Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 08 Desember 2011

Misteri Hantu Merah (Chapter 9)



Chapter 9
Bersembunyi

Kuda betina itu menderap terus menyusuri jejeran tanaman anggur. la lari menuju lereng berbatu. Donghae sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali bertahan agar tidak terlempar dari pelana. Dilihatnya di lereng yang dituju ada semacam jalan. Jalan itu sempit, tapi tidak terjal.

Secara otomatis kuda yang panik itu mengambil jalan itu, dan terus menderap ke atas. Donghae mengharapkan agar larinya agak tertahan karena harus mendaki. Harapannya terkabul. Tapi hanya cukup untuk memberi kesempatan baginya mengatur sikap duduk, sehingga berkurang bahaya terlempar jatuh dari pelana.

Kini ia memberanikan diri, menoleh ke bela­kang. Ternyata Junho mengejarnya dengan jip. Kendaraan itu meluncur melintasi kebun anggur, lalu dihentikan di ujung bawah jalan yang mendaki ke atas lereng. Junho meloncat turun, lalu mengacung-acungkan kepalan tinjunya ke arah Donghae.

Setelah itu Donghae melihat Heechul dan Nichkhun. Rupanya begitu kudanya berontak lalu lari, kedua pemuda itu bergegas mendatangi kuda masing-­masing, melompat ke atas pelana lalu menyusul­nya. Mereka mengitari jip Junho, lalu menyusuri jalan lereng mengejar Donghae. Nichkhun yang mengendarai kuda hitam yang lebih besar, kelihatannya bisa menyusul. Sedang Heechul yang menunggang Omega yang selalu santai, nampak ketinggalan.

Tiba-tiba Delta membelok dengan tajam, mengelakkan batu yang menonjol di tepi jalan. Nyaris saja Donghae terjatuh. la cepat-cepat menyam­bar pangkal pelana dan berpegang kuat-kuat. Sementara itu kudanya mempercepat lari, karena sampai di ruas jalan yang agak datar.

Sesaat kemudian terdengar derap langkah kuda di belakang Donghae. Dengan berani Nichkhun menyuruh kudanya mendampingi Delta. Tangannya meraih tali kekang kuda Donghae yang sedang gugup, di dekat bagian moncongnya.

Nichkhun memperlambat lari Skippy, sementara tali kekang Delta masih tetap digenggam erat-erat. Dengan begitu kuda betina itu dipaksanya memperlambat lari. Delta berhenti, seakan-akan memang sudah begitu maksudnya. Skippy berhenti di sampingnya. Kedua kuda itu terengah­engah. Tubuh mereka basah karena keringat.

"Aduh... terima kasih, Nichkhun," kata Donghae sepenuh hati. "Kuda ini tingkahnya tadi seperti mau lari melintas gunung saja!"

Nichkhun memandang Donghae dengan tatapan aneh.

"Ada apa, Nichkhun?" tanya Donghae. "Ada tindakanku yang salah tadi?"

"Tidak! Aku hanya sedang berpikir," kata Nichkhun. "Apa sebabnya Junho tadi membuat kudamu kaget lalu lari?"

"Itu terjadi karena kebetulan saja," jawab Donghae. "Aku dibentak-bentak olehnya, dikata-katainya pencuri. Ia marah sekali!"

"Ketika aku melewatinya, kulihat wajahnya memerah, kelihatannya seperti topeng hantu jahat," kata Nichkhun. "Marahnya luar biasa. Ia selalu mengantongi pistol, untuk menembak ular berbisa yang suka bersembunyi di bawah batu. Dan tadi pistol itu sudah dikeluarkannya, seakan-akan mau menembakmu."

"Anehl" kata Donghae sambil menggaruk-garuk kepala. "Kenapa ia begitu marah, padahal aku kan cuma meminjam senter tua yang tidak ada harganya ini?!"

Sambil berkata begitu ditariknya senter yang terselip di pinggang. Nichkhun menatap benda itu dengan heran.

"Itu bukan senternya!" seru pemuda itu. "Maksudku, bukan yang selalu dibawanya, yang kemarin malam dipinjamkannya padaku."

"Pokoknya aku menemukannya di dalam kotak peralatan," kata Donghae. "Yang ada cuma ini, lalu kuambil... karena katamu tidak apa-apa."

"Tapi sekarang ternyata pendapatku itu keliru," gumam Nichkhun. "Boleh aku melihat senter itu sebentar?"

"Ya, tentu saja." Donghae menyodorkannya pada Nichkhun. Pemuda itu menimang-nimangnya. "Ringan sekali," katanya. "Sepertinya tidak ada baterai di dalamnya."

"Kalau begitu tidak ada gunanya," kata Donghae kesal. "Tapi kenapa Junho begitu marah, tentang senter yang sama sekali tidak berguna?"

"Mungkin..." Nichkhun mau mengatakan sesuatu, tapi terhalang karena kedatangan Heechul.

"Ah, di sini kalian rupanya," kata Heechul lega. Kemudian barulah dilihatnya air muka Donghae dan Nichkhun yang lain dari biasanya. "Ada apa?" tanya Heechul. "Ada sesuatu yang tidak beres?"

"Kami ingin melihat apa yang menyebabkan Junho marah-marah tadi," kata Nichkhun dengan pelan. Dibukanya senter lalu dimasukkannya jarinya ke dalam. la menarik segumpal kertas tisue dari dalamnya. Sementara Donghae dan Heechul memperhatikan, dibukanya kertas tisue itu. Ternyata ada sesuatu melingkar di dalam. Diambilnya benda itu lalu diangkatnya.

"Mutiara Hantu!" seru Donghae.

"Rupanya Junho yang mencurinya!" teriak Heechul.

Bibir Nichkhun terkatup rapat.

"Ya, kelihatannya Junho pencurinya! Atau yang lebih mungkin, ia menyuruh dua orang bawahannya mencuri," katanya. "Dan selama ini disembunyikannya di dalam senter tua ini, ditaruh dalam kotak peralatan jip. Memang, tidak ada tempat yang lebih cocok untuk itu! Tabung senter ukurannya tepat sebagai tempat menyembunyikannya, dan tidak menimbulkan kecurigaan, apalagi ditaruh di antara berbagai peralatan. Junho bisa dengan santai membawa pergi kalung ini, tanpa perlu menghadapi risiko mengambilnya dulu dari tempat penyembunyian yang lain."

"Memang itu tempat yang sangat bagus untuk penyembunyiannya," kata Heechul. "Hanya ia tidak memperhitungkan bahwa tadi kita memerlukan senter."

"Tidak! la tidak bisa melihat kita, dan saat itu tidak ada siapa-siapa di dekat tempat pemerasan anggur. Tidak ada alasan baginya untuk menduga kemungkinan ada orang datang sementara ia di dalam," kata Nichkhun. "Aku ingin tahu, apa sebetulnya yang dilakukannya di situ dengan orang-orang tadi! Mungkin sedang berkomplot, merencanakan sesuatu." Nichkhun mengangguk-angguk. "Kini aku mulai mencurigai beberapa hal. Sepertinya Junho-lah yang menyebabkan kejadian-kejadian buruk yang terjadi di Namchoseon Valley selama bulan-bulan terakhir ini!"

"Hey," kata Donghae memotong, "apa tidak lebih baik jika kita sekarang cepat-cepat kembali ke rumah dengan mutiara ini, lalu melaporkan pada Leeteuk serta Victoria dan memanggil sheriff Seulong untuk menangkap Junho?"

"Persoalannya mungkin tidak semudah itu," kata Nichkhun pelan. "Junho itu orangnya sangat berbahaya. la bisa nekat! Pasti ia akan berusaha keras, mencegah agar kita tidak bisa membongkar kesalahannya."

"Apa yang bisa dilakukan olehnya?" tanya Heechul cemas.

"Sebentar... Aku lihat saja dulu," kata Nichkhun sambil turun dari kudanya. "Heechul, kau tinggal di sini dan pegang tali kendali kuda-kuda kita. Donghae, kita berdua kembali dengan hati-hati, sampai ke tempat di mana kita bisa memandang ke bawah."

Kedua pemuda itu menyerahkan tali kendali kuda masing-masing pada Heechul. Setelah itu mereka beringsut ke sepanjang tepi jalan batu itu, menuju tonjolan yang menghalangi pandangan ke arah lembah yang ada di bawah.

Sambil merunduk, keduanya mengintip ke balik batu. Kini mereka bisa melihat lembah yang terhampar di bawah. Dua orang berdiri di ujung bawah jalan, seakan-akan bertugas menjaga di situ. Sedang jip yang dikendarai Junho nampak meluncur dengan cepat menuju desa kecil yang terletak di ujung lembah. Kemudian Nichkhun dan Donghae melihat dua mobil yang semula diparkir di dekat tempat pemerasan anggur, kini bergerak menuju jalan di mana mereka berada. Satu di antaranya dijalankan sampai beberapa meter mendekati jalan itu, lalu dihentikan. Rupanya dijadikan penghalang di situ. Sedang mobil yang satu lagi diparkir melintang di belakangnya.

Napas Nichkhun tersentak. "Junho pergi mengambil kuda," katanya kaget. "Dan anak buahnya disuruh merintangi jalan ini, supaya kita tidak bisa lewat dan meloloskan diri ke bawah. Di rintangan itu kita harus turun dari kuda supaya bisa lewat. Dan kalau itu kita lakukan, anak buah Junho akan dengan mudah meringkus kita!"

"Jadi maksudmu, kita ini terjebak di sini?" tanya Donghae.

"Begitulah menurut perkiraan Junho. Kita memang tidak bisa kembali. Jika kita melaju terus, melintasi punggung gunung dan turun di sebelah sana, kita akan sampai di Deoksugung Canyon. Itu sebuah jurang buntu. Tepatnya, buntu ke satu arah. Pada arah yang berlawanan ada jalan setapak. Jalan itu kemudian tersambung dengan jalan kasar, yang akhirnya berujung di jalan besar menuju Seoul.

"Jika kita mengambil jalan itu, dengan mudah akan bisa dikejar oleh Junho. Lagi pula ia pasti sudah memasang orang-orangnya disana. la bermaksud menangkap kita dan merebut kembali mutiara ini."

"Tapi apa gunanya bagi dia?" seru Donghae. "Katakanlah ia berhasil mengambilnya kembali, kita pasti akan tetap mengadukannya!"

"Aku yakin hal itu sudah dipikirkan olehnya." Nada suara Nichkhun yang tetap tenang menyebabkan Donghae bergidik. "Dan ia pasti akan mengusahakan sehingga kita tidak bisa mengadukannya... untuk selama-lamanya. Jangan lupa, orang-orang itu semua termasuk dalam komplotannya. Orang lain tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi."

Donghae memahami maksud Nichkhun. la meneguk ludah, karena ngeri.

"Ayo!" kata Nichkhun dengan tiba-tiba, sambil menarik Donghae mundur. Nichkhun kelihatannya gembira. Matanya berkilat-kilat. la malah tersenyum!

"Aku punya ide!" katanya. "Junho memerlukan waktu untuk sampai di desa, mengambil kuda lalu kembali lagi ke sini. Menurutnya, kita terjebak! Tapi kita akan memperdayainya. Tapi kita harus cepat!"

Mereka bergegas kembali ke tempat Heechul menunggu bersama ketiga kuda. Nichkhun dan Donghae naik lagi ke pelana kuda masing-masing.

"Ada apa?" tanya Heechul dengan tidak sabar.

"Jalan kita dipotong oleh Junho," kata Donghae, "la tidak peduli dengan jalan bagaimana... pokoknya ia mau mengambil kalung mutiara ini kembali. Rupanya orang-orang yang kita lihat tadi, semua­nya bersekongkol dengan dia."

"Tapi aku punya rencana yang akan membuat Junho melongo," kata Nichkhun bersemangat. "Untuk itu kita harus meneruskan perjalanan. Dari sini kita akan sampai di celah puncak gunung, dan dari situ menurun ke jurang kecil. Aku duluan."

Dihardiknya Skippy, dan kuda hitam itu mulai mendaki lagi dengan langkah cepat. Nichkhun memilih kecepatan yang tidak sampai melelahkan bagi ketiga kuda itu. Heechul mengambil posisi berikut, di depan Donghae. Kuda betina yang ditunggangi oleh Heechul memang lebih santai. Tapi ia terpaksa berjalan terus, karena di desak dari belakang oleh kuda betina penggugup yang dinaiki Donghae.

Dalam waktu setengah jam mereka sudah sampai di celah puncak gunung. Mereka bisa melayangkan pandangan ke lembah yang terletak di balik gunung itu. Kelihatannya gersang dan sempit.

Nichkhun hanya berhenti sesaat. Lalu dihardiknya kuda untuk melanjutkan perjalanan. Gerak menurun terasa lebih mudah. Dalam waktu setengah jam saja mereka sudah sampai di dasar lembah.

"Jalan ke luar dari sini lewat sebelah sana," kata Nichkhun sambil menuding. "Beberapa mil setelah ujung lembah, jalan itu menyambung dengan jalan raya. Junho pasti menduga kita akan mengambil jalan itu. Karenanya sekarang kita menuju arah berlawanan!"

Nichkhun memalingkan Skippy, dan kuda itu mulai memilih langkah dengan hati-hati di sela batu yang bertebaran di antara dinding lembah yang sempit.

"Sekarang kita harus mencari dua batu berwarna kuning, yang letaknya sekitar enam meter di atas lembah ini," seru Nichkhun dari depan. "Posisi batu yang satu di atas batu lainnya!"

Mereka berkuda selama sepuluh menit. Kemudian penglihatan Donghae yang tajam menyebabkan ia paling dulu melihat kedua batu yang dimaksudkan oleh Nichkhun.

"Itu dia!" katanya sambil menuding. Nichkhun mengangguk. la menghentikan kudanya, tepat di bawah batu berwarna kuning itu.

"Kita turun di sini," katanya. Donghae dan Heechul turun dari kuda masing-masing. Tiba-tiba Nichkhun menepuk punggung ketiga kuda itu, yang karena kaget langsung lari menjauhkan diri.

"Kita jalan kaki dari sini," kata Nichkhun menjelaskan. "Nanti bahkan harus merangkak. Di ujung lembah yang buntu ada air. Kuda-kuda kita pasti akan menuju ke situ, untuk minum. Nanti apabila Junho menyadari bahwa kita berhasil mengecohnya lalu mencari-cari kesini, ia akan menemukan ketiga kuda itu. Tapi itu nanti, beberapa jam lagi."

Nichkhun mendongak.

"Dulu di sini ada jalan setapak," katanya. "Tapi untung bagi kita... sebagian besar dari jalan itu kemudian runtuh karena tanah longsor. Tapi kalau jalan kaki, kita masih bisa melewatinya. Kita harus menuju ke puncak batu cadas kuning di bawah."

Nichkhun mulai mendaki dengan berhati-hati. Heechul menyusul, diikuti oleh Donghae yang menolongnya sekali-sekaii kalau diperlukan. Beberapa menit kemudian ketiga pemuda itu sudah berdiri di atas batu cadas kuning. Heechul dan Donghae tercengang, karena temyata di situ ada lubang masuk ke dalam gunung. Lubang itu dinaungi batu cadas kuning yang ada di sebelah atas. Dari bawah lubang itu sama sekali tidak nampak.

"Ini gua," kata Nichkhun. "Jaman dulu ada seorang yang menemukan bijih emas di dalam gua ini. Lalu ia membuat terowongan tambang, dengan mem­pergunakan gua ini sebagai pangkalnya. Kita sekarang menuju ke terowongan itu. Tapi harus cepat, sebelum Junho atau orang-orangnya sempat melihat kita di sini."

Sambil berkata begitu, Nichkhun merunduk lalu masuk ke dalam gua. Heechul dan Donghae menyusul masuk ke liang gelap itu, tanpa mengetahui ke mana mereka saat itu akan pergi dan apa yang akan terjadi kemudian.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...