Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Selasa, 20 Desember 2011
Cupid (Chapter 5)
Hari kelima
Dua belas missed call dari Lee Seung Gi. Lima SMS permintaan maaf dengan alasan diulang-ulang. Mungkin reaksiku berlebihan. Atau, mungkin Lee Seung Gi memang keterlaluan. Tidak tahulah!
Ketika kulewati ruangan Park Shin Hye, kulihat Lee Ki Kwang sedang membereskan sesuatu di dalamnya. Kuhentikan langkah untuk memperhatikan dengan lebih cermat. Di ruangan terdapat beberapa kardus dan pajangan, yang kutahu milik Lee Ki Kwang sepenuhnya. Melihat barang-barang itu, aku tersadar, Lee Ki Kwang akhirnya berhasil menggantikan Park Shin Hye. Rasa marah itu kembali terpicu seperti peluru panas yang ingin lepas dari selongsongannya.
Menengok ke arahku, Lee Ki Kwang berucap, “Aku sedang bersema¬ngat sekali hari ini. Bagaimana kalau kupanggil Lee Min Ho Sunbae? Oh, aku kan sudah bisa memanggilnya dengan Lee Min Ho saja. Dia harus mulai belajar memanggilku Tn. Lee Ki Kwang.”
Lee Ki Kwang meraih teleponnya. Tak lama Lee Min Ho muncul, sama sekali tidak berusaha menutupi sikapnya yang malas-malasan. Masa kerjanya lebih dari 10 tahun. Kenyang sudah ia melihat semua orang baru melangkahi dirinya untuk naik ke posisi lebih tinggi.
Lee Min Ho sebenarnya karyawan yang hasil kerjanya cukup bagus. Namun, ia bisa berbalik jadi sangat tidak kooperatif, tanpa takut pada jenis atasan mana pun juga dan tanpa peduli apa pun hukuman perusahaan yang diancamkan padanya. Orang-orang di kantor sudah paham benar sifat keras kepalanya, dan memilih menghindari konflik yang tidak perlu dengannya. Jauh lebih menguntungkan untuk mengalah dan menjadi temannya, karena ia akan menjadi sangat suportif dan bersedia membantu.
Aku tersenyum, menanti kejadian yang menyenangkan. Gaya Lee Ki Kwang yang sok tahu pasti hanya akan memancing kebandelan Lee Min Ho.
“Lee Min Ho, tolong bantu bereskan ruanganku. Masukkan dokumen ke lemari, gantung pigura di dinding, dan ambilkan barang-barangku yang masih tertinggal di meja lamaku!”
Wajah Lee Min Ho langsung kelihatan kesal. Wajar saja. Kalau aku jadi dia mungkin semua barang akan kulempar saja ke luar jendela. Tiba-tiba ide pembalasan dendam melintas di kepalaku.
“Lee Min Ho pasti bersedia.” Aku mengedip ke arah Lee Min Ho.
Lee Min Ho kelihatan tidak mengerti. Aku mengangguk-angguk¬an kepala, mengisyaratkan padanya untuk menurut.
“Aku pergi dulu, ya,” kata Lee Ki Kwang, sambil melangkah.
“Kim So Eun, kau tidak menyuruhku untuk menuruti perintahnya kan?? Untuk membereskan barang-barangnya?!”
“Tenang, Sunbae. Nanti kupanggilkan OB dari lantai bawah.”
Lee Min Ho diam, mencoba meraba isi kepalaku, lalu mengendikkan bahu, menyerahkan masalah ini padaku.
Dua jam kemudian, OB telah membereskan semuanya. Aku pura-pura membawakan sebuah Flashdisk, yang sengaja kuminta untuk disisakan, agar tidak dibawa ke ruangan Lee Ki Kwang. Kalau ada yang iseng bertanya, akan kubilang bahwa pekerjaan OB tadi belum selesai, dan perlu kubantu.
Kuletakkan Flashdisk tersebut di laci meja Lee Ki Kwang. Masih Flashdisk yang sama. Hanya, sekarang semuanya tertempeli satu file berisi virus. Sebelum sampai di ruangan ini, Flashdisk tersebut telah mampir di laptop-ku, yang seluruh datanya sudah rusak termakan virus. Cepat atau lambat, Lee Ki Kwang akan menggunakan Flashdisk itu, dan dalam waktu dua atau tiga hari ia tidak akan dapat membuka file-filenya lagi. Ia hanya akan melihat tampilan hitungan statistik yang aneh, sementara virus ganas itu memakan seluruh hasil kerjanya yang tertanam di situ.
Aku tersenyum. Rasakan kau, Lee Ki Kwang. Ini balasan untuk keli¬cikanmu! Namun, hatiku tetap terasa kosong, tak ada rasa puas. Sungguh aneh! Bukankah sudah sepatutnya aku membalas? Tapi, kenapa ini berbalik membuatku merasa jadi orang terjahat? Aku menghela napas. Hidupku ternyata hanya sekumpulan kegagalan. Tidak hanya dalam pencarian pasangan, tapi juga dalam karier. Tiga puluh lima tahun, tanpa suami, tanpa kemajuan jabatan, ditambah perilaku yang semakin minus!
Ketika aku kembali ke meja dan tidak sengaja membuka laci teratasnya, kulihat ada tas kertas kecil menutupi hampir sepertiga permukaannya. Dengan terheran-heran kudapati kotak panjang seukuran telapak tangan berisi sebotol parfum, tanpa keterangan pengirim. Namun, informasi itu memang tidak perlu. Rasanya, aku bisa menebak pengirimnya. Kim Hyun Joong. Apakah ini tanda penyesalan ataukah lebih seperti yang selama ini kuharapkan?
Kuhirup wangi lembut parfum yang membawaku pada padang rerumputan yang baru ditebas dan aroma rempah yang baru ditumbuk. Kupejamkan mata, perasaanku ternyata tidak pernah terbunuh. Perhatian kecil darinya sanggup mengubur bagian memori yang merekam kenangan pahit tentangnya. Yang tinggal adalah rasa cinta yang meluap-luap, mendobrak pecah semua garis dan batas, membanjiri setiap tujuan gerak dan langkah. Yang aku ingin tahu, bagaimana Cupid akan membawanya jadi milikku.
Aku berjalan ke ruangannya. Hanya sekadar melintas. Berharap menangkap sedikit sosoknya. Biarlah itu hanya setetes air. Namun, ia tetap air. Biarpun kehausanku membutuhkannya dalam volume satu galon penuh. Tidak! Aku tidak akan sekadar melintas. Aku akan mengungkapkan perasaanku.
Namun, dari jauh kulihat sekilas bayangan seseorang telah mendahuluiku masuk. Ketika mendekati pintu masuk, apa yang kulihat membuat mataku ingin terbutakan oleh gelap. Kurasakan pisau dingin yang mengiris tengkukku dalam bentuk lingkaran. Aku terbeku oleh rasa sakit yang lebih dalam.
Aku berbalik. Mataku kabur oleh rasa marah dan kecewa yang membersitkan air mata. Terulang lagi. Selalu begitu. Kenapa? Aku kembali ke tempat dudukku, terdiam memandangi layar komputer.
Siang harinya, sebuah buket karangan bunga diantarkan OB ke tempat dudukku. Apa lagi ini? Aku sudah hampir membuangnya ke keranjang sampah, ketika sekilas kulihat ada kartu kecil tersangkut pada bagian ikatannya. Lee Seung Gi.
Aku tersenyum. Kuambil ponselku dan meneleponnya. Kami tertawa, bercanda. Ah, aku selama ini lupa, Lee Seung Gi sangat menyenangkan. Kami akan berkencan di sebuah Club yang baru buka. Pukul 9 malam kami akan bertemu di lobi.
Tepat pukul 9 malam, aku menunggu di lobi. Ponselku berdering. Telepon yang tidak kuharapkan. Pasti Lee Seung Gi membatalkan janji. Dengan menarik napas panjang, kujawab deringannya. Dia akan menyusul, dengan alasan masih ada pekerjaan. Akhirnya, aku pergi sendiri.
Sebuah kesalahan besar hanya karena mengabdi pada kesabaran. Wanita boleh saja pergi sendirian, sekalipun jaraknya melebihi tempuhan terjauh yang sanggup diarungi para petualang. Tapi, jangan pernah pergi ke Club tanpa teman! Aku baru menyadari kekeliruan itu, ketika sudah beberapa langkah masuk ke dalam ruangan remang-remang yang hingar bingar oleh musik.
Semua datang bergerombol atau masuk dengan pasangan, me¬ngumpul pada tempat-tempat duduk tertentu. Sekarang aku mau duduk di mana? Aku belum senekat dan sepercaya diri itu untuk bergabung dengan salah satu dari mereka yang tak kukenal. Tapi, aku juga tidak mungkin terus berdiri canggung seperti orang-orangan sawah di tengah ladang.
Bodohnya lagi, aku mengira bisa menunggu Lee Seung Gi, sesantai menunggu sendirian di kafe. Saat sedang kebingungan, sang pangeran penyelamat datang. Sayangnya, dia adalah pangeran penyelamat, sekaligus naga penjaga menara, yang lebih suka menggoda putri yang seharusnya dijaganya. Kim Bum.
“Kim So Eun, sendiri saja?” Seringai menyebalkan itu. “Bergabung denganku saja,” katanya, sambil menggamit lenganku.
Dihadapkan pada situasi tanpa pilihan sedikit pun, aku terpaksa mengikutinya. Namun, bergabung dengan kelompok Kim Bum, sama gerahnya dengan berdiri sendirian. Di mejanya ada dua pria dan tiga wanita berpakaian seksi. Wanita-wanita itu tampak bersaing merebut perhatian Kim Bum.
“Teman-teman, kenalkan, ini Kim So Eun.”
Semua teman Kim Bum hanya memandangku sebelah mata. Tak ada yang mengenalkan dirinya. Gerombolan yang menyebalkan.
Tiba-tiba SMS masuk. Lee Seung Gi membatalkan kencan, tapi menawarkan diri untuk menjemputku. Aku tak tahu mau marah bagaimana lagi. Lee Seung Gi, jika kau mau minta maaf, satu truk bunga mawar pun tidak akan cukup!
Cukup sudah! Kupanggil pelayan yang sudah hampir pergi dan memesan minuman. Tak lama, minuman beralkohol itu datang. Kureguk seteguk. Ini untukmu, Lee Seung Gi! Untuk semua pembatalan janjimu. Semoga sampai mati kau tidak akan menikah dengan mantan kekasihmu.
Cairan itu terasa manis, namun membakar di tenggorokan. Kuhirup lagi. Untukmu, Kim Hyun Joong. Persetan dengan semua perhatianmu itu! Rasa panas itu sudah tidak terasa, yang ada hanya ringan yang melegakan. Kuminum lagi. Untuk kalian, teman-teman Kim Bum yang menyebalkan. Semoga suatu hari nanti kalian akan tahu bahwa kalian bukan apa-apa. Dengan tak sabar kuteguk sampai habis. Untukmu, Kim Bum, karena… karena selalu menyebalkan!
Ringan melayang. Begitu nikmat, ketika perasaan yang tidak menyenangkan itu raib, seperti uap yang terbawa naik. Hanya tinggal rasa puas, walau tanpa sebab. Sesuatu di dalam diriku mendobrak keluar. Aku merasa diriku berdiri dan berjalan ke arah Kim Bum. Kuraih tangannya tanpa mempedulikan wajahnya yang tercengang. Ayolah, Kim Bum. Beranikah kau berhadapan dengan sisi liarku?
Aku melangkah mantap ke lantai dansa dan mulai meliukkan tubuh. Baru kutahu bahwa aku bisa juga bergoyang dengan cara yang demikian. Kim Bum tersenyum lebar. Aku merasa super-sensual dan super-seksi.
Kim Bum diam, lalu mendekat, memegangi bahuku.
“Kim So Eun, sudah! Kau mabuk.”
Mendadak aku merasa pusing. Perut terasa meletup-letup panas, seperti magma yang hendak mendorong keluar dari gunung berapi. Aku terhuyung, ketika Kim Bum menangkapku dan menutupi tubuhku dengan sesuatu. Kepalaku semakin berputar-putar. Aku merasa sangat lemah. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi. Seperti ada jeda waktu yang hilang untuk terekam di ingatan. Tiba-tiba aku sudah duduk di kursi depan mobil Kim Bum.
Rasanya, semakin sulit untuk tetap terjaga. Sebuah lorong gelap yang nyaman terus menarikku untuk memejamkan mata. Sebelum terle¬lap yang kuingat adalah wajah Kim Bum, yang matanya tersenyum geli.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KangeeeeeeNNN FF mu..
BalasHapusAhahhahahha..AQ kan doyan nya Cuma Bumsso..
gag sabaR liad BeOm tobat...