana bicara tanpa teriak. Artikulasinya sempurna tanpa cacat.
"Ya! Menurutmu semua hal itu NO BIG DEAL! Semua kesalahanmu! Semua janj-janji brengsekmu! Semua tingkahmu yang siap meniduri semua gadis di dunia ini! YES.... NOTHING IS BIG DEAL TO YOU! Aku ini hanya...."
Title : Kutukan Cinta Genre : Romance Author : Sweety Qliquers Episode : 7 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 24 Oktober 2011, 10.44 AM Cast : Kim Bum Kim So Eun Nichkhun of 2PM Lee Donghae of Super Junior Park Ji Yeon of T-Ara Baek Suzy of Miss A
Di teras, ia kebetulan bertemu dengan Nichkhun dan Lee Donghae yang sedang bermain gitar. Melihat Kim Bum pulang dengan langkah gontai mereka membatin kali ini mungkin Kim Bum ditolak lagi.
"Kenapa?" tanya Lee Donghae.
Kim Bum tetap lesu dan tak menjawab.
Lee Donghae dan Nichkhun saling berpandangan.
Tiba-tiba Kim Bum terduduk lesu di sudut teras.
“Kenapa untuk mendapatkan seorang gadis saja susahnya setengah mati?” Katanya dengan lesu.
Kim Bum pun menangis dengan sejadi-jadinya diiringi jeritan-jeritan histeris, sambil menumpukan kepalanya pada lututnya.
Lee Donghae dan Nichkhun segera mendatangi Kim Bum. Hampir tuli telinga Lee Donghae dan Nichkhun karena Kim Bum dengan kerasnya menjerit, "Cintakuuu pergiiii lagiiiii! Oh Tuhan, hilangkan kutukan cinta ini…."
"Aku sudah tahu kalau kau akan bilang begitu, makanya aku mau kau ajak kemari karena aku juga ingin mengatakan sesuatu," jawab Kim So Eun.
Tiba-tiba Kim Bum merasakan ada firasat tidak enak dari ucapan Kim So Eun itu.
Ditahannya semua perasaan agar raut mukanya tetap tenang.
Kim So Eun melanjutkan perkataannya lagi sambil memegang tangan Kim Bum.
"Kim Bum, maafkan aku. Aku tahu kau orang yang baik, tapi maaf… aku tidak bisa menjadi kekasihmu. Aku mau punya kekasih yang selalu ada di dekatku. Kalau aku jadi kekasihmu, aku akan ditinggal terus karena kau selalu keliling kota lain untuk Show. Belum lagi kalau kau harus Show ke luar negeri dan menyiapkan album-albummu bersama Chocolate Day, kapan aku bisa bertemu denganmu?"
Penolakan terang-terangan itu sungguh menusuk hati Kim Bum.
Bagaimanapun seringnya ia ditolak wanita, tapi sungguh rasanya tetap saja tidak enak ditolak wanita yang menjadi idamannya.
"Aku kan tinggal di kota ini, aku pasti akan selalu pulang kemari," tegas Kim Bum.
Kim So Eun tersenyum lagi dengan manisnya.
"Iya, tapi aku bukan tipe wanita yang bisa ditinggal-tinggal."
Susah payah Kim Bum meyakinkan Kim So Eun bahwa kecemasan yang dikatakan Kim So Eun tadi bisa diatasi dengan mudah.
Toh Kim So Eun tetap menggeleng. Wanita lembut ini rupanya punya hati sekeras batu yang susah ditaklukan. Semua usaha untuk meyakinkan Kim So Eun selalu mentok terbentur pada batu itu. Tak ada jalan lain bagi Kim Bum.
Kim Bum melihat Kim So Eun cantik sekali dengan riasan tipis.
Hatinya berbunga-bunga dan rasanya matanya tak bisa lepas memandangi Kim So Eun. Caranya tersenyum, caranya bicara, caranya makan, minum, semua menyenangkan untuk dilihat.
"Malam ini kau cantik sekali," kata Kim Bum.
"Oh? Jadi biasanya jelek?" Kim So Eun tersenyum.
"Oh, maaf. Bukan. Bukan itu maksudku." Kim Bum meralat perkataannya.
"Jadi?"
"Maksudku... mmm... dari pertama kali kita bertemu, kau sudah terlihat sangat cantik Kim So Eun. Sejak saat itu, aku sudah menyukaimu."
"Eh, kau itu memang pandai merayu ya," Kim So Eun melengos.
"Eh, itu benar. Kau itu... mmm... gadis yang pintar, rendah hati, dan tidak suka kehidupan hura-hura. Aku benar-benar menyukaimu, Kim So Eun."
Kim So Eun diam saja. Lalu mereka membahas soal lain.
Setelah hampir satu jam mereka berbincang sambil makan malam, Kim Bum merasa sudah saatnya mengutarakan isi hatinya dengan lebih sungguh-sungguh. Ia yakin Kim So Eun punya perasaan yang sama.
"Aku menyukaimu, Kim So Eun. Mudah-mudahan kau punya perasaan yang sama denganku. Apa kau mau menjadi kekasihku?" tanya Kim Bum usai mengeluarkan isi hatinya pada Kim So Eun.
Batu besar yang selama ini mengganjal hatinya seolah lepas.
Kim So Eun tersenyum tipis. Gadis cantik itu menyeruput Cappucino-nya dengan pelan. Kemudian terlihat ia menghela nafas.
"Sudahlah, Tentang Park Ji Yeon jangan dibahas lagi. Aku sudah bebas," kata Kim Bum.
Nichkhun dan Lee Donghae saling berpandangan.
Menurut bisik-bisik yang beredar, Kim Bum tidak mau punya istri yang asalnya dari status ekonomi sosial tinggi karena khawatir ketika berumah-tangga malah menginjak-injak dirinya sebagai suami.
Entahlah bisik-bisik itu benar atau tidak, hanya Tuhan dan Kim Bum yang tahu.
"Kau belum bebas, Kim Bum." kata Lee Donghae.
"Maksudnya?" Kim Bum bertanya.
"Park Ji Yeon itu bisa dibilang sempurna, tapi malah kau tolak begitu saja. Kutukan dari orang yang teraniaya itu... biasanya sakti," kata Lee Donghae.
Nichkhun dan Kim Bum tertawa saja.
Walau begitu, mungkin perkataan Lee Donghae itu ada benarnya juga.
Sejak saat itu teman-temannya di Chocolate Day mengatakan bahwa sulitnya Kim Bum mencari kekasih mungkin karena kutukan dari Park Ji Yeon.
Kim Bum hanya bisa tersenyum simpul kalau teman-temannya menggoda demikian, tapi lama-lama kesal juga. Sejak lepas dari Park Ji Yeon, mencari wanita untuk dijadikannya kekasih, susahnya minta ampun.
Dan malam ini... Kim Bum akan menemui Kim So Eun untuk menyatakan cintanya.
Apakah kutukan itu masih berlaku?
"Mau kau ajak kemana dia?" tanya Nichkhun lagi.
"Makan malam romantis," jawab Kim Bum.
Tiba-tiba dari pintu kamar yang terbuka itu muncul Lee Donghae yang menyeruak ingin tahu bau wangi apa yang tadi sempat menerpa hidungnya itu.
"Siapa yang pakai parfum wangi sekali ini?" tanya Lee Donghae.
Nichkhun menunjuk Kim Bum. Yang ditunjuk belagak cuek.
"Sudah ya. Aku sudah hampir terlambat. Kasihan Kim So Eun kalau dia yang datang duluan," kata Kim Bum sekaligus pamit. Ia keluar Dorm dan menuju tempat makan malam yang diharapnya akan romantis.
Makan malam itu berlangsung di restoran sebuah hotel mewah di kota itu.
"Benar, kau tidak mau menjadi kekasihku?" Park Ji Yeon seolah tidak percaya.
Cintanya sudah total. Kesetiaannya total. Komitmennya tidak perlu diragukan lagi. Ayah ibunya mendukung. Kalau soal cantik? Tidak perlu lagi dibahas. Sedangkan bintang-bintang hallayu saja iri dengan kecantikan Park Ji Yeon. Serasa penolakan Kim Bum itu mustahil.
Susah payah Kim Bum menjelaskan pada Park Ji Yeon.
Park Ji Yeon akhirnya menerima, toh dia menangis seharian pada hari itu.
"Sudahlah, Park Ji Yeon. Wanita seistimewa dirimu, tentu bisa mendapatkan pria yang lebih segalanya dibandingkan aku...."
Selesai dengan Park Ji Yeon, urusan dengan Ayahnya juga membuat Kim Bum ketar-ketir.
Syukurlah setelah puas membentak-bentak Kim Bum berhari-hari... ayah Park Ji Yeon yang anggota polisi berpangkat tinggi itu pada akhirnya tidak memaksakan kehendak dan mau mengerti bahwa perjodohan Kim Bum dan Park Ji Yeon tidak bisa dipaksa.
Sejak itu kabarnya Park Ji Yeon pergi ke Paris dan bekerja di sana. Sementara itu Kim Bum dan teman-temannya di Chocolate Day semakin sukses dalam dunia hiburan.
Seingat Nichkhun, selama tiga tahun ia bersama-sama Kim Bum di Boyband Chocolate Day, sudah tiga kali Kim Bum patah hati. Ups, sebetulnya bukan patah hati. Sebelum berhasil menjadikan wanita-wanita itu sebagai kekasihnya, Kim Bum sudah ditolak duluan.
Serasa kutukan itu benar-benar masih berlaku....
Kim Bum punya wajah yang tampan.
Sebagai Idol Boyband tentu badannya fit nan atletis.
Soal materi Kim Bum juga tidak kekurangan. Karena Chocolate Day salah satu Boyband terkenal di Korea dan bayaran mereka tergolong besar. Wanita mana yang tidak suka lelaki bertubuh atletis dengan uang berjejalan? Ah, namun rupanya hal itu belum berlaku bagi Kim Bum. Pada usianya sekarang yang sudah dua puluh dua tahun ia susah sekali mendapatkan wanita tempat curahan cintanya.
Sekian tahun lalu....
Saat bintang terang baru bersinar. Banyak wanita terpukau pada penampilan Kim Bum dan teman-temannya di Chocolate Day di atas panggung. Lalu Park Ji Yeon itu datang.
"Park Ji Yeon, Park Ji Yeon siapa?" kata Kim Bum.
"Cantik. Kaya. Ayolah, Kim Bum." kata Nichkhun.
Kim Bum pikir Park Ji Yeon seperti gadis lainnya, ternyata berbeda.
Cantiknya bisa membuat semua teman-temannya di Chocolate Day ternga-nga. Tapi semuanya serasa serba salah.
Berminggu, berbulan-bulan waktu berlalu....
Akhirnya Kim Bum mengambil keputusan.
"Apa?!! Kau menolak Park Ji Yeon? Apa kau sudah gila?!" kata Nichkhun.
Kim Bum mengangguk.
"Kenapa?"
Kim Bum menggeleng.
Setelah Nichkhun dan teman-teman lain mendesak habis-habisan, barulah Kim Bum menerangkan alasannya.
"Dia terlalu kaya. Terlalu cantik..."
"Hah?!!! Ada-ada saja kau ini! Masa' karena itu alasannya?" Lee Donghae garuk-garuk kepala. Nichkhun tidak bisa berkata-kata lagi.
Memang itu alasannya. Ada-ada saja.
"Baiklah, kuakui dia itu memang cantik. Kaya juga. Tapi... aduh, masa' setiap kali kita Show,... ke kota manapun,... dia ikuti terus?"
"Diikuti orang cantik itu kan enak?" kata Nichkhun.
"Tapi kalau overdosis sampai ke toilet pun dibuntuti, bagaimana...?" Kim Bum berkilah.
Nichkhun terdiam. Setiap Kim Bum bersama Chocolate Day show di kota manapun, Park Ji Yeon memang selalu datang melihat penampilannya. Ngefansnya agak berlebihan.
"Nah, jadi kau paham kan?" kata Kim Bum.
Nichkhun mengangguk, tapi lalu dia bilang lagi, "Eh, teman-teman semuanya, di Chocolate Day... senang, kalau kau berjodoh dengan Park Ji Yeon. Ayahnya kan berpotensi jadi pemberi Sponsor besar untuk Chocolate Day kalau Park Ji Yeon bisa jadi istrimu?"
Kim Bum tetap menggeleng.
"Aku hanya ingin focus dalam karir, Aku ingin bisa membawa Chocolate Day go internasional. Dan... adanya orang seperti Park Ji Yeon itu... merusak konsentrasiku. Iya kan?"
Nichkhun mengangguk dengan lesu.
"Memang. Dia tidak hanya merusak konsentrasimu, tapi merusak konsentrasi kita semua," katanya.
Baru selangkah pergi, Nichkhun lalu berbalik lagi. "Eh, aku rasa kalau kau menolaknya, sepertinya itu tidak mudah. Ayahnya kan seorang anggota polisi yang berpangkat tinggi, benar tidak?"
"Itu aku tahu! Tidak usah dibahas. Justru dari tadi itu aku resah karena memikirkan itu!" kata Kim Bum gemas.
Penampilan Kim Bum rapi sekali. Tubuhnya menebarkan bau harum bagi hidung siapapun yang kebetulan lewat di dekatnya.
Melihat penampilan Kim Bum yang seperti itu, dari balik pintu kamar Kim Bum yang terbuka, Nichkhun masuk dan tak tahan untuk tak berkomentar.
"Rapi sekali, apa kau mau menghadiri sebuah pesta?" ujar Nichkhun sambil senyum-senyum.
Yang ditanya diam saja namun menebarkan senyum lebar sambil menggeleng. "Mau kencan."
Nichkhun mengangkat sebelah alisnya.
"Dengan siapa?" tanya Nichkhun penasaran.
"Wanita cantik," jawab Kim Bum singkat.
Malam sudah menanjak tinggi waktu Kim Bum mematut dirinya di cermin.
Matahari sudah resmi berganti tugas dengan bintang dan bulan di malam yang cerah ini. Keramahan sinar bulan membuat suasana di Dorm yang penghuninya para anggota boyband 'Chocolate Day' ini terasa menyenangkan.
Dorm semakin sepi.
Banyak penghuninya yang sedang makan malam dengan keluarganya. Ada juga yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan terdekat.
Yang tersisa tinggallah beberapa penghuni yang mengisi waktu dengan bermain playstation atau menonton DVD. Mereka yang masih tinggal itu termasuk Kim Bum dan Nichkhun.
"Siapa wanita cantik itu?" tanya Nichkhun penasaran.
"Kim So Eun."
"Kim So Eun siapa?"
"Teman adikku, Baek Suzy."
"Bagaimana ceritanya?"
"Aku dikenalkan oleh adikku itu tiga bulan lalu. Tiga bulan waktu yang cukup untuk saling mengenal. Hari ini aku akan memintanya jadi kekasihku," Kim Bum antusias. Nada suaranya sumringah bersemangat.
"Apakah kali ini bisa berhasil?"
"Doakan aku, ya."
"Wah, senangnya! Semoga kau berhasil merebut hatinya!" Nichkhun menepuk-nepuk pundak rekan segrupnya itu bermaksud memberi dukungan.
Mereka berpandangan. Nichkhun ingat, telah tiga kali Kim Bum menyatakan cinta pada wanita yang berujung pada penolakan.
Kenangan buruk itu terbayang kembali.
"Kali ini benar-benar wanita idamanku. Aku yakin bisa menjadikannya sebagai kekasihku," Kim Bum antusias.
Nichkhun mengangguk-angguk sambil terus tersenyum.
Title : Berlabuhlah Di Dadaku Genre : Romance Author : Sweety Qliquers Episode : 5 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 21 Oktober 2011, 10.10 PM Cast : Kim Bum Kim So Eun Park Ji Yeon of T-Ara Lee Hong Ki of FT Island Choi Siwon of Super Junior
“Aku prihatin dengan puisimu. Jadi aku ingin kau berlabuh di dadaku. Aku ingin mengganti hari-hari sedihmu dengan cerita yang baru, yang seru, yang lucu. Pokoknya supaya kau tidak sedih lagi. Apa boleh, Kim So Eun?”
Lama Kim So Eun tepekur menghadapi lembaran kotor di meja. Ia malah kemudian garuk-garuk kepala seperti orang bingung.
“Maaf, Kim So Eun. Kuharap kau tidak marah. Mungkin aku terlalu cepat mengatakan ini....” Kim Bum buru-buru meneguk Ice Lemon Tea-nya untuk menghilangkan gumpalan di tenggorokannya. Biar bagaimana pun, ia juga takut cintanya ditolak terang-terangan karena itu di luar skenario angan-angannya.
“Kau benar-benar mau menjadi teman dekatku, Kim Bum? Kau tahu kalau aku paling segan dengan….”
“Iya, aku sudah tahu dari Park Ji Yeon kalau kau tidak suka dengan Pemuda yang bodoh, iya kan....”
“Eh, Aku kan tidak bilang kau bodoh. Aku tadi mau bilang... Kalau aku itu paling tidak suka dengan yang namanya puisi, apalagi puisi cengeng.”
Kim Bum bengong memandang Kim So Eun. Puisi cengeng ini kan buatannya….
“Kim Bum, ini puisi Choi Siwon. Bukan puisiku.”
“Benarkah? Kata Park Ji Yeon….”
“Mungkin saja, Park Ji Yeon sengaja menggodamu. Atau mungkin juga dia ingin menjodohkan kita. Choi Siwon membuat puisi itu tapi aku buang. Aku bosan dengan kebohongannya dan juga bosan memaafkannya berkali-kali. Dia sengaja membuat puisi patah hati supaya aku mau menerimanya lagi.”
Kim Bum merasa telinganya memera. Malu. Ternyata yang patah hati bukan Kim So Eun, tapi Choi Siwon, mantan kekasihnya. Padahal dia sudah terlanjur menyatakan cinta terang-terangan.
“Kalau begitu Maafkan aku, Kim So Eun. Kalau tahu ini tulisan Choi Siwon, sudah kubuang dari dulu. Ternyata cintaku kali ini salah sasaran. He he he…,” ujar Kim Bum sambil mengakhiri kalimatnya dengan tawa yang terdengar pahit. Kartunya terbuka lebar di depan Kim So Eun, sekarang ia sedang bingung menentukan sikap.
“Kurasa kau tidak salah sasaran.”
Kim Bum mendongak. Dua puisi cengeng itu sudah diremas-remasnya sampai kusut untuk menutupi rasa malunya pada Kim So Eun.
“Tidak salah?”
Kim So Eun mengangguk dan memberikan senyum yang manis. “Mudah-mudahan tawaran berlabuhlah di dadamu masih terbuka, meskipun tanpa puisi konyol itu.”
Wah, enaknya mengobrol dengan orang pintar seperti ini. To the point, tidak perlu basa-basi. Kim Bum merasa hatinya penuh bunga yang yang sedang bermekaran. Ia tahu, ini bukan rasa kasihan karena Kim So Eun yang telah dianggapnya patah hati, tetapi betul-betul rasa cinta.
“Eh, tapi Kim Bum. Kau harus benar-benar sayang padaku. Soalnya kalau tidak, aku takut berikutnya kau yang akan membuat puisi frustrasi seperti Choi Siwon.”
Ha ha ha.... Sore itu terlewati dengan tembang manis di hati mereka masing-masing.
Di suatu sore yang cerah. Meski badan bau keringat, Kim Bum dengan percaya diri mengajak Kim So Eun makan Mie Ramen di kedai kecil, seberang kampus mereka. Hari ini adalah hari terakhir mereka melakukan kegiatan sosial bersama.
“Mmh... bolehlah. Aku juga sedikit lapar.”
Kim Bum lega ketika Kim So Eun tidak menolak ajakannya.
“Kim So Eun, kau…. Eh, maaf. Apa boleh aku bertanya hal yang pribadi?”
“Tergantung apa yang ditanya,” jawab Kim So Eun sambil mengambil tisu untuk mengelap mulutnya.
“Begini, kita kan tidak terlalu dekat berteman karena berbeda kelas. Jadi aku takut kau tersinggung kalau aku bertanya tentang hal-hal yang pribadi.”
“Hari ini aku sedang tidak mood untuk menjawab apa pun. Mungkin karena traktiranmu ini,” ujar Kim So Eun lagi. “Perut kenyang, hati riang.”
Kim Bum terkekeh juga mendengar ucapan Kim So Eun.
“Apa yang mau kau tanyakan?”
“Kau sudah putus dengan Choi Siwon?”
“Apaaa? Itu kan sudah lama sekali, kenapa baru kau tanyakan sekarang?”
Kim Bum menyunggingkan senyum. Tampaknya ada sinyal bagus untuk melaju ke pembicaraan berikutnya. Apalagi Kim So Eun ternyata tidak sekaku yang ia kira. Gadis ini bukan cuma asyik diajak mengobrol tentang pelajaran, tapi juga tentang basket, musik atau lukisan.
“Karena sebenarnya aku...” Kim Bum sengaja menggantung ucapannya agar Kim So Eun penasaran.
“Karena kenapa?” tanya Kim So Eun. Ia melirik tajam pada Kim Bum. Mata itu memang sarat oleh rasa ingin tahu yang dalam.
“Mmh, boleh tidak kalau aku lebih dekat denganmu?”
“Hmm… apa kau menyukaiku, Kim Bum?”
Ampun, Kim So Eun tampak menggemaskan dengan pertanyaannya itu. Kim Bum menarik napas dalam dan berusaha lebih tenang dari sebelumnya.
“Ini kalau boleh. Karena yang aku tahu, orang patah hati biasanya lama pulihnya.”
Kim So Eun segera menghentikan acara makannya. “Kata siapa aku patah hati? Rasanya aku tidak pernah cerita pada orang lain.”
Yupp! Ini dia. Tepat sasaran! Kim Bum segera mengeluarkan dua lembar puisi kumal yang pernah ditemukannya beberapa waktu yang lalu.
Walaupun Kim Bum tidak pintar dalam bidang akademis, tapi ia aktif dalam kegiatan sosial. Dan kebetulan sekali, Kim So Eun juga ikut bergabung dalm kegiatan sosial di sekolahnya. Sudah bisa dipastikan, mereka akan sering bersama.
Kulit Kim So Eun yang putih langsung matang memerah diterpa teriknya matahari siang. Gadis itu tidak banyak bicara. Dia memang pendiam, ditambah lagi sekarang dia sedang patah hati, dan kepanasan pula. Bagaimana mau bicara. Iya, kan....
“Kau mau minum, Kim So Eun. Ini...” ujar Kim Bum. Teh dalam kemasan kotak yang dingin sangat menggoda leher yang kering.
“Terima kasih.”
Mereka minum berdua. Beberapa teman yang lain sedang keluar membeli makanan. Kim Bum merasa senang bisa berduaan saja dengan Kim So Eun.
''Gadis cantik dan kaya sepertimu, kenapa mau ikut dalam kegiatan sosial seperti ini? Biasanya kan gadis sepertimu ini lebih senang jalan-jalan di ruangan ber-AC daripada berpanas-panasan di bawah terik matahari seperti ini disini.''
''Yang kaya itu kedua orangtuaku, bukan aku! Aku tidak seperti gadis-gadis yang kau ceritakan itu. Aku lebih senang bergabung dalam kegiatan sosial, daripada menghambur-hamburkan uang, keluar masuk toko membeli barang-barang bermerk. Lagipula bergabung dalam kegiatan sosial, lebih bermanfaat. Kita bisa membantu orang-orang yang sedang kesusahan.''
''Wah hebat! Tidak banyak gadis kaya yang berpikiran sepertimu.''
''Begitulah aku.''
Setelah mengobrol dengan akrab, Kim Bum mulai percaya diri untuk melakukan jurus-jurus pendekatan. Ia akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk bisa meraih hati Kim So Eun. Semoga saja setelah acara selesai, ia sudah menjadi kekasih Kim So Eun. Huh, gara-gara puisi itu, ia jadi jatuh cinta pada Kim So Eun. Jatuh cinta atau kasihan, ya?
Aku tak tahu Haruskah berderai air mata Dan menelungkup gelisah Kala pahit itu kau tancapkan Atau mengedarkan pandang demi cinta yang lain?
Wow, ini hebat. Untuk kedua kalinya Kim Bum bisa menemukan tulisan yang sama. Kali ini disudut taman Kampus. Padahal tadinya, ia berencana menunggu Lee Hoong Ki di tempat parkir, tapi di sana panas sekali. Jadilah Kim Bum duduk di bangku beton beratapkan rimbunan pohon flamboyan yang tengah berbunga. Gadis ini mulai labil sehingga menimbang-nimbang untuk mencari kekasih baru.
“Hai, Park Ji Yeon! Sedang apa kau di situ? Kemarilah, mengobrol bersamaku!” seru Kim Bum pada Park Ji Yeon yang duduk sendirian sambil memainkan ponselnya.
“Kau sendiri sedang apa di situ, mencari inspirasi?” balas Park Ji Yeon sambil mendekat.
“Mencari kekasih baru.”
“Memangnya ada yang mau menjadi kekasihmu. Kau itu kan bodoh.”
Kim Bum hanya tersenyum ramah. “Jangan bilang bodoh.... Itu negatif. Bilang saja aku kurang pintar. Kan lebih enak didengar.”
“Terserahlah. Memangnya siapa yang kau sukai?”
Kim Bum serta-merta mengangsurkan puisi temuannya pada Park Ji Yeon. Ia juga mengambil lembaran lain dari dalam tasnya.
“Sepertinya… aku tahu ini tulisan siapa. Kim So Eun!” cetus Park Ji Yeon.
“Yang benar?”
“Yang aku tahu, Dia kan baru putus dari Choi Siwon sebulan lalu.”
Kim Bum tahu siapa itu Kim So Eun. Mereka satu angkatan, tetapi berbeda kelas. Kim So Eun tergabung dalam grup anak-anak berotak cemerlang.
“Memangnya Kim So Eun itu bisa membuat puisi?”
“Eh, karya sastrawan atau pujangga itu biasanya bermula dari patah hati. Kau mau mendekati Kim So Eun,.... Apa iya, Kau bisa?”
Disepelekan begitu oleh Park Ji Yeon, ternyata membuat emosi Kim Bum naik. Pasti ujung-ujungnya Park Ji Yeon akan bilang, orang pintar tidak suka bergaul dengan orang bodoh. Sialan. Ia harus mulai memikirkan bagaimana caranya supaya bisa dekat dengan Kim So Eun.
Katamu, tanpaku akan selalu ada resah Cetusmu, hatimu tak lagi basah Bersamamu, kepak cintaku melayang gagah Tapi… dalam satu hitungan waktu saja Kau berpaling…
Kim Bum membaca ulang kertas kumal yang ditemukannya di kolong meja kantin. Maksudnya tadi, ia akan mengambil uangnya yang terjatuh, eh, ternyata ada puisi patah hati yang sempat terkena cap sepatunya. Ia menebak-nebak, Gadis mana kira-kira yang tengah frustrasi kali ini. Sayang sekali, ia tidak bisa mengenali tulisan tangan yang telah mencetak puisi itu.
“Lee Hong Ki, apa kau tahu ada seorang gadis yang baru saja putus dengan kekasihnya?” tanya Kim Bum pada Lee Hong Ki.
“Putus? Memangnya kenapa?”
“Siapa tahu saja kau tahu. Sepertinya enak jika melakukan pendekatan dengan orang yang sedang broken heart, jarang ditolak.”
“Sadis. Itu namanya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Lagipula mana enak pacaran tanpa rasa cinta?”
Kim Bum kembali membaca puisi singkat itu di kamarnya. Tiba-tiba saja ia merasa penasaran dengan Gadis puitis ini. Sudah pasti bukan teman sekelas karena Kim Bum hafal benar tulisan teman perempuannya di kelas, apalagi kalau Gadis itu pintar. Sudah pasti akan menjadi langganannya untuk meminjam catatan.
Title : Selingkuh??? Genre : Romance, Friendship Author : Sweety Qliquers Episode : 5 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 16 Oktober 2011, 02.24 PM Cast : Kim So Eun Kim Bum Lee Hong Ki of FT Island Jung Yong Hwa of CN Blue Kim Tae Hee
Kim So Eun melangkah masuk ke dalam sebuah café yang tidak begitu ramai.
Kim Bum berjalan di depannya. Kim Bum melihat berkeliling mencari seseorang.
Kim So Eun semakin tidak sabaran.
Dia ingin cepat-cepat bertemu dengan Princess itu.
Kim Bum mengangkat tangannya sambil tersenyum ke arah meja yang berada di pojokan. Orang yang duduk di meja itu juga tersenyum dan balas mengangkat tangannya.
“Ayo.”
Kim Bum menggandeng tangan Kim So Eun berjalan menuju meja itu.
Kim So Eun mengamati orang itu.
Tidak salah lagi. Rambut itu, rambut panjang itu. Itu adalah rambut gadis yang dibonceng Kim Bum kemarin siang. Tapi tunggu sebentar. Yang duduk di sana bukanlah seorang gadis berambut panjang, melainkan seorang PRIA! Seorang pria berambut panjang.
“Kim So Eun kenalkan. Ini Princess,” kata Kim Bum memperkenalkan pria itu.
“Hai. Kau pasti Kim So Eun, kekasih Kim Bum,” sapa pria yang dipanggil Kim Bum dengan Princess itu.
“Tunggu. Tunggu sebentar. Dia, maksudku... dia laki-laki? Tapi kenapa kau panggil dia Princess. Itu kan nama panggilan untuk perempuan?” Kim So Eun semakin tidak mengerti.
“Nah, itu dia. Princess memang bukan namanya. Namanya adalah Lee Hong Ki. Dia adalah sahabatku yang pindah ke Amerika saat aku kelas dua SMA.”
“Tapi, kenapa dia dipanggil Princess?”
Kim Bum tersenyum.
Dia melirik ke arah temannya itu.
''Karena waktu kecil dulu, dia...si Lee Hong Ki ini, lebih senang main boneka dengan anak perempuan daripada main bola dengan anak laki-laki.''
Wajah Kim So Eun memerah. Kali ini bukan karena marah, tetapi karena malu.
“Hahaha… Makanya, jangan panggil aku begitu. Kekasihmu jadi salah paham kan. Dia jadi menyangka kalau aku ini selingkuhanmu,” tawa Lee Hong Ki itu.
“Hah, ini juga gara-gara rambut panjangmu itu. Kenapa tidak kau potong saja?” jawab Kim Bum menangkis kata-kata Lee Hong Ki.
''Walaupun rambutku panjang seperti perempuan dan waktu kecil aku lebih suka main boneka bersama perempuan, bukan berarti orientasi seks-ku berubah. Aku tetap suka perempuan, lagipula begini-begini aku juga sudah punya kekasih.''
''Iya, aku tahu. Kau jangan marah seperti itu.''
''Tidak mungkin aku marah padamu, Kim Bum. Kau itu sahabatku yang paling baik. Oh ya Kim So Eun, maafkan aku ya karena sudah membuatmu salah paham.''
''Aku juga salah, Lee Hong Ki. Seharusnya aku menanyakan kebenarannya dulu pada Kim Bum.''
“Kim So Eun, Dan soal aku membonceng Lee Hong Ki kemarin, itu karena dia memintaku mengantarnya jalan-jalan. Sekalian kemarin aku memang pergi membeli tiket bioskop.”
Kim So Eun mengangguk-angguk mengerti.
Ternyata semua kesalahpahaman ini disebabkan oleh dirinya sendiri. Seharusnya dia lebih mempercayai Kim Bum. Minimal menanyakan masalah ini kepada Kim Bum secepatnya. Bukannya malah membiarkan dirinya berpikir yang tidak-tidak.
“Maafkan aku, Kim Bum,” kata Kim So Eun. “Seharusnya aku lebih percaya padamu.”
Kim Bum hanya tersenyum. Dia menggenggam tangan Kim So Eun, lalu berkata, “Aku juga seharusnya lebih cepat mengenalkannya padamu.”
Saat wajah Lee Hong Ki tertutup oleh buku menu di tangannya. Kim Bum memberikan satu sentuhan cepat ke bibir Kim So Eun.
Kim So Eun berjalan ke arah tempat parkir motor tempat Kim Bum menunggunya. Dia tadi harus ke ruang Dosen dulu karena harus mengumpulkan tugas, sehingga dia tidak bisa langsung jalan bersama Kim Bum.
Kim So Eun melihat Kim Bum sedang duduk di motornya.
Dia duduk memunggungi tempat Kim So Eun berdiri sekarang. Kim So Eun tersenyum kecil, kemudian dia berjalan mengendap-endap ke belakang Kim Bum. Kim So Eun berniat mengagetkannya.
Ketika sudah dekat dengan Kim Bum, Kim So Eun menyadari bahwa Kim Bum sedang berbicara di ponsel.
“Iya. Iya. Tenang saja. Hahahaha… Nanti malam kan?”
"Dengan siapa dia bicara?" batin Kim So Eun.
“Bye, Princess.”
Princess!?
“Siapa Princess itu!?” seru Kim So Eun marah.
Kim Bum terkejut dan berbalik.
Dilihatnya Kim So Eun yang wajahnya memerah karena marah.
“Ternyata kau memang berpacaran denganku hanya untuk mempermainkanku? Siapa Princess itu? Dia gadis yang kau bonceng kemarin siang?”
Kim Bum melongo mendengar kata-kata Kim So Eun, lalu tiba-tiba saja dia tertawa terbahak-bahak.
Kim So Eun terkejut dan bingung melihat reaksi Kim Bum. Ada apa ini? Kenapa dia tertawa?
“Hahahahahaha…. Gadis? Gadis mana? Yang kemarin siang kubonceng?”
“Iya! Gadis berambut panjang yang kau bonceng kemarin siang. Aku melihat kalian berdua melintas di depan rumahku!”
Kim Bum kembali tertawa terbahak-bahak.
Kali ini bahkan lebih keras dari yang tadi.
“Ya, ya. Dia memang Princess. Hanya saja…” Kim Bum nampak menimbang-nimbang sesuatu di pikirannya. “Begini saja. Bagaimana kalau kau bertemu langsung dengan Princess itu saja?”
Kim So Eun terkejut. Dia tidak pernah menyangka Kim Bum akan menawarinya untuk bertemu langsung dengan gadis itu.
“Baiklah,” jawab Kim So Eun tertantang. Dia penasaran dengan Princess ini. Kenapa Kim Bum malah tertawa ketika Kim So Eun marah karena cemburu tadi?
“Kalau begitu nanti malam aku akan mempertemukanmu dengannya. Aku akan menjemputmu nanti malam.”
Kim So Eun sedang menikmati Mie Ramen di kantin Kampusnya ketika didengarnya suara yang dikenalnya itu.
Dia berbalik dan melihat Jung So Min berdiri di belakangnya.
Jung So Min adalah salah seorang “fans” Kim Bum. Dialah orang pertama yang merasa iri ketika tahu Kim So Eun berpacaran dengan Kim Bum.
“Memang apa urusannya denganmu?” jawab Kim So Eun dengan nada yang dibuatnya sejudes mungkin.
“Dasar kau ini, Disapa baik-baik kenapa menjawabnya sejudes itu. Hey Kim So Eun, Jangan GR dulu! Mentang-mentang kau sudah berpacaran dengan Kim Bum.” Jung So Min mendekatkan wajahnya ke samping wajah Kim So Eun. “Dengar ya, Kim Bum itu tidak pernah serius denganmu. Mana mungkin pemuda setampan Kim Bum mau berpacaran dengan gadis jelek sepertimu? Dia itu hanya main-main denganmu. Dia itu sebenarnya sudah punya pacar di tempat lain! Apa kau tahu itu?!?!”
Deg! Hati Kim So Eun mencelos mendengarnya.
Tenang Kim So Eun, tenang. Jung So Min hanya mencoba mengganggumu.
“Huh, masih lebih baik dia mau ‘main-main’ denganku. Daripada kau, diliriknya pun tidak.”
Wajah Jung So Min memerah. Dia tidak menyangka Kim So Eun akan membalas kata-katanya seperti itu.
“Terserah kau saja! Yang penting aku sudah memberi tahumu.”
Jung So Min lalu cepat-cepat berlalu dari situ.
Kim So Eun terdiam. Dia memandangi Mie Ramen yang ada di hadapannya. Diam-diam dia merasa sedikit khawatir mendengar kata-kata Jung So Min.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat 45 menit. Kim So Eun sudah berpakaian lengkap. Tinggal sepatunya saja yang belum dia kenakan.
Dikenakannya sebuah mini dress warna putih gading yang panjangnya sampai lima senti di atas lutut. Sebuah pita warna hitam yang menjadi bagian dari mini dress itu melingkar di pinggangnya dan diikat berbentuk pita di depan perutnya. Di lehernya ada sebuah kalung warna perak dengan mata kalung berbentuk hati.
Ponselnya bergetar tepat ketika Kim So Eun selesai mengenakan sepatunya. Dilihatnya ada telepon dari Kim Bum.
“Halo?” Kim So Eun mengangkat telepon itu.
“Halo sayang. Aku sudah ada di depan rumah.”
“Oh, baiklah. Tunggu sebentar ya, Aku pamit dulu pada Ibu.”
Kim So Eun lalu menutup telepon itu, kemudian dia melongok ke ruang keluarga.
“Bu, aku pergi dulu ya.”
Ibunya yang sedang asik nonton Drama seri di TV melihat ke arahnya, mengangguk kemudian berkata, “Hati-hati, Kim So Eun. Pulangnya sebelum pukul sepuluh.”
“Baik, Bu.” kata Kim So Eun sambil mengacungkan jempol.
Dia tadi memang sudah memberi tahu Ibunya bahwa dia akan keluar dengan Kim Bum. Kedua orang tuanya juga sudah tahu bahwa mereka pacaran.
“Hai sayang. Maaf ya, kau jadi menunggu lama,” sapa Kim So Eun.
“Ah, tidak. Aku hanya menunggu sebentar. Kita pergi sekarang, ya!”
Kim Bum menyodorkan helm kepada Kim So Eun.
Kim So Eun menyadari bahwa helm itu adalah helm yang digunakan oleh gadis tadi siang. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Kim So Eun menerima helm itu.
“Ada apa?” tanya Kim Bum.
“Ah, tidak ada apa-apa,” jawab Kim So Eun mengelak.
Kim So Eun kemudian naik ke belakang Kim Bum dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Kim Bum.
Kim Bum menyalakan motor, tidak lama kemudian mereka berdua telah berada di jalanan.
Bioskop yang mereka tuju terletak di salah satu mal yang cukup besar di Seoul. Jaraknya sekitar 20 menit dari rumah Kim So Eun.
Setelah memarkir motornya di tempat parkir yang disediakan, Kim Bum menggandeng tangan Kim So Eun dan mereka berdua lantas berjalan beriringan.
Kim So Eun merasakan dadanya sedikit berdebar-debar saat itu. Dia belum terbiasa digandeng seorang pria di depan umum. Kim Bum adalah kekasihnya yang pertama dan mereka sendiri belum begitu lama berpacaran. Ini perlu pembiasaan.
“Kita nonton film apa hari ini?” tanya Kim So Eun yang baru menyadari bahwa dia tidak tahu mereka akan nonton film apa.
“Flower Love,” jawab Kim Bum. ”Mau kan?”
“Tentu saja,” jawab Kim So Eun sambil tersenyum ceria. Dia sudah lama menunggu film ini keluar.
Mereka berdua memasuki bioskop yang dipenuhi banyak orang. Kim So Eun melihat ke arah antrian panjang di tempat membeli tiket.
“Tenang. Aku sudah membeli tiketnya,” jawab Kim Bum sambil menunjukkan dua buah tiket di tangannya.
“Wah, kapan kau membelinya?”
“Tadi siang.”
Mendengar jawaban Kim Bum, Kim So Eun tiba-tiba teringat akan apa yang tadi dilihatnya. Gambar Kim Bum yang sedang membonceng seorang gadis kembali muncul di pikirannya. Jangan-jangan mereka berdua tadi ke sini untuk kencan.
Kim So Eun melepaskan genggaman tangannya dari Kim Bum.
“Aku ke toilet sebentar.”
Kim So Eun segera pergi dari situ.
Dia sebenarnya tidak merasa mau ke toilet, hanya saja dia merasa perlu membenahi pikirannya dulu. Dia tidak mau acara kencan ini jadi terganggu gara-gara apa yang dilihatnya tadi siang. Lagipula, belum tentu gadis itu memiliki hubungan khusus dengan Kim Bum.
Kim So Eun menatap wajahnya di depan cermin toilet.
“Apa sebaiknya aku tanya langsung padanya?”
Dia berpikir sejenak. Tapi kalaupun dia menayakannya langsung, belum tentu Kim Bum akan menjawab yang sebenarnya. Setidaknya dia sendiri tidak tahu bagaimana yang sebenarnya itu.
Terdengar suara pengumuman, yang menandakan film yang akan mereka tonton segera dimulai. Kim So Eun membasahi tangannya dengan air, lalu kembali ke tempat Kim Bum berada.
“Ayo masuk. Filmnya mau dimulai,” ajak Kim Bum.
Mereka berdua kemudian masuk ke dalam studio.
Setelah beberapa trailer film mendatang, lampu dipadamkan dan film pun dimulai.
Sebuah kisah cinta. Film yang mereka tonton mengisahkan kisah cinta antara sepasang muda-mudi. Sang pria dalam cerita itu ternyata berpacaran dengan si gadis hanya untuk mempermainkan gadis tersebut, sebagai balas dendam bagi orang tua gadis tersebut.
Sepanjang film, Kim So Eun tidak bisa fokus menontonnya. Berbagai pikiran buruk bermunculan, sedikit banyak dipengaruhi oleh alur cerita film yang sedang ditontonnya.
Ditatapnya Kim Bum yang duduk di sampingnya.
Mungkinkah pria ini memang membohonginya?
Mungkinkah dia memang menjadikanku kekasihnya hanya sekedar untuk bersenang-senang? Sama seperti kisah yang tengah mereka berdua saksikan ini? Pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala Kim So Eun.
Kim So Eun sedang tidur-tiduran di kamarnya sambil senyum-senyum sendiri memandangi layar ponselnya. Dia tersenyum membaca SMS yang diterimanya dari Kim Bum. Gadis cantik itu mengetikkan balasan SMS dengan wajah sumringah. Dia menekan tombol kirim, kemudian meletakkan ponsel itu di meja kecil di samping ranjangnya.
Dia kemudian memeluk bantal gulingnya sambil tersenyum lebar. Dia tidak percaya bahwa Kim Bum menyatakan cintanya dua minggu yang lalu.
Kim Bum adalah pemuda idaman di kampusnya. Tidak hanya wajahnya yang tampan, Selain itu Kim Bum juga tergolong mahasiswa yang cerdas. Kim Bum juga jago bermain basket. Dia masuk dalam pemain inti tim basket di kampusnya yang sudah terkenal karena sering menjuarai kejuaraan Basket antar Universitas.
Yang paling luar biasa, Kim Bum yang itu, yang begitu diidolakan gadis-gadis di kampusnya itu, tiba-tiba saja meminta Kim So Eun menjadi kekasihnya.
Memang, Kim So Eun sudah merasa bahwa Kim Bum mulai melakukan pendekatan dengannya sejak dua bulan yang lalu. Kim Bum rajin bercakap-cakap serta mengirim SMS kepadanya. Kim Bum juga sering mengantar Kim So Eun pulang. Tapi Kim So Eun tidak mau GR dulu.
Dia pikir, wajar saja kalau mereka sering bercakap-cakap. Mereka sudah kenal lama. Mereka selalu sekelas sejak SMA. Ditambah lagi, mereka berdua sama-sama menyukai basket.
Soal mengantar pulang, rumah mereka memang searah. Wajar kan kalau Kim Bum mengantarnya pulang.
Ponselnya tiba-tiba saja bergetar.
Kim So Eun mengambil ponsel berwarna pink itu dari meja kecil di sampingnya. Sebuah pesan dari Kim Bum masuk.
Dibukanya pesan itu. Dia tersenyum membaca isi pesannya.
Kim Bum mengajaknya keluar, nonton bioskop.
Tentu saja Kim So Eun mau. Dia segera mengetikkan ‘ok’, menyetujui dijemput Kim Bum pukul tujuh nanti.
“Kim So Eun, kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Ibu Kim So Eun yang tiba-tiba masuk.
“Sudah Ibu ketuk dari tadi. Kau saja yang tidak mendengar. Ibu pikir kau pingsan.”
“Eh, memangnya Ada apa Ibu mencariku?”
“Ibu mau menyuruhmu mengantar Brownies ke rumah Bibi Kim Tae Hee. Dia pesan Brownies pada Ibu minggu lalu. Kau antarkan kesana ya?”
“Ah, Ibu. Suruh Jung Yong Hwa Oppa saja.”
“Kau ini. Jadi anak perempuan kenapa malas sekali. Cuma dimintai tolong mengantarkan kue ke rumah depan saja susahnya minta ampun. Kakakmu, Jung Yong Hwa itu sedang ke bengkel. Ibu mau membereskan dapur dulu. Kau antarkan Browniesnya ya. Browniesnya ada dalam kotak merah di meja makan. Uangnya sudah Bibi Kim Tae Hee berikan pada Ibu, jadi kau tidak perlu minta lagi.” kata Ibu Kim So Eun memberi instruksi, kemudian dia keluar dari kamar.
“Ah, Ibu. Mengganggu orang saja,” gerutu Kim So Eun.
Kim So Eun segera keluar dari kamarnya.
Dia mengambil kotak merah berisi Brownies yang terlihat lezat dan menggiurkan itu dari atas meja makan. Dia kemudian membuka pagar lalu menyeberang ke rumah yang berada tepat di depan rumahnya.
Kim So Eun memencet bel dan tidak lama kemudian Bibi Kim Tae Hee keluar.
“Ah, Kim So Eun. Selamat siang.”
“Selamat siang Bibi. Ini Brownies pesanan Bibi.”
Kim So Eun kemudian menyerahkan kotak merah berisi Brownies itu.
Bibi Kim Tae Hee menerimanya sambil tersenyum. “Terima kasih ya, Kim So Eun. Sampaikan terima kasih Bibi juga untuk Ibumu.”
“Sama-sama Bibi. Nanti aku sampaikan pada Ibu.”
Kim So Eun kemudian berbalik menuju rumahnya.
Dia hendak menyeberang ketika dari kejauhan dilihatnya motor yang sudah tidak asing lagi baginya. Motor Kim Bum.
Kim So Eun tersenyum melihat motor itu di kejauhan, namun senyumnya segera lenyap ketika dilihatnya Kim Bum membonceng seorang gadis di belakangnya. Mereka berdua nampaknya sedang asik bercakap-cakap. Dilihatnya Kim Bum tertawa-tawa sambil berbicara dengan gadis yang tidak Kim So Eun kenal itu.
Cepat-cepat Kim So Eun berbalik dan pura-pura berjalan ke arah rumah Bibi Kim Tae Hee ketika motor itu mendekat. Dia mendengar motor itu melewatinya, kemudian perlahan-lahan suara motor itu menghilang di kejauhan.
Kim So Eun berbalik, kemudian melihat ke arah motor itu pergi.
"Siapa gadis itu?" batin Kim So Eun.
Wajah gadis itu memang tidak terlihat karena tertutup kaca helm, tetapi rambut hitamnya terurai panjang keluar. Terbayang wajah Kim Bum yang asik bercerita dengan gadis itu, membuat Kim So Eun menjadi cemburu.
Tidak, tidak mungkin. Batin Kim So Eun mencoba menenangkan dirinya sendiri. Pasti gadis tadi itu adik Kim Bum. Kalau tidak salah, Kim Bum memang memiliki seorang adik perempuan yang belum pernah Kim So Eun temui.
Hmmm, tapi kalau tidak salah,... adiknya itu saat ini masih duduk di bangku SMP. Gadis tadi terlihat seumuran dengan dirinya. Rasanya tidak mungkin itu adik Kim Bum. Kim So Eun mengelengkan kepalanya keras-keras. Dia berusaha membuyarkan gambaran Kim Bum dan gadis yang tak dikenalnya itu dari pikirannya. Tapi semakin keras dia berusaha membuyarkannya, semakin gambar itu bertahan di kepalanya.
“Ah, membuat kesal saja!”
Kim So Eun lalu berlari menyeberangi jalan. Dia kemudian menutup pagar dengan keras, lalu berlari ke kamarnya.
Title : Biarkan Aku Menangis Genre : Romance, Friendship Author : Sweety Qliquers Episode : 4 Chapter Production : www.ff-lovers86.blogspot.com Production Date : 19 Oktober 2011, 08.56 PM Cast : Kim So Eun Kim Bum Nichkhun of 2PM Victoria of f(x)
''Kim So Eun, berapa lama kau akan bertahan dengan keadaan ini? Mencintai orang yang tak pernah menganggapmu ada.'' Tanya Kim Bum.
''Aku tidak tahu,” Ujarku merunduk, memperhatikan kedua kakiku.
''Kau menyiksa dirimu sendiri, Kim So Eun.” Ujar Kim Bum. “Izinkanlah aku untuk memupus bayang Nichkhun dari hatimu. Aku ingin meniti hari bersamamu.'' Lembut suara Kim Bum.
''Kim Bum, aku...''
"Kim So Eun, Bagaimana aku melarang hujan turun ketika ada awan? Bagaimana aku melarang daun jatuh ketika ada angin? Bagaimana melarang aku jatuh cinta ketika ada kau?"
Aku diam. Bagaimana mungkin, Kim Bum? Batinku pilu. Aku tidak mencintaimu. Aku tak pernah merasakan getaran aneh saat kita berduaan seperti ini. Tapi, dengan Nichkhun…Oh, apa yang harus kulakukan, Tuhan? Apakah Pria ini memang pilihanMu?
''Kim So Eun,'' Kim Bum menggenggam tanganku. ''Apakah aku tak punya harapan untuk mengisi ruang di hatimu?''
''Aku…..,” Kutatap Kim Bum. Ada pijar cinta di sana. Penuh kelembutan dan kemesraan. Akh, aku harus mengusir bayang Nichkhun dari hatiku. ''Kim Bum, percayakah kau bahwa cinta akan tumbuh oleh kebersamaan? Oleh waktu yang cukup lama?'' Tanyaku akhirnya.
Kim Bum mengangguk.
''Kalau begitu, beri aku waktu untuk belajar mencintaimu. Barangkali esok atau lusa sedikit demi sedikit aku bisa mencintaimu.” Ujarku datar.
''Kim So Eun, tentu saja aku akan sabar menantimu. Berapapun lama waktu itu, aku tak akan keberatan.“ Mata Kim Bum berbinar bahagia. Genggamannya semakin erat, sarat oleh cinta.
Aku terus saja berlari. Biarkan aku menangis bebas seperti ini dengan ditemani air hujan dari atas langit. Aku menengadah. Merentangkan kedua tanganku ke samping. Menikmati kucuran air yang menampar-nampar wajahku. Setelah itu aku berlari kembali. Tepat di depan rumah Nichkhun aku berhenti. Di depan pintu gerbang. Tangisanku semakin deras kontras dengan volume hujan yang mulai berkurang.
Belum saja aku membuka mulut hendak memanggil Nichkhun. Seseorang sudah terlebih dahulu menepuk pundakku dari belakang. Jantungku berdetak cepat. Aku berbalik badan.
Wajah itu... wajah tercintaku... berdiri di depan mataku! Air hujan perlahan berhenti. Dan mendung sedikit demi sedikit menyingkir membiarkan sinar masuk sejenak untuk memantulkan wajah tercintaku itu. Wajah seorang Nichkhun.
Mata tajam itu. Mata yang selalu menyorot tanpa keramahan itu kini terlihat merah. Aku bisa melihat ada butir-butir air mata menetes di pipinya. Aku bisa melihat jelas bahwa air di pipinya itu bukan air hujan. Tapi air mata! Yang masih saja keluar perlahan-lahan dari ujung matanya.
Apakah dia juga menangisiku seperti halnya aku menangisinya?
Melihat aku memandanginya dengan heran. Nichkhun segera menghapus air matanya. Ia memalingkan wajah malu.
"Victoria... selingkuh dengan pria lain..." desisnya pelan.
Dug! Dia menangisi Victoria?
"Apa dia tidak tahu kalau aku benar-benar mencintainya, Kim So Eun? Apa dia tidak tahu kalau aku benar-benar mencintainya... mencintai Victoria!" kalimat-kalimat itu meluncur cepat dari mulut Nichkhun. Meruntuhkan segala harapan kalau-kalau saja Nichkhun juga mencintaiku.
Kugenggam tangan kananku erat. Menahan sakit hati yang sangat. Kusadari ada sesuatu yang sedari tadi kugenggam. Ternyata selembar fotoku bersama dengan Nichkhun. Foto yang selalu kujaga dari basah dan rusak kini harus berantakan terkena air hujan. Dengan menggigil dingin aku membuka lembaran foto yang sudah lusuh tergenggam. Aku memandangi gambarnya yang sudah luntur. Seiring cintaku yang diiris-iris oleh luka.
"Nichkhun?" tak lama kemudian sosok Kim Bum hadir di antara kami. Dengan payungnya yang lumayan besar ia mencoba melindungi kami dari sisa-sisa hujan. "Nichkhun? Kenapa kau menangis?"
"Jangan komentar, biarkan aku menangis. Aku juga manusia," jawab Nichkhun dingin. Dia membuka pintu gerbang rumahnya dan menutupnya cepat. Tanpa rasa bersalah masuk ke dalam rumah.
Meninggalkan aku dan Kim Bum kuyup oleh basah.
''Aku mencintaimu, Nichkhun.''
Kukulum kata-kata terakhir itu dalam sepi. Karena Nichkhun tak pernah mempersilahkanku untuk mengatakannya di hadapannya.
Maka biarkan aku menangis.... untuk kemudian menciptakan tegar.
Satu setengah bulan ini aku mencoba melupakan Nichkhun. Mencari kesibukan di organisasi atau memfokuskan diri untuk membuat sebuah karya tulis yang bisa menghasilkan uang. Tapi begitu sulit membuang bayangan Nichkhun jauh-jauh.
Tiba-tiba selembar fotoku yang sedang berdua dengan Nichkhun terjatuh dari salah satu koleksi album fotoku, ketika aku mencari-cari sebuah buku untuk kujadikan bahan tulisanku. Aku terduduk lesu di pinggir kasur. Menatap dua pasang senyum yang merekah itu. Senyumku dan senyum Nichkhun.
"Nichkhun, boleh minta foto berdua?" pintaku ketika itu.
Setelah Nichkhun bertanding Basket di sebuah event.
Tidak ada jawaban. Nichkhun hanya memandangku tanpa kesan. Ia melengos.
"Nichkhun? Boleh minta foto berdua?" ulangku.
“Ayolah... Nichkhun! Kasihan Kim So Eun sudah beli kamera baru hanya untuk mengambil gambarmu saja!" serta merta Kim Bum mendorong bahu Nichkhun agar bisa berdiri sejajar denganku. Ia hanya tersenyum tipis. Nyaris tanpa lengkungan.
"Kemarikan kameranya, biar aku yang ambil foto kalian berdua," Kim Bum mengambil kamera yang sebelumnya kugenggam erat. Aku tersenyum senang. Berdiri di samping Nichkhun. Merasakan napas Nichkhun yang lelah setelah bermain basket. Degup jantungku memburu cepat. Aku harap aku bisa berada di samping Nichkhun selamanya.
"Nichkhun... Tersenyumlah sedikit! Wajahmu terlihat jelek di kamera kalau cemberut seperti itu!" tegas Kim Bum. Dia belum juga mengambil gambar kami berdua sampai Nichkhun benar-benar tersenyum lebar. "Nah... Begitu baru bagus! Smileee....."
Blassh!
Indah. Seindah hasil di foto itu. Kenangan indah bagiku bersama Nichkhun yang mungkin hanya dianggap angin lalu saja olehnya. Nichkhun selalu saja bersikap dingin dan tidak ramah kepadaku. Karena dia tahu kalau aku jatuh cinta kepadanya. Segala perhatianku tidak dia gubris. Segala pemberianku hanya diletakkan saja di ruang tamunya. Tanpa disentuhnya sama sekali. Setiap sms yang kukirimkan selalu hanya dijawab dengan 'iya' atau 'tidak'. Dan setiap kali aku meneleponnya ia selalu diam saja sambil terus menghela napas. Membiarkan aku mengoceh terus sampai lelah. Kenapa Nichkhun? Apa aku salah kalau mencintaimu? Kenapa sikapmu seperti itu padaku?
Tanpa aku sadari air mataku menetesi foto itu. Bergegas aku mengelapnya dengan kaos yang kukenakan. Aku tak mau foto itu rusak. Karena selama ini foto itu selalu tersimpan dengan baik. Tapi ternyata kristal bening terus saja mengaliri pipiku. Seolah tak mau berhenti bahkan aku sampai tersedu. Dadaku sesak hingga susah mengambil napas. Oh... aku menjadi begitu melankolis.
"Kim So Eun! Kau kenapa?" itu adalah suara Kim Bum.
Ia sudah biasa keluar masuk kamarku. Kami memang bertetangga.
"Kim So Eun? Kenapa kau menangis?" Kim Bum melirik ke arah foto yang aku pegang, "oh... Menangisi Nichkhun lagi? Sudahlah, jangan menangis seperti itu. Kau ini cengeng sekali!"
"Kenapa kau tidak suka melihatku menangis, Kim Bum? Aku hanya ingin mencurahkan isi hatiku, ingin mengeluarkan semua beban dan kesedihanku lewat air mata!"
“Tapi, Kim So Eun, mengeluarkan masalah di hati tidak harus selalu dengan menangis," Kim Bum duduk di sampingku. Merangkul bahuku hangat. "Terkadang kita butuh tertawa lebih banyak. Karena tertawa itu membuat kita bahagia. Meskipun tawa itu berdiri di atas duka. Air mata hanya akan membuatmu rapuh...."
Aku menyingkirkan tangan Kim Bum dari bahuku. Menghapus air mata di pipiku. Pasti aku terlihat sangat jelek saat ini.
"Kalau menangis sesekali, kan tidak apa-apa," lagi-lagi aku membela diri.
Kim Bum tergelak.
"Masalahnya kau menangis tidak hanya sesekali. Setiap kali aku ke sini pasti kau selalu menangisi Nichkhun."
"Aku hanya mau Nichkhun tahu kalau aku benar-benar mencintainya, air mata ini jadi saksinya," ujarku setengah terisak.
"Kim So Eun jangan bodoh! Nichkhun itu tidak peduli padamu. Dia hanya setia pada kekasihnya, Victoria. Berkali-kali kau menangis pun tidak ada gunanya, Nichkhun tidak akan pernah tahu kalau kau selalu menangisinya. Kecuali kalau kau menangis di hadapannya mungkin dia akan mengerti tentang patah hatimu itu."
Aku mendorong bahu Kim Bum kesal dan berdiri. Meninggalkan dirinya di kamar sendirian. "Biarkan aku menangis!"
"Kim So Eun... Kau mau kemana?"
"Mau mencari Nichkhun! Aku mau menangis di hadapannya... aku mau memperlihatkan air mata ini di depan matanya sampai dia mau mengerti kalau aku mencintainya!"
"Eh... Apa kau sudah gila, Kim So Eun?!"
Aku berlari keluar kamar. Melewati ruang tamu dan keluar rumah. Ternyata di luar sudah hujan deras. Tapi aku tidak peduli. Aku kesal dengan perkataan Kim Bum. Kenapa aku tidak boleh menangisi orang yang aku cintai?! Aku berlari melawan deras hujan. Ke arah rumah Nichkhun yang hanya berbeda beberapa blok dari tempat tinggalku. Di sudut mataku aku melihat Kim Bum yang tergopoh menyusul. Ia memakai payung, kepayahan berlari mengejarku.
"Kim So Eun... nanti kau bisa sakit kalau hujan-hujanan seperti ini!"
Aku terus saja berlari. Sambil menangis. Membayangkan segala keangkuhan wajah Nichkhun. Wajah yang tak pernah tersenyum tulus kepadaku. Wajah yang selalu tegas dalam berkata-kata. Seolah dialah pria paling kuat di jagat raya ini. Wajah yang membuatku ingin selalu memandangnya.