Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 18 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 8)



PARK JUNG MIN merupakan generasi ketiga penjaga keamanan di pabrik rokok milik keluarga Song Seung Hun. Karena kesetiaannya, Kwon Sang Woo, ayah Park Jung Min, abadikan pengawal pribadi Song Seung Hun. Dan diberi rumah di belakang rumah besar mereka.

Tentu saja bukan rumah sebagus dan semewah rumah majikannya. Hanya sebuah rumah sederhana berukuran tiga enam dalam kompleks perumahan karyawan pabrik rokok milik Song Seung Hun.

Di rumah itulah Park Jung Min dibesarkan. Dalam aroma pengabdian yang kental.

Sejak kecil, Park Jung Min dan Kim Bum sudah bersahabat. Ke mana pun mereka pergi, mereka selalu pergi berdua. Jarang menemukan Kim Bum seorang diri, tanpa Park Jung Min.

Ketika meningkat remaja, Park Jung Min bukan hanya menjadi sahabat Kim Bum. Dia sekaligus menjadi pengawalnya. Tidak ada orang yang bisa mengganggu Kim Bum kalau di sana ada Park Jung Min.

Begitu tak terpisahkannya mereka sampai Park Jung Min lupa, suatu saat dia harus membiarkan temannya melangkah seorang diri. Tidak mungkin membawa seorang sahabat ke sebuah pernikahan. Karena kehadiran Park Jung Min malah membuat rumah tangga Kim Bum tambah kacau.

Pertengkaran antara Kim So Eun dan Kim Bum menjadi lebih kerap dengan adanya Park Jung Min di rumah mereka. Karena setiap kali Kim So Eun mengeluh, Kim Bum selalu membelanya. Dan semakin sering Kim Bum membela sahabatnya, semakin benci juga Kim So Eun kepada Park Jung Min.

Mula-mula dia memang tidak keberatan Park Jung Min tinggal bersama mereka. Karena jauh dalam hatinya, sebenarnya Kim So Eun juga mengagumi kesetiaan Park Jung Min. Dia memilih ikut menderita bersama sahabatnya daripada mengabdi kepada orangtua Kim Bum. Padahal pilihan yang terakhir itu lebih memiliki masa depan.

Tetapi lama-kelamaan Kim So Eun gerah juga. Park Jung Min tidak pernah berusaha mencari pekerjaan. Malas. Jorok. Dan asap rokoknya mengebul terus seperti kereta api tua.

Park Jung Min juga tidak pernah menyukai Kim So Eun. Dari pertama kali berkenalan, dia sudah sebal melihat gadis itu. Sudah angkuh, judes, lagi, Heran Kim Bum justru tergila-gila padanya sampai lupa pada hobi lamanya. Berganti pacar setiap seratus hari.

"Aku jatuh cinta padanya, Park Jung Min," kata Kim Bum terus terang ketika Park Jung Min menanyakannya.

"Begitu banyak pilihan, kenapa justru kau memilih dia, Kim Bum?"

"Aku kan tidak memilih gadis minus satu, Park Jung Min! Kim So Eun kurang apa lagi? Cantik, cerdas, ulet, dan lain-lain."

"Cantiknya cuma tujuh setengah, Kim Bum. Tapi judesnya tujuh ribu volt!" Kim Bum tertawa geli.

"Justru karena itu aku tergila-gila padanya. Dia beda. Model yang sudah jarang diproduksi! Punya harga diri. Tidak silau melihat kekayaanku."

"Siapa bilang? Dia kan tidak buta? Dia tahu siapa kau, apa merek mobilmu!"

"Dia malah tidak bisa membedakan mobilku dari mobil di sebelahnya!"

"Gadis bloon seperti itu yang kau kejar-keiar sampai tersandung?"

"Kesasar pun aku tidak takut! Aku akan mengejarnya ke mana pun dia lari!"

"Dia tidak akan lari! Karena tidak ada yang mengejarnya kecuali kau! Semua pemuda taku dengan gadis galak seperti dia!"

"Perempuan seperti dia merangsang untuk ditaklukkan!"

Mula-mula Park Jung Min menanggapinya dengan sinis. Tetapi hari ini, rangsangan itu justru menyerangnya. Ketika Kim So Eun melawan dengan ganas, dia tergugah untuk menaklukkan perempuan buas itu.

Diangkatnya tubuh perempuan itu. Dibantingnya ke atas sofa. Lalu dipaksanya menyerah.

Pada mulanya, memang hanya nafsu. Tetapi tatkala Kim So Eun memberikan sesuatu yang belum pernah dirasakannya seumur hidup, Park Jung Min tiba-tiba menyadari, dia sudah jatuh cinta.

Mungkin cinta itu sudah lama tumbuh di hatinya. Cinta yang selalu dikuburnya dalam kumparan kebencian. Cinta yang tumbuh di bawah sadarnya. Yang tak pernah muncul ke permukaan. Karena wanita yang diam-diam dicintainya itu istri Kim Bum, sahabat karibnya. Majikannya. Junjungan hidupnya!

Sekarang Park Jung Min baru percaya. Batas antara cinta dan benci itu hanya secarik selaput tipis!

* * *

Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Park Jung Min sudah lama mencari Kim Bum. Karena dia belum pulang juga meskipun malam sudah larut.

Menjelang tengah malam, dia akhirnya menemukan sahabatnya. Di rumah biliar dekat kampus. Kim Bum bukan hanya sedang main. Dia juga sudah setengah mabuk. Sodokannya serba-kacau. Tetapi dia memukul terus.

Jam tangannya sudah ludes. Bahkan cincin kawinnya sudah digadaikan.

"Ayo kita Pulang, Kim Bum," kata Park Jung Min sambil menyentuh bahunya.

Kim Bum menoleh. Dan melihat wajah sahabatnya basah kuyup. Air hujan masih mengalir dari kepalanya. Tetapi bukan itu yang membuat Park Jung Min tampak berbeda. Ada sesuatu di matanya. Di wajahnya. Sesuatu yang coba disembunyikannya.

"Pulang ke mana?" Kim Bum separuh meracau.

"Ke rumahmu. Ke mana lagi."

"Apa aku punya rumah?"

Park Jung Min menarik napas. Dan dia merasa dadanya sakit. Dia memang sudah merasa nyeri setiap kali menghela napas sejak meninggalkan rumah.

"Kuantarkan kau pulang." gumamnya seperti menahan sakit. Yang sakit memang bukan hanya dadanya. Tapi seluruh tubuhnya. Yang perih bukan hanya bekas cakaran Kim So Eun. Hatinya juga.

"Kau tidak ikut pulang?" Kim Bum melihat betapa muramnya wajah sahabatnya. Tapi bukan itu saja. Dia seperti tidak berani membalas tatapannya. Berusaha memalingkan wajahnya.

"Kenapa? Kim So Eun mengusirmu?" desak Kim Bum marah.

"Aku hanya tidak ingin lagi menjadi sumber pertengkaranmu."

"Kami sudah bertengkar biarpun tidak ada kau!"

"Rasanya sudah saatnya aku pergi...." Karena aku memang tidak berani kembali! Tidak berani melihat Kim So Eun lagi!

"Hei!" Pria bertubuh tegap bergaya preman itu menggebrak meja biliar sampai bola menggelinding ke sana kemari. Sebuah bola terpental masuk lubang. "Mau main apa ngobrol?"

Kim Bum melemparkan tongkat biliarnya ke atas meja. Lalu tanpa berkata apa-apa dia melangkah ke pintu. Park Jung Min mengikutinya dari belakang. Dia sudah bertekad mengantar Kim Bum pulang. Mengawalnya sampai ke rumah. Tetapi hanya sampai di depan pintu. Dia tidak mau masuk. Tidak berani membalas tatapan Kim So Eun. Dan tidak mau tinggal di rumahnya lagi.

Apa yang dilakukannya sudah keterlaluan Dia seperti anjing yang menggigit kaki majikannya sendiri! Atau mungkin bukan kaki. Dia sudah menggigit leher Kim Bum!

Kim Bum yang menampungnya di rumah itu. Dia menerimanya dengan tulus. Dia bahkan rela bertengkar setiap hari asal bisa memberi sahabatnya tempat berteduh!

Lalu apa balasannya? Sahabatnya memperkosa istrinya! Karena sedang gundah, Park Jung Min terlambat mengantisipasi gerakan pria bertampang junkie yang tiba-tiba merenggut bahu Kim Bum itu.

"Mau ke mana?" bentaknya sambil mendorong tubuh Kim Bum dengan kasar. "Bayar dulu hutangmu baru pulang!"

Kim Bum yang sudah Separuh mabuk tidak mampu mempertahankan diri. Dia terhuyung menabrak tubuh Park Jung Min yang melangkah di belakangnya.

Dengan gesit Park Jung Min menangkapnya. Dan menyisihkan tubuh Kim Bum ke samping.

"Jangan ganggu dia!" ancamnya sambil maju ke depan.

"O, ya?" Seringai ejekan yang menyakitkan tergurat di bibir yang bebercak-bercak nikotin itu. "Kalau aku mau mengganggu dia, kau mau apa? Membela pacarmu?"

Dengan sudut matanya Park Jung Min melihat tiga orang menghampiri mereka. Dia sudah merasakan gelagat berbahaya itu. Dalam keadaan biasa, dia tidak gentar. Tapi saat ini, Kim Bum sudah Separuh mabuk. Dan tampaknya mereka mengincar dia.

"Biarkan dia pulang. Dia mabuk. Urusan lain, kita selesaikan di luar."

Keempat orang yang sudah mengepung mereka itu tertawa terbahak-bahak.

"Dengar, jagoan!" Laki-laki yang mendorong Kim Bum itu mengulurkan tangannya untuk merenggut leher Park Jung Min.

"Pacarmu tidak boleh pergi sebelum melunasi hutang-hutangnya!"

Tetapi Park Jung Min bukan Kim Bum. Kalau dikiranya bisa merenggut Park Jung Min semudah dia merenggut Kim Bum tadi, dia salah besar.

Park Jung Min bukan saja dapat mengelak dengan gesit. Dia malah balas memukul. Dan pukulannya begitu keras. Begitu cepat tak terduga. Sampai lawannya terpukul telak.

Ketika melihat temannya roboh hanya dengan satu pukulan saja, ketiga orang ini langsung maju mengeroyok Park Jung Min.

Kim Bum sudah setengah mabuk. Tetapi dia masih sadar. Melihat Park Jung Min dikeroyok, dia langsung menyambar botol kosong bekas minumannya tadi. Dan diayunkannya ke kepala lawan vang paling dekat.

Lelaki itu langsung ambruk. Tubuhnya terkulai seperti pohon tumbang. Jatuh dengan kedua lututnya membentur lantai. Melihat kejadian itu, pria yang tadi dipukul Park Jung Min menghunus pisaunya. Dan menikam Kim Bum.

Saat itu, Park Jung Min melakukan tindakan yang akan disesali Kim Bum seumur hidupnya. Dia melemparkan tubuhnya ke depan Kim Bum.

* * *

Kim So Eun tidak bisa memejamkan mata sekejap pun. Bukan hanya karena menunggu suaminya pulang. Tetapi karena bayangan peristiwa itu tak mau lenyap dari benaknya.

Mula-mula dia memang melawan. Dia merasa marah. Merasa jijik. Merasa terhina.

Tetapi ketika Park Jung Min terus memaksa, akhirnya Kim So Eun menyerah. Dan dalam penyerahan itu, entah dari mana datangnya perasaan itu, Kim So Eun tidak henti-hentinya mengutuki dirinya sendiri, dia merasa nikmat....

Kenikmatan yang berbeda dengan yang dirasakannya ketika sedang memadu cinta dengan suaminya. Ini bukan cinta. Ini hanya gairah. Tapi mengapa sensasinya tak kalah nikmatnya?

Kim Bum memberikannya dengan lembut. Membelainya dengan cinta yang hangat dan murni. Ibarat angin, dia melakukannya seperti angin buritan yang tenang. Yang mendorong biduk cinta mereka mengarungi segara yang beriak halus.

Yang diberikan Park Jung Min sungguh berbeda. Dia menerjang dengan kasar. Mengoyak. Merampas. Menggilas. Ibarat badai yang mengombang-ambingkan bahtera di laut penuh gelombang pasang.

Tetapi mengapa bukan hanya angin yang sepoi-sepoi basa saja yang menyejukkan? Mengapa bahkan topan yang menggulung dahsyat dapat membangkitkan gairah?

Aku sakit! Sambil tidak henti-hentinya mengguyur tubuhnya di kamar mandi, tidak henti-hentinya pula Kim So Eun menyesali diri. Memaki. Mengutuki kebiadabannya. Di mana ada perempuan yang merasa nikmat diperkosa?

Celakanya, Park Jung Min seperti memahami perasaannya. Kalau mula-mula dia memaksa, Belakangan dia hanya membimbing. Dan mereka bersama-sama menelusuri kota terlarang itu!

Bersama-sama mencicipi anggur yang tak boleh mereka teguk. Bersama-sama merengkuh kenikmatan yang tak boleh mereka gapai. Dan bersama-sama terkapar dalam penyesalan ketika kesadaran menghempaskan mereka ke alam nyata kembali!

Malam itu Kim So Eun memang menunggu Kim Bum pulang. Tapi di balik penantiannya, sebenarnya dia berharap Kim Bum dan Park Jung Min tidak usah kembali ke rumah malam ini. Karena dia tidak sanggup melihat mereka. Tidak berani membalas tatapan suaminya!

Bagaimana kalau Kim Bum melihat lebam di lengannya? Di bagian dalam pahanya? Bagaimana harus menyembunyikan luka di bibirnya, bahkan di payudaranya? Apa yang harus dikatakannya? Bukankah lebih baik kalau malam ini Kim Bum tidak pulang?

Dan memang. Malam itu, harapan Kim So Eun terwujud. Kim Bum tidak kembali ke rumah. Karena Park Jung Min pun tidak pernah pulang ke rumah itu lagi. Dia pergi ke rumah yang lebih indah.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...