Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 23 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 21)



KETIKA terjaga dari tidurnya pagi itu, Lee Min Ho sudah merasa penyakitnya semakin parah. Semalam tidurnya tidak lelap. Sebentar-sebentar dia terbangun karena rasa berat yang menindih dadanya. Hampir subuh, napasnya malah berbunyi

Tetapi karena hari itu dia sudah berjanji akan pergi bersama Bae Soo Bin ke makam ayah mereka, Lee Min Ho memaksakan diri naik taksi ke rumah kakaknya.

"Dari makam kita ke notaris," kata Bae Soo Bin lirih. Setelah tahu apa penyakit adiknya, dia sudah bertekad untuk memberikan warisan Lee Min Ho secepatnya. Tidak peduli apa kata istrinya.

Tetapi di depan pusara ayahnya, ketika sedang menabur bunga, Lee Min Ho tiba-tiba terhuyung sambil menebah dadanya.

"Kenapa, Lee Min Ho?" sergah Bae Soo Bin kaget sambil memburu untuk merangkul adiknya.

"Dadaku tiba-tiba sakit sekali," sahut Lee Min Ho sambil terengah menahan sakit. Mukanya pucat. Bibirnya membiru. Cuping hidungnya bergerak-gerak seperti sulit sekali bernapas.

"Napasku sesak, Hyung.... Rasanya aku harus ke dokter...."

Secepatnya Bae Soo Bin membawa adiknya ke rumah sakit. Dan dokter langsung melakukan serangkaian pemeriksaan.

"Anak sebar kankernya sudah mencapai hati dan paru-paru," kata Dokter Jae Hee kepada Bae Soo Bin. "Kami akan melakukan punksi pleura *) untuk menyedot cairan dalam paru-parunya."

*) Punksi pleura yaitu mengambil cairan dari rongga pleura (lapisan paru) jika ditemukan cairan akibat kanker paru. Punksi ini menggunakan jarum infus ukuran 14, jika volume cairan dikit dokter paru akan melacak lokasi yang tepat dengan bantuan USG toraks. hasil punksiini akan dianalisa dan dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk di proses. Hasil positif tidak selalu didapt dengan tehnik ini tetapi harus dilakukan. Jika volume cairan cukup banyak dokter spesialis paru akan sekaligus mengeluarkan sampai 1.500 cc tergantung toleransi pasien. Jika pasien merasa tidak enak, sesak atau batuk batuk maka aliran cairan harus segera dihentikan. Pada kasus dengan jumlah cairan yang terus banyak, maka dokter spesialis paru akan mengalirkan dengan cara memasang selang dada (WSD) sebagai usaha mengurangi keluhan dan paru dapat mengembang maksimal. Punksi pleura dan pemasangan selang dada kebanyakan dilakukan dokter spesialis paru dengan bius lokal. Tetapi pada kondisi berat harus dilakukan di kamar operasi dengan bius umum.

"Lakukan apa saja untuk menolongnya, Dok," pinta Bae Soo Bin lirih.

"Tindakan ini hanya meringankan, tidak menyembuhkan,'' sahut Dokter Jae Hee terus terang. "Yang dapat dilakukan sekarang memang hanya mengurangi gejala, bukan menghilangkan penyebabnya. Karena dalam waktu singkat, cairan akan berkumpul kembali di antara pleura parunya. Dan gejala yang timbul hari ini akan kembali. Malah mungkin bertambah berat. Tn. Lee Min Ho akan menderita sesak napas. Dan dia harus dipunksi lagi."

Ya Tuhan, keluh Bae Soo Bin antara bingung dan sedih. Mengapa nasib Lee Min Ho begitu jelek? Dia sudah kehilangan anak-istrinya dalam kecelakaan yang sangat tragis. Sekarang dia sendiri menderita kanker yang sangat ganas!

Dalam keadaan bingung, Bae Soo Bin lupa pada janjinya sendiri. Dia menelepon Angel.

"Lee Min Ho sakit apa?" suara Angel terdengar bergetar antara sedih dan cemas.

"Kanker," sahut Bae Soo Bin getir. "Kanker ganas. Anak sebarnya sudah mencapai hati dan paru."

Terlepas telepon itu dari genggaman Kim So Eun. Dia jatuh terduduk di kursi dengan lemas. Mukanya pucat pasi.

Akal apa lagi ini, pikir Kim Bum curiga. Dia mau menipu aku lagi? Jangan harap! Kali ini takkan kulepaskan kau sekejap pun!

"Izinkan aku menengok Lee Min Ho, Kim Bum," pinta Kim So Eun sedih. "Dia sakit parah. Kanker."

"Dia bukan apa-apamu," sahut Kim Bum datar.

"Tapi dia sangat baik pada kami. Selama empat tahun dia menjaga dan merawat kami. Bahkan Wang Suk Hyun sudah menganggapnya ayah...."

"Itu salahmu!" bentak Kim Bum berang. "Belum cukup menipu suamimu, kau menipu anakmu sendiri!"

"Semua memang salahku," gumam Kim So Eun pasrah. "Izinkan aku dan Wang Suk Hyun menengoknya, Kim Bum. Sekali sebelum dia pergi.

"Kau mencintainya!" geram Kim Bum sengit. Terlompat begitu saja umpatan itu dari mulutnya.

"Tidak," sahut Kim So Eun tegas. Dia menggigit bibir menahan perasaannya sebelum melanjutkan dengan getir. "Hanya kau yang aku cintai."

"Tapi kau berikan juga tubuhmu padanya?" sergah Kim Bum pedas. "Kau berzinah dengan lelaki lain!"

"Aku tidak punya pilihan lain. Aku dan Wang Suk Hyun membutuhkan rumah untuk berteduh. Kami butuh makan. Butuh perlindungan."

"Karena itu kau jual dirimu!" damprat Kim Bum jijik.

"Umpatlah semaumu," desah Kim So Eun getir. "Hanya supaya kau tahu, Lee Min Ho tidak sekotor itu. Dia tidak pernah menjamahku sampai kuserahkan diriku padanya."

Kim Bum merasa hatinya sangat sakit. Nyeri. Sekaligus terhina.

Istrinya menyerahkan dirinya kepada lelaki lain. Dengan sukarela. Untuk diraba. Dipeluk. Dicium. Dinikmati! Kim Bum membalikkan tubuhnya dengan sengit. Menyembunyikan wajahnya yang hangus terbakar. Menyimpan kemarahan, sakit hati, dan perasaan terhina yang berkecamuk di dada.

Seperti dapat merasakan sakit hati suaminya, Kim So Eun merangkul pinggangnya dari belakang.

"Maafkan aku, Kim Bum," bisiknya dengan perasaan bersalah. "Tidak pantas aku menyakiti hatimu lagi...."

Kim Bum merasa dadanya berdesir ketika tubuh istrinya melekat di punggungnya. Darahnya menggelegak. Gairahnya bergolak. Rindunya meronta. Tetapi hanya sesaat. Karena kemarahannya keburu meledak. Disulut cemburu dan sakit hati.

Kim Bum melepaskan diri dengan kasar.

"Jangan sentuh aku lagi!" hardiknya jijik "Karena Sungai Barceloneta pun tidak mampu lagi membersihkan tubuhmu!"

* * *

Kim Bum ingin menenggelamkan dirinya di pub. Bermabuk-mabukan semalaman. Karena dalam keadaan seperti ini, hanya busa alkohol yang mampu membius dirinya. Melupakan sakit hatinya. Kekecewaan. Penghinaan.

Anaknya sudah menganggap lelaki lain sebagai ayahnya. Istrinya sudah menyerahkan tubuhnya kepada lelaki yang mampu membiayai hidupnya. Penghinaan apa lagi yang belum dirasakannya?

Tetapi dia tidak mau meninggalkan Kim So Eun sekejap pun. Dia tidak mau ditinggal kabur lagi. Dan dia tidak bisa membawa Wang Suk Hyun ke pub.

Jadi dia membawa mereka makan malam di luar. Padahal Kim So Eun sudah mengusulkan makan di rumah saja.

"Izinkan aku memasak untukmu,'' pintanya lirih. "Sekali ini saja." Seperti dulu. Ketika cinta masih menjadi milik kita. Ketika di rumah kita yang sempit, di meja makan kita yang kecil dan sederhana, aku menyiapkan makan malam untukmu.

"Tidak!" tolak Kim Bum gersang. "Aku tidak sudi makan uang lelaki itu! Sudah cukup kau beri malu aku dengan menjual dirimu!"

"Kalau begitu antarkan aku ke supermarket," Kim So Eun menahan perasaannya dengan pilu. "Bayar semua belanjaanku."

"Aku tidak sudi makan di meja makannya," dengus Kim Bum sengit. Membayangkan kau melayaninya makan setiap malam!

Kim So Eun menghela napas berat Dia sedih. Putus asa. Tapi dia tahu, Kim Bum lebih sedih lagi. Dia tahu betapa menderitanya Kim Bum. Dan membayangkan sakitnya hati lelaki yang dicintainya membuat Kim So Eun bertambah tersiksa.

Dia mau melakukan apa saja untuk mengampuni dosanya. Untuk meringankan penderitaan Kim Bum. Untuk menyembuhkan sakit hatinya. Tetapi apa yang dapat dilakukannya kalau didekati saja Kim Bum tidak mau? Kalau disentuh saja dia sudah merasa jijik?

"Aku harus membawa Wang Suk Hyun," gumam Kim So Eun setelah lama berdiam diri.

"Apa aku menyuruhmu meninggalkannya?" sahut Kim Bum dingin.

"Boleh aku minta izin mengganti baju? Atau kau harus ikut juga ke kamar?"

"Ada jendela di sana?" sindir Kim Bum pedas. "Aku tidak mau dibohongi lagi."

"Kalau begitu, ikut saja ke kamar."

"Aku tidak sudi masuk ke kamar tidurmu!" sergah Kim Bum panas. Tidak sudi melihat tempat tidurmu! Tempat kau melacurkan diri!

"Jadi aku harus bagaimana?" desah Kim So Eun putus asa. "Mengganti baju di sini, di hadapanmu?"

Kim So Eun sudah berbalik ketika Kim Bum membentak.

"Kau mau ke mana?"

"Mengambil baju," sahutnya nyeri. "Aku tidak keberatan mengganti baju di depan suamiku sendiri. Tapi Wang Suk Hyun harus kubawa ke kamarnya dalu."

"Bawa Wang Suk Hyun kemari. Kau boleh ke kamarmu. Karena aku yakin, kau tidak akan pergi tanpa Wang Suk Hyun."

Kalau kau tahu mengapa aku meninggalkanmu, keluh Kim So Eun sedih. Mengapa aku melanggar janji! Semuanya karena Wang Suk Hyun! Seharusnya acara makan malam itu bisa menjadi acara yang indah. Mengesankan.

Mereka pernah saling mencintai. Sampai sekarang masih saling merindukan. Dan mereka baru bertemu kembali setelah empat tahun berpisah.

Kafe itu terletak di mulut teluk. Perahu layar dan perahu motor lalu-lalang di depan mereka. Sementara pemandangan ke seberang sana dari teras tempat mereka makan sangat menyedapkan mata.

Lampu-lampu yang berkilauan dari atap gedung pencakar langit seperti bersaing menebar pesona dengan bulan sabit dan kemilau bintang di angkasa.

Sayang bahkan keindahan panorama dan romantisnya suasana kafe tidak mampu mendamaikan mereka. Tidak mampu menjembatani. jurang yang terbentang di antara mereka. Bahkan celoteh si kecil Wang Suk Hyun tidak mampu mengusir kebencian di benak Kim Bum. Tidak mampu menggebah kesedihan di hati Kim So Eun.

Kim Bum begitu benci padanya. Rasanya dosanya sudah tidak terampuni lagi. Dan sekarang ada satu petaka lagi. Lee Min Ho sakit. Kanker. Sudah tahukah Lee Min Ho sebelumnya? Karena itulah akhir-akhir ini dia tampak agak berubah?

Mengapa Lee Min Ho tidak pernah mengatakannya? Mengapa dia sengaja merahasiakannya? Ada hubungannyakah kepergiannya ke Seoul dengan penyakitnya?

Lee Min Ho sudah mengajaknya pulang ke Seoul. Dia sudah mengajak menikah.

"Aku ingin mewariskan hartaku untukmu,'' katanya saat itu. "Dan mewariskan namaku untuk Wang Suk Hyun."

Tetapi bagaimana Kim So Eun bisa menikah? Dia masih istri Kim Bum!

Kim Bum memang sangat membencinya. Tapi itu tidak berarti dia mau menceraikan istrinya!

Kalaupun Kim Bum mau bercerai, dia pasti menghendaki Wang Suk Hyun. Padahal Lee Min Ho sangat menyayanginya. Dan kalau boleh memilih, Wang Suk Hyun pasti memilih Lee Min Ho!

Seharian ini Kim Bum sampai bising mendengar pertanyaan-pertanyaan anaknya. Wang Suk Hyun tidak henti-hentinya menanyakan Lee Min Ho!

"Kapan Ayah pulang, Bu?" tanyanya tanpa bosan-bosannya. Membuat mata Kim Bum makin keruh dan wajahnya makin merah terbakar kemarahan.

"Ayah belum bisa pulang, Sayang," sahut Kim So Eun sambil menyembunyikan kesedihannya. "Besok kita menyusul Ayah, ya?"

"Kenapa Ayah belum bisa pulang, Bu?"

"Karena Ayah sakit, Wang Suk Hyun."

"Sakit apa, Bu? Bisul sepertiku dulu?"

"Iya, Sayang," Kim So Eun menahan tangis. "Cuma bisul Ayah di dalam...."

Kim Bum ingin membentak mereka. Tapi dia tahu, kemarahannya akan semakin menjauhkan anaknya. Karena itu dia menahan diri. Menyimpan kemarahan dan kecemburuannya jauh di dalam hati.

Kim Bum tahu, dia harus berusaha merebut hati anaknya. Bukan malah membuatnya makin antipati. Paman jahat. Paman judes. Paman galak. Paman yang membuat Ibu menangis. Aduh, tahukah dia siapa yang membuatnya masih dapat bernapas sampai hari ini?

Tetapi memang tidak mudah merebut hati seorang anak kecil. Apalagi kalau di hatinya sudah tersimpan profil seorang ayah yang baik. Ayah yang nyaris sempurna seperti Lee Min Ho.

Wang Suk Hyun gembira sekali ketika di bandara Kim Bum, membelikannya sebuah boneka koala sebesar ukurannya yang asli. Tetapi ketika dia melihat ayahnya, dibuangnya saja koala itu ke lantai. Dan dia tidak ingat lagi untuk memungutnya.

Wang Suk Hyun langsung memanjat ke atas tempat tidur. Kim So Eun tergopoh-gopoh membantunya.

"Ayah," sapanya penuh perhatian. Penuh semangat. Penuh keceriaan. Membuat Kim Bum yang tegak di ambang pintu kamar tertegun dibakar cemburu. "Ayah sakit, ya? Bisul ya, Ayah? Ini Aku bawa obat bisul-ku yang dulu,"

Kim So Eun memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan air matanya dari tatapan Lee Min Ho. Tapi tindakannya malah memancing kecemburuan yang lebih hebat lagi di hati Kim Bum. Kalau tidak cinta, mungkinkah Kim So Eun tampak sesedih itu?

Lee Min Ho menerima salep yang disodorkan Wang Suk Hyun dengan terharu. Air mata langsung menggenangi matanya.

"Kau bawa obat untuk Ayah?" gumamnya lirih. "Dasar anak pintar! Terima kasih, ya. Ayah pasti cepat sembuh."

Lalu dia menoleh pada Kim So Eun dan memaksakan sepotong senyum.

"Aku tidak bohong," bisiknya menyembunyikan kesedihannya. "Kedatangan kalian membuat semua penyakitku hilang!"

"Kenapa tidak bilang, Lee Min Ho?" gumam Kim So Eun getir. "Sudah berapa lama?"

"Bae Soo Bin yang mengatakannya?" desah Lee Min Ho kecewa. "Padahal dia sudah janji akan merahasiakannya."

"Kami kan harus tahu, Lee Min Ho. Supaya dapat kita tanggung penderitaanmu bersama."

"Tadinya aku tidak mau membuatmu sedih. Tapi rasanya kau yang benar, Angel. Kedatangan kalian saja sudah membuat semua rasa sakitku lenyap. Jika aku tidak dapat mengalahkan penyakit terkutuk ini, barangkali kehadiranmu dan Wang Suk Hyun di dekatku bisa meringankan penderitaanku."

"Kita harus berjuang untuk kesembuhanmu, Lee Min Ho. Jangan menyerah. Ingat Wang Suk Hyun."

"Sudah terlambat, Angel. Tapi aku tidak menyesal. Belum terlambat menikmati sisa hidupku bersama kalian. Karena sepuluh bulan bersamamu dan Wang Suk Hyun lebih berarti daripada sepuluh tahun hidup dalam kehampaan."

"Kami akan mendampingimu, Lee Min Ho. Tapi kau harus janji, mau berobat."

"Tak ada lagi obat yang dapat menyembuhkanku, Angel."

"Paling tidak memperpanjang hidupmu, Lee Min Ho. Aku akan bicara dengan dokter...."

"Tidak ada gunanya. Daripada bolak-balik ke rumah sakit, menghabiskan waktu dan uang untuk berobat, lebih baik kita pakai sisa waktuku untuk menikmati hidup."

Lee Min Ho membelai-belai kepala Wang Suk Hyun sementara tangannya yang lain meraih tangan Kim So Eun dan menggenggamnya.

"Masih bolehkah aku melamarmu, Angel?" matanya menatap dengan penuh permohonan. "Masih sempatkah aku menikmati hidup sebagai suamimu dan ayah Wang Suk Hyun?"

Kim So Eun merasa hatinya perih tertikam duri. Dan dia mendengar suara pintu diempaskan dibelakang tubuhnya. Dia tahu siapa yang sedang menyingkir dengan marah. Dan hatinya semakin nyeri.

"Kau memang ayah Wang Suk Hyun," sahutnya getir.

"Aku ingin jadi ayahnya yang sah. Dan suamimu yang sesungguhnya. Mari kita menikah, Angel. Mumpung aku masih sanggup menggendongmu ke kamar pengantin kita."

* * *

"Aku sudah memutuskan untuk memberikan bagian Lee Min Ho secepatnya," kata Bae Soo Bin kepada istrinya. "Mumpung dia masih bisa menikmatinya."

"Dan memberikannya kepada anak-istri orang lain?" ejek Yoon Eun Hye sinis.

"Dia sudah bilang akan menikah secepatnya."

"Menikah dengan siapa?" Yoon Eun Hye tertawa dingin.

"Dengan siapa lagi? Tadi istri dan anaknya datang ke rumah sakit. Kau tidak lihat bagaimana bahagianya Lee Min Ho. Penyakitnya seperti mendadak hilang. Anaknya memang lucu. Aku saja langsung suka."

"Anak siapa yang kau suka? Keponakanmu?"

"Sudahlah," Bae Soo Bin menghela napas kesal. “Jangan bergurau lagi. Saatnya tidak tepat. Adikku sakit Kanker. Hidupnya tidak lama lagi. Keinginannya tinggal satu. Meresmikan pernikahannya!”

“Maksudmu menikah dengan istri orang? Itu yang namanya meresmikan?"

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...