Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 08 Desember 2011

Misteri Hantu Merah (Chapter 6)



Chapter 6
Kejadian Yang Tak Terduga

Akhirnya Donghae, Heechul dan Nichkhun bisa melanjutkan makan malam, diselingi pembicaraan seru.

Victoria sudah tidur, setelah diberi obat penenang oleh Seohyun. Wanita itu rupanya, selain menjadi juru masak, juga merangkap selaku pengurus rumah tangga di situ. Para pelayan juga sudah disuruh kembali melakukan tugasnya masing­masing, setelah diperingatkan dengan keras agar jangan bercerita pada siapa pun juga tentang kejadian yang baru terjadi tadi. Namun larangan itu sudah pasti ada yang melanggarnya.

Leeteuk masuk ke ruang makan. Wajahnya nampak gelisah.

"Kau juga melihat hantu itu, Hyung?" tanya Donghae padanya. Leeteuk menggeleng.

"Aku tadi cuma mengantar Victoria sampai ke depan pintu," katanya. "la masuk sendiri. Kamarnya gelap. Ketika aku berpaling mau pergi lagi, tiba-tiba terdengar jeritannya. Dengan cepat aku berpaling. Pintu kamar agak terbuka sedikit saat itu. Aku melihat lampu kamar dinyalakan. Rupanya Victoria baru saja mau menghidupkan lampu, ketika ia melihat... ya, apa pun yang dilihatnya saat itu, tapi secara otomatis jarinya tetap menekan tombol lampu. Setelah kamar terang-bederang, tentu saja tidak ada lagi yang bisa dilihat. Setidak-tidaknya, aku saat itu tidak melihat apa-apa.

"Victoria mendekap mulutnya dengan tangan. Matanya memancarkan kengerian. Sementara aku bergegas masuk, ia roboh tidak sadarkan diri. Untung aku masih sempat menangkapnya, sehingga ia tidak terbanting ke lantai. Victoria kubaring­kan di tempat tidur. Ketika kalian masuk, aku sedang menggosok-gosok pergelangan tangan­nya, supaya ia siuman kembali."

Leeteuk mengusap keningnya dengan sikap bingung.

"Para pelayan pasti akan mempergunjingkan kejadian tadi," katanya. "Mustahil mulut mereka bisa dibungkam. Besok pagi kisah tentang hantu yang muncul di sini pasti akan tersebar luas di seluruh Namchoseon Valley."

"Kau gelisah karena wartawan mungkin akan mendengarnya lalu memuat berita itu dalam koran?" tanya Heechul.

"Bukan itu saja... aku bingung membayangkan akibat kejadian ini terhadap para pekerja di sini," jawab Leeteuk. "Kurasa Victoria tentunya sudah mengatakan lewat telepon bahwa kemarin malam pun ia sudah melihat hantu itu dalam kamarnya. Ya, kan?"

Heechul dan Donghae mengangguk.

"Jadi... kecuali dia, masih ada pula dua pelayan wanita yang melihatnya, atau tepatnya, mengaku melihatnya di beranda, sewaktu mereka sedang duduk-duduk sambil mengobrol di situ. Keduanya ketakutan setengah mati! Semula kusangka aku sudah berhasil meyakinkan mereka bahwa itu cuma khayalan mereka saja. Tapi ternyata sangkaanku itu keliru. Sebab pagi ini di Namchoseon Valley sudah tersebar desas-desus, bahwa Hantu Merah dari Sungkyunkwan sudah pindah ke sini. Para pekerja kami sejak itu ramai membicarakannya."

"Jadi menurutmu... hantu itu menyebabkan pekerja kita ketakutan, Hyung?" tanya Nichkhun.

"Betul!" jawab Leeteuk. "Hantu itu akan merusak perusahaan kita. Kita akan bangkrut karena itu!"

"Tapi kedua tamu kita ini tidak perlu direpotkan dengan masalah ini," katanya lebih lanjut. Suaranya sudah tenang kembali, seakan-akan ia menyesali gejolak perasaannya tadi. "Mungkin kalian ingin melihat mutiara yang kutemukan kembali kemarin, ketika kalian juga ikut hadir dalam kamar tersembunyi itu?"

Tentu saja Heechul dan Donghae ingin melihatnya, karena di Shinhwa Mansion hanya sempat memandangnya sekilas saja.

Leeteuk mendahului keluar dari ruang makan. la menyusuri gang, menuju suatu ruangan kantor yang sempit. Di situ ada sebuah meja tulis besar. Selain itu ada pula sejumlah lemari untuk menyimpan dokumen, sebuah pesawat telepon. Di pojok berdiri lemari besi besar model kuno.

Leeteuk berlutut di depan leman besi itu. la memutar-mutar tombol untuk membuka pintunya. Sesaat kemudian ia berpaling, lalu menghampiri ketiga pemuda itu sambil membawa sebuah kotak kecil terbuat dari kardus. Kotak itu diletakkannya di atas meja, lalu dibuka. Diambilnya kalung yang tersimpan di dalamnya dan diletakkannya pada alas meja yang berwarna merah.

Heechul dan Donghae menjulurkan tubuh untuk melihat lebih jelas, diikuti oleh Nichkhun. Kalung itu terdiri dari sejumlah mutiara yang besar-besar. Bentuknya tidak ada yang rata, sedang warnanya aneh. Abu-abu kusam. Lain sekali dengan mutiara yang bulat-bulat dan berwarna putih, seperti yang dimiliki Hyorin, adik perempuan Heechul.

"Warnanya aneh," kata Donghae mengomentari.

"Itulah sebabnya dijuluki Mutiara Hantu," kata Leeteuk. "Kalau tidak salah mutiara seperti ini semuanya berasal dari suatu teluk kecil di Sillagukga Ocean, dan sekarang sudah tidak ditemukan lagi. Kaum bangsawan sangat menyukai mutiara jenis ini. Aku tidak tahu apa sebabnya, karena bentuknya tidak sempurna dan warnanya juga sama sekali tidak menarik. Tapi nilainya sudah pasti sangat tinggi. Aku tahu pasti, kalung ini kalau dijual bisa berharga 200 Juta Won, atau bahkan lebih."

"Kalau begitu, Victoria bisa membayar semua hutangnya, sehingga perkebunan dan pabrik anggur bisa diselamatkan," kata Nichkhun. la menambahkan, "Tentunya mutiara ini sekarang menjadi miliknya, kan?"

"Persoalannya tidak segampang itu," kata Leeteuk sambil menggelengkan kepala. "Kalung ini dulu dihadiahkan Taecyeon pada putri Cina itu, istrinya yang kedua. Jadi berdasarkan ketentuan warisan, pemiliknya yang sah ialah kerabat terdekat istri kedua itu."

"Tapi wanita itu kan sudah dikucilkan keluarganya," kata Nichkhun. "Mereka sudah tidak menganggapnya sebagai keluarga mereka lagi. Selain itu kerabatnya juga lenyap entah ke mana selama kekacauan dan peperangan yang berkecamuk di Cina waktu itu."

"Ya, aku juga tahu." Leeteuk mengusap keningnya. "Tapi baru-baru ini aku menerima surat dari seorang pengacara bangsa Cina di Seoul. Dalam suratnya itu dikatakan bahwa seorang kliennya mengaku keturunan saudara perempuan istri kedua Taecyeon, la memperingatkanku agar menjaga kalung mutiara ini, karena kliennya menuntut pengembaliannya. Perkaranya akan diajukan ke pengadilan. Mungkin setelah bertahun-tahun, baru akan ketahuan siapa pemilik sah kalung ini."

Kening Nichkhun berkerut. Kelihatannya ia mau mengatakan sesuatu. Tapi tiba-tiba terdengar langkah orang bergegas datang di koridor, disusul ketukan di pintu.

"Masuk!" seru Leeteuk, sementara semua yang ada dalam kantor kecil itu berpaling dan memandang ke pintu.

Pintu terbuka.

Seorang laki-laki masuk ke dalam. Kulit wajahnya coklat terbakar matahari, sedang matanya menatap tajam. la berbicara dengan napas memburu. Ketiga pemuda yang ada di situ sama sekali tak diacuhkan olehnya.

"Tuan," katanya pada Leeteuk, "hantu itu muncul di tempat peras anggur Nomor Satu. Tiga orang pemetik anggur melihatnya, dan karena itu... kini mereka ketakutan. Sebaiknya Anda ikut saya ke sana!"

"Aduh, ini gawat! Ya baiklah, aku ikut denganmu kesana, Junho," keluh Leeteuk. Ia bergegas mengembalikan kalung mutiara ke peti besi dan menutup pintunya. Setelah itu ia cepat-cepat keluar, diikuti oleh Heechul, Donghae dan Nichkhun. Leeteuk dan Junho menuju ke sebuah jip yang menunggu di depan rumah. Begitu semua sudah naik, dengan segera kendaraan itu berangkat Mereka menyusuri lembah yang sudah gelap.

Heechul dan Donghae repot berpegang agar tidak jatuh, sementara kendaraan itu meluncur terombang-ambing di atas jalan tanah. Jadi apabila saat itu belum malam pun, takkan banyak yang bisa mereka lihat dari pemandangan sekeliling. Tapi perjalanan itu hanya sebentar, tidak sampai lima menit. Jip diberhentikan dengan tiba-tiba di luar sebuah bangunan. Diterangi lampu mobil, nampak bahwa bangunan itu terbuat dari beton dan bata beton. Kelihatannya masih baru.

Semua bergegas turun dari mobil. Keras sekali tercium bau buah anggur dan sarinya yang baru diperas.

"Junho itu kepala pekerja penanam dan pemetik buah anggur," bisik Nichkhun pada kedua temannya.

Sementara Junho memadamkan lampu besar jip, seorang pemuda yang pakaiannya agak lusuh muncul dari tempat gelap di dekat bangunan, datang menghampiri mereka.

"Ada yang kau lihat sejak aku pergi tadi, Jonghyun?" bentak Junho. Pemuda yang ditanya menggeleng.

"Tidak, Tuan," katanya. "Saya tidak melihat apa-apa."

"Mana pemetik anggur yang tiga orang tadi?" tanya Junho lagi. Jonghyun datang mendekat, sehingga dalam keremangan nampak bahwa ia membentangkan tangannya.

"Siapa yang bisa tahu?" katanya. "Begitu Anda pergi, mereka langsung kabur. Mereka lari pontang-panting, dan... " Jonghyun tertawa geli, "belum pernah saya melihat mereka lari pontang-panting seperti ini. Mungkin sekarang mereka ada di Desa Namchoseon," ia menuding ke arah sekelompok cahaya terang di ujung seberang lembah, "di dalam sebuah cafe dan bercerita pada siapa saja yang mau mendengar bahwa mereka baru saja melihat hantu!"

"Justru itulah yang tidak kukehendaki," kata Junho dengan geram. "Seharusnya kau menahan mereka."

"Saya sudah berusaha menenangkan mereka," kata Jonghyun. "Tapi mereka tidak mau mendengar, karena terlalu takut."

"Ya... nasi sudah menjadi bubur," kata Leeteuk dengan nada lesu. "Apa sebetulnya yang diperbuat orang-orang itu di sini setelah gelap?"

"Saya yang meminta mereka datang menemui saya di sini, Tuan," kata Junho. ''Mereka itulah yang mula-mula menyebarkan desas-desus tentang hantu. Saya bermaksud menyuruh mereka untuk tutup mulut, kalau tidak ingin dipecat. Tapi saya terlambat datang. Sementara mereka menunggu, rupanya orang-orang itu merasa seperti melihat sesuatu. Saya yakin bahwa yang nampak itu cuma khayalan mereka saja. Karena begitu sering mereka mengoceh tentang hantu, sehingga akhimya menyangka benar-benar melihatnya."

"Apa itu khayalan atau tidak, yang jelas keadaan ini sudah terlanjur terjadi," kata Leeteuk. "Coba kau pergi ke desa untuk menenangkan mereka, walau mungkin percuma saja."

"Baiklah, Tuan. Apakah Anda semua perlu saya antarkan pulang dulu?"

"Ya, dan..." Leeteuk tertegun, lalu menepuk keningnya sambil berseru kaget.

"Astaga!" katanya. "Nichkhun! Setelah mengembalikan kalung mutiara tadi ke dalam peti besi, pintunya kukunci lagi atau tidak?"

"Aku tidak tahu. Aku tadi tidak begitu memperhatikanmu, Hyung." jawab Nichkhun.

"Tapi aku melihatnya," sela Donghae. Kemudian ia berusaha mengingat-ingat, apa sebenarnya yang dilihatnya ketika di dalam kantor tadi. "Kau memasukkan kalung ke dalam peti besi... lalu menutup pintu dan memutar pegangannya..."

"Ya, ya, betul," kata Leeteuk memotong, "tapi tombol kuncinya kuputar atau tidak?" Donghae berusaha mengingat-ingat. Ia tidak begitu yakin, tapi... "Tidak, Hyung," katanya kemudian. "Aku rasa kau tidak menguncinya."

Leeteuk mengeluh.

"Aku rasa juga begitu," katanya. "Aku tadi pergi begitu saja, sementara lemari besi kubiarkan tak terkunci. Padahal Mutiara Hantu ada di dalamnya. Cepat, Junho... antarkan saya pulang dulu. Setelah itu kau kembali lagi ke sini untuk menjemput mereka bertiga." kata Leeteuk sambil menunjuk ke arah Donghae, Heechul dan Nichkhun.

"Baiklah. Ini, Tn. Nichkhun... pegang senter saya." Junho menyerahkan senternya yang bercahaya terang ke tangan Nichkhun. Setelah itu ia dan Leeteuk bergegas meloncat ke atas jip yang langsung berangkat.

"Astaga!" kata Heechul, memecah kesunyian yang menyusul. "Mula-mula di rumah, lalu kemudian di sini. Tapi kenapa semuanya begitu mengkhawatirkan omongan orang, Nichkhun?"

Tanpa disadari, ketiga pemuda itu saling mendekat di tengah kegelapan malam sunyi, yang hanya dipecahkan oleh bunyi jengkerik.

"Karena, saat ini musim memetik buah anggur sedang berjalan," kata Nichkhun. "Buah anggur mulai ranum dan harus dipetik, lalu setelah itu diangkut ke tempat pemerasan untuk diambil sarinya. Setiap hari ada buah anggur yang ranum. Kalau tidak cepat-cepat dipetik, akibatnya buah itu terlalu ranum sehingga anggurnya tidak begitu enak. Atau bahkan mungkin pula buah itu membusuk.

"Untuk memetiknya diperlukan tenaga banyak orang. Tapi pekerjaan itu merupakan kerja musiman. Jadi banyak di antara pekerja yang datang ke sini khusus pada musim petik, dan setelah itu pergi lagi ke tempat lain. Pekerja-pekerja itu semuanya orang-orang miskin yang bekerja membanting tulang dan sangat percaya pada takhayul.

"Mereka semua sudah merasa gelisah, sejak ada berita di koran-koran mengenai Hantu Merah di Sungkyunkwan. Kini, jika hantu itu ada di Namchoseon Valley, banyak dari para pekerja itu akan lari ketakutan dari sini. Mereka akan minta berhenti, dan kami tidak bisa memperoleh pekerja lain sebagai pengganti. Sebagai akibatnya, buah anggur akan membusuk, sehingga panen kali ini gagal. Perusahaan kami akan menderita kerugian besar. Aku tahu pasti, Victoria pasti kebingungan karena perusahaan banyak hutang dan setiap sen yang masuk sangat besar artinya."

"Aduh, gawat juga kalau begitu," kata Donghae dengan kikuk. "Dan semuanya terjadi karena rumah moyangmu dibongkar dan arwahnya terpaksa gentayangan ke mana-mana."

"Tidak!" kata Nichkhun berkeras. "Aku tidak percaya bahwa itu arwah moyangku. Ia takkan mau merugikan keluarganya sendiri. Pasti itu hantu jahat yang ingin mengganggu kami."

Nichkhun berbicara dengan nada begitu yakin, sehingga Heechul ingin sekali bisa mempercayai kata-katanya itu. Tapi Heechul melihatnya sendiri di Shinhwa Mansion. Dengan mata sendiri ia melihat sosok tubuh kabur berjubah merah itu. Jadi ia terpaksa berpendapat, Nichkhun pasti keliru.

Selama beberapa saat ketiga pemuda itu membisu. Mereka memikirkan tindakan selanjutnya. Akhirnya Heechul yang paling dulu membuka mulut.

"Jika hantu itu dilihat orang di sini," katanya, "kita perlu membuka mata! Siapa tahu, kita akan bisa melihatnya lagi."

"Ya... Aku rasa benar juga kata-katamu itu," kata Donghae segan-segan. "Tapi perasaanku lebih enak apabila Eunhyuk juga ada di sini."

"Hantu itu tidak mengganggu siapa-siapa," kata Nichkhun, "la cuma menampakkan diri saja. Jadi kita tidak perlu takut. Dan kalau betul itu arwah moyangku, pasti ia tidak bermaksud jahat. Aku sependapat denganmu, Heechul. Kita periksa saja sebentar di sekitar tempat pemerasan anggur. Mungkin hantu itu masih ada di situ."

Ia mengajak Heechul dan Donghae mengelilingi bangunan. Kelihatannya ia mengenal baik tempat itu. Senter tidak dinyalakan olehnya, karena menurut pendapatnya cahaya terang akan menyebabkan mereka tidak bisa melihat Hantu Merah itu.

Mereka memandang dengan mata terpicing. Tapi tidak ada yang nampak di samping bayangan bangunan yang gelap. Sambil berjalan, Nichkhun menjelaskan bahwa bangunan itu tempat pemerasan anggur yang baru selesai dibuat.

"Di sini buah anggur yang ranum dimasukkan ke dalam tangki-tangki besar," katanya. Semacam roda putar bersekop... melumat buah itu dan memeras sarinya, yang kemudian mengalir ke dalam tangki penampung. Dari tangki itu sari anggur dipompakan ke dalam tangki-tangki yang terdapat di dalam ruangan bawah tanah. Ruangan itu sebenarnya gua-gua yang digali dalam di gunung di dekat sini. Dalam gua-gua itu suhu dan kelembaban tetap sama sepanjang tahun. Sari anggur dibiarkan di dalam tangki-tangki itu sampai meragi. dan akhirnya menjadi minuman yang nikmat."

Tapi Heechul tidak begitu memperhatikan penjelasan itu, karena ia masih berusaha mencari-cari kalau ada sesuatu yang kelihatannya seperti sosok tubuh bersinar suram. Tapi tak ada yang kelihatan, walau mereka sudah mengelilingi bangunan itu.

"Kita lebih baik masuk saja ke dalam," kata Nichkhun kemudian. "Akan kutunjukkan pada kalian mesin-mesin dan tangki-tangki yang ada di dalam. Semua masih serba baru. Tempat ini dibangun tahun yang lalu. Waktu itu banyak mesin baru yang dibeli Leeteuk Hyung, dan karenanya hutang kami tidak sedikit. Itulah sebabnya saat ini Victoria bingung. la merasa khawatir tidak bisa membayar hutang."

Saat itu nampak cahaya lampu mobil datang mendekat. Tidak lama jip yang tadi, berhenti di dekat mereka.

"Naiklah," kata Junho pada ketiga pemuda itu. "Kalian akan saya antarkan pulang ke rumah. Tapi sebelumnya saya ada urusan sebentar di desa. Saya harus mencari ketiga pekerja yang mengaku melihat hantu itu. Saya harus menyuruh mereka tutup mulut, sambil berusaha menenangkan suasana."

"Terima kasih, Junho," kata Nichkhun, "tapi kami pulang jalan kaki saja. Dari sini kan tidak begitu jauh. Paling-paling hanya satu mil lebih sedikit. Ini... sentermu. Bulan sudah muncul, jadi kami bisa melihat jalan tanpa bantuan senter."

"Terserah," kata Junho. "Mudah-mudahan saja ketiga pemetik anggur itu tidak menyebabkan semua pekerja kita ketakutan. Kalau itu sampai terjadi, pasti takkan sampai selusin yang muncul bekerja besok."

Setelah itu jeep berangkat lagi, menderu menuju sekelompok cahaya yang nampak agak jauh di dalam lembah. Pasti itulah desa yang disebut Junho tadi. "Kau tidak keberatan kan... kalau kita pulang dengan jalan kaki, Heechul?" tanya Donghae pada temannya.

"Kakiku sudah cukup kuat," kata Heechul, lalu menjelaskan pada Nichkhun. "Dulu sewaktu aku masih kecil kakiku pernah patah, karena jatuh dari bukit. Sebagai akibatnya aku terpaksa memakai penopang, sampai minggu lalu. Tapi Dr. Yonghwa kemudian membukanya dan mengatakan bahwa aku sekarang sudah sembuh. Aku perlu banyak berlatih berjalan, supaya kakiku yang cedera bisa kuat kembali."

"Kita tidak perlu buru-buru," kata Nichkhun. Dengan santai ketiganya menyusuri jalan berdebu diremangi cahaya bulan. Di sekeliling tercium bau anggur yang ranum. Selama beberapa saat Nichkhun berjalan sambil membisu.

"Maaf," katanya kemudian, "aku sedang memikirkan, betapa besar bencana yang akan dialami Namchoseon Valley karena masalah hantu ini. Para pekerja kami akan kabur semua, seperti kataku tadi. Panen anggur akan gagal. Sebagai akibatnya, kami akan menderita kerugian besar. Victoria tidak akan bisa membayar hutangnya, dan karena itu Namchoseon Valley akan disita.

"Itulah sebabnya aku diam saja. Aku cemas memikirkan masalah yang dihadapi Victoria. Aku tahu, kebun dan usaha anggur ini sangat berarti baginya. Karena... moyangnya, ibunya dan kemudian Victoria sendiri seumur hidup mencurahkan seluruh perhatian untuk membangun usaha ini. Kalau sekarang ambruk, pasti ia akan patah semangat. Tapi, masih ada satu harapan! Jika persoalan hak milik Mutiara Hantu bisa diselesai­kan, dan terbukti bukan orang lain pemiliknya yang sah, maka Victoria bisa menjualnya dengan harga tinggi. Dan dengan hasil penjualan itu, ia bisa membayar semua hutangnya."

"Mudah-mudahan saja begitu," kata Donghae. "Tapi bagaimana pendapatmu, Nichkhun? Yang muncul itu hantu moyangmu atau bukan?"

"Entahlah, aku tidak tahu," kata Nichkhun pelan. "Sepertinya tidak masuk akal, kalau arwah moyangku itu bermaksud jahat, walau semasa hidupnya ia terkenal berwatak keras. Menurut kepercayaan keluarga kami, Kami tidak menolak kemungkinan adanya makhluk halus, baik yang baik maupun yang jahat. Aku rasa ini perbuatan roh jahat, dan bukan moyangku. Ya, ini pasti roh jahat!"

Akhirnya mereka sampai di rumah. Beberapa lampu di dalam masih menyala. Tapi keadaan di dalam sunyi sepi. Ketiga pemuda itu naik ke rumah lalu masuk. Nichkhun kelihatannya agak heran menemukan ruang duduk yang besar dalam keadaan kosong.

"Para pelayan sudah tidur semuanya," katanya, "aku pikir Leeteuk Hyung ada di sini. Ia mengatakan ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada kalian. Mungkin ia ada di kantornya."

la mendahului pergi ke kantor itu. Pintunya ternyata tertutup. Ketika Nichkhun mengetuk, dari dalam terdengar suara mengerang disertai bunyi berdebum-debum.

Nichkhun kaget, lalu cepat-cepat membuka pintu. Ketiga pemuda itu tercengang. Mereka menatap Leeteuk yang tergeletak di lantai. Pergelang­an tangan dan kakinya terikat erat dengan tali dan disatukan di belakang punggungnya. Kepalanya diselubungi dengan kantong kertas.

"Hyung!" seru Nichkhun, lalu bergegas masuk dan menarik kantong kertas dari kepala Leeteuk. Mata Leeteuk terbelalak, se­mentara bibirnya bergerak-gerak. Tapi ia tidak bisa mengatakan apa-apa, karena mulutnya tersumbat.

"Jangan coba bicara, dulu," kata Nichkhun cepat, "kami akan membebaskanmu!"

Diambilnya pisau lipat dari kantongnya lalu dipotongnya saputangan yang menyumbat mulut Leeteuk. Kemudian, sementara Leeteuk masih mengap-mengap menarik napas, Nichkhun sudah memotong tali yang mengikat pergelangan kaki dan tangannya. Setelah bebas, Leeteuk duduk sambil mengusap-usap pergelangannya.

"Apakah yang terjadi tadi?" tanya Donghae.

"Ketika aku kembali ke rumah langsung masuk ke sini, aku disergap oleh seseorang yang sudah menunggu di balik pintu. Sedang seseorang lagi menyumbat mulutku, lalu mengikat kaki dan tanganku. Aku dibanting ke lantai, lalu kepalaku diselubungi kantong kertas. Aku mendengar pintu lemari besi terbuka dengan keras. Astaga! Lemari besi!"

Dengan cepat ia berpaling dan bergegas menghampiri lemari besi yang besar. Nampak jelas bahwa pintunya terbuka sedikit. Leeteuk membentangkannya lebar-lebar, lalu meraih ke dalam. Tapi ketika ditarik lagi, ia tidak memegang apa-apa.

Leeteuk menatap tangannya dengan mata terbelalak. Mulutnya komat-kamit. "Mutiara Hantu itu... dicuri orang!" katanya dengan serak.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...