Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 18 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 12)



"TUJUH minggu," kata Dokter Lee Ji Hoon mantap. "Jenis kelaminnya belum bisa ditentukan. Tapi janin Ibu sehat. Tidak usah khawatir."

Bukan itu yang kukhawatirkan, desah Kim So Eun dalam hati. Justru kalau janin ini tidak sehat dan gugur, aku lebih lega!

Sudah hampir seminggu Kim So Eun didera keresahan. Dan dia tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Jung Yong Hwa memang masih datang tiap hari ke warnetnya. Dan dia menyadari kegelisahan Kim So Eun. Tapi dia bukan orang yang tepat untuk bertanya...

"Ada apa?" tanya Jung Yong Hwa dalam nada menyindir. "Sudah kangen suami? Dia belum puIang juga? Jangan-jangan dia betah di rumah Ayahnya. Di sana kan serba ada. Semua keperluannya datang sendiri. Tidak usah dicari."

Kim So Eun tidak menjawab. Dia memang sedang malas meladeni ocehan Jung Yong Hwa. Jadi dia pura-pura sibuk saja. Pura-pura tidak mendengar. Tapi tikus itu! Dia mencicit terus seperti kurang makan.

"Tidak takut dia tergoda kebiasaan lamanya?" Jung Yong Hwa menyeringai sinis. "Julukannya kan Pria seratus hari!"

"Jung Yong Hwa," cetus Kim So Eun seperti tidak mendengar sindirannya. "Kau sudah pernah mencicipi sambal super pedas Ibu Kantin?"

"Belum," sahut Jung Yong Hwa serius. "Kenapa? Mau mengajakku ke kantin? Kau lapar? Ingin makan yang pedas-pedas?"

"Kalau kau tidak bisa diam juga, sebentar lagi wajahmu yang akan makan sambal!"

Kim So Eun memang sedang pusing. Memikirkan haidnya yang tak kunjung datang. Padahal biasanya dia paling kesal kalau sedang sibuk, riba-riba tamu yang tak diundang itu datang tanpa bilang-bilang.

Dia juga sedang resah memikirkan hasil tesnya yang positif. Mungkinkah tes kehamilan itu salah?

Akhirnya dia tak dapat menahan kegelisahannya lagi. Dia mengunjungi seorang dokter kandungan.

Dan kata-kata dokter im meruntuhkan harapannya. Melambungkan kebingungannya ke titik yang paling mencemaskan.

"Kenapa?" Dokter Lee Ji Hoon melirik cincin di jari manis Kim So Eun. "Belum ingin punya anak?"

"Suami saya belum bekerja, Dok," Kim So Eun menggagap gugup. "Saya juga masih kuliah...."

"Kenapa tidak pakai kontrasepsi? Sekarang sudah terlambat. Kehamilan sudah terjadi. Masa mau digugurkan? Sayang, kan?"

"Tolong saya, Dok," pinta Kim So Eun mengiba-iba. Matanya menatap penuh permohonan.

"Aborsi?" tanya Dokter Lee Ji Hoon ragu. "Betul Anda tidak menginginkan bayi ini?"

"Saya khawatir menelantarkannya, Dok...."

"Jadi Anda memilih mengeluarkannya?"

"Kami belum sanggup."

"Di mana suami Anda?"

"Sudah hampir dua bulan tidak pulang."

Dokter Lee Ji Hoon mengawasi ibu muda itu sesaat. Dan matanya yang berpengalaman mengatakan, persoalannya lebih besar dari yang dikatakannya. Masalahnya bukan hanya karena dia tidak sanggup merawat anak ini. Ada persoalan yang lebih besar lagi.

"Lebih baik dipikirkan lagi...."

"Saya sudah mantap, Dok."

“Tidak menyesal nanti?"

Kim So Eun menggeleng. Dia tidak menghendaki anak ini. Anak korban perkosaan. Dia berhak menyingkirkannya. Untuk melindungi pernikahannya.

"Baiklah. Atur waktunya dengan perawat saya."

Bukan hanya waktunya. Biayanya juga. Dan biaya yang dibutuhkan cukup besar. Tetapi Kim So Eun sudah nekat. Dia akan melakukan aborsi. Dia harus menggugurkan anak ini. Berapa pun yang harus dibayarnya.

"Menutup warnetmu?" belalak Jung Yong Hwa kaget.

Tentu saja dia terkejut. Kalau tidak ada angin puting beliung, tidak mungkin Kim So Eun menutup warnetnya!

"Memang kau mau ke mana? Menyusul suamimu?"

"Bukan urusanmu," sahut Kim So Eun judes. Dan dia bergegas membenahi warnetnya.

“Warnetnya tutup, Eonni?" tanya seorang mahasiswi yang baru muncul di pintu.

"Datang besok saja, ya," sahut Kim So Eun sambil bergegas keluar.

"Warnetnya tutup, Kim So Eun?" di luar seekor tawon lagi berdengung. Tumben!"

"Nunna, warnetnya buka lagi jam berapa?" tanya seorang mahasiswa lain. Dia tampaknya kecewa sekali.

Tapi Kim So Eun mana tahu? Dia belum pernah dikuret. Kata perawat Dokter Lee Ji Hoon, kuretnya paling lama cuma setengah jam. Tapi sesudah itu dia harus istirahat beberapa jam. Dan itu tergantung kondisinya nanti.

Jadi dia tidak berani menjanjikan apa-apa. Mungkin dia malah tidak bisa datang ke sini lagi nanti sore. Dia harus pulang. Istirahat di rumah.

Sementara itu Jung Yong Hwa tidak dapat tinggal diam. Karena curiga, dia membuntuti Kim So Eun. Dan kecurigaannya berubah menjadi kekesalan ketika dia melihat Kim So Eun masuk ke sebuah klinik bersalin.

Jadi dia hamil! Cemburu membakar hatinya. Lebih-lebih ketika sesampainya di kampus kembali, dia bertemu dengan Kim Bum. Dia sedang menunggu di depan warnet.

"Ke mana Kim So Eun?" tanya Kim Bum begitu melihat Jung Yong Hwa.

"Kenapa tanya aku?" balas Jung Yong Hwa dingin. "Kau kan suaminya!"

"Aku serius!" bentak Kim Bum geram. "Di rumah tidak ada, warnetnya tutup, Kim So Eun ke mana?"

"Mana aku tahu?"

"Siapa lagi yang lebih tahu dari kau?"

"Kenapa harus aku?"

"Kau kan sandal bututnya!"

"Kurang ajar!" geram Jung Yong Hwa gemas.

"Suami apa kau ini, istri hamil tidak tahu! Malah di tinggal kabur!"

Kim So Eun hamil? Hamil? Kabar itu seperti ledakan bom di telinga Kim Bum. Untung gendang telinganya tidak pecah. Kim So Eun hamil! Tidak gilakah Jung Yong Hwa? Tidak bohongkah cacing gelang ini?

"Jangan bercanda kau!" bentak Kim Bum galak. "Di mana Kim So Eun?"

"Kalau tanya yang sopan! Jangan membentakku seperti itu!"

"Kau jangan main-main, Jung Yong Hwa! Di mana Kim So Eun? Kau tahu dari mana dia hamil?"

"Makanya punya istri harus punya tanggung jawab! Jangan ditinggal sendirian sampai dua bulan! Kalau dia kesepian..."

"Jung Yong Hwa, kau sudah pernah makan tanah?"

"Wah, suami-istri satu cetakan!"

* * *

Kim Bum hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Ketika dia memperkenalkan dirinya, Dokter Lee Ji Hoon memandangnya dengan tenang. Seolah-olah dia hanya melakukan pembedahan kutil.

"Kondisinya bagus, tidak usah khawatir."

"Bayi kami sehat, Dok?" desak Kim Bum menahan keharuannya.

Akhirnya telah hadir buah cinta kasih mereka. Bayi yang akan mengembalikan kebahagiaan ke dalam pernikahan mereka! Pantas Park Jung Min datang menyuruhnya pulang.

Tetapi sekarang malah dokter itu yang memandang Kim Bum dengan tegang. Alisnya terangkat sedikit.

"Anda ayahnya?"

"Ya," Kim Bum mengembuskan kata itu bersama napasnya yang tertahan sesaat. Siapa lagi? "Kim So Eun istri Anda?"

Astaga. Apa dokter ini perlu surat nikah?

"Kalian tidak menginginkan anak itu, kan?"

Kim Bum menatap Dokter Lee Ji Hoon dengan bengong. Apa maksud pertanyaannya?

"Kata istri Anda, kalian belum ingin punya anak. Karena dia masih kuliah. Dan suaminya belum bekerja."

Kim Bum terenyak kaget.

Dan pintu di belakangnya terbuka.

"Pasien sudah siap, Dok."

Perlahan-lahan paras Kim Bum memucat.

* * *

Kim So Eun sudah dibaringkan di meja ginekologi. Sudah disuntik obat anestetik. Tinggal menunggu Dokter Lee Ji Hoon datang untuk melakukan kuretasi.

Tetapi Kim Bum membatalkan aborsi itu. Dia mengancam akan melaporkan Dokter Lee Ji Hoon kepada yang berwajib. Dialah ayah anak itu. Dia berhak melindungi anaknya.

"Sebenarnya istri Anda sudah menandatangani izin untuk melakukan tindakan ini, kata Dokter Lee Ji Hoon sabar. Tapi saya masih memberikan kesempatan kepada kalian untuk memikirkannya lagi."

"Memikirkan apa? geram Kim Bum menahan marah. "Membunuh anak saya?"

“Itu kehendak istri Anda."

Kim So Eun pasti sudah gila! Mengapa dia ingin menyingkirkan anak kami? Anaknya sendiri. Mengapa dia sesadis itu? Di mana ada ibu yang tega membunuh anak kandungnya sendiri? Bahkan harimau yang buas tidak pernah membunuh anaknya!

Tanpa merasa berdosa, Dokter Lee Ji Hoon malah menyodorkan foto USG janin dalam kandungan Kim So Eun.

"Ini foto pertama anak Anda," katanya tenang."Mungkin mau disimpan untuk kenang-kenangan."

Kim Bum memang tidak bisa melihat jelas anaknya. Perlu imajinasi untuk membayangkan itulah bayi dalam rahim istrinya seperti dikatakan dokter. Tapi ketika melihat gambar USG itu, tiba-tiba saja lahir cinta yang amat dalam di hatinya. Dan kemarahan yang luar biasa kepada istrinya.

* * *

Ketika Kim So Eun sadar apa yang terjadi, dia menyesal tidak membeli sebungkus racun tikus sebelum datang kemari.

Melihat kemarahan yang bersorot di mata Kim Bum, dia tahu, pintu maaf sudah tertutup untuknya.

Belum pernah dia melihat suaminya semarah itu. Bahkan ketika mereka sedang bertengkar karena Kim So Eun menghina Park Jung Min.

Kim Bum tidak berkata apa-apa sepanjang jalan. Kim So Eun juga sudah kehilangan semangatnya untuk membuka mulut. Hanya dua patah kata yang terlepas dari celah-celah bibirnya yang pucat.

"Maafkan aku."

Tetapi dia tahu, permohonan itu tidak ada gunanya. Sama sia-sianya seperti memohon perpanjangan umur kepada Malaikat Maut.

"Aku tidak butuh penjelasanmu," desis Kim Bum sengit sesampainya di rumah. "Aku hanya tidak pernah menyangka, perempuan yang kunikahi, perempuan yang sangat kucintai, punya sifat sesadis dirimu."

Kim So Eun tidak menjawab. Dia sudah hampir merosot lesu ke sofa ketika tiba-tiba dia sadar. Dia tidak jadi duduk di sana. Dan gerakannya menambah kemarahan Kim Bum.

"Aku hanya ingin mengajukan satu permohonan kepadamu."

Berikanlah cawan berisi racun itu. Akan ku teguk sampai habis. Aku memang pantas di hukum mati.

"Biarkan anakku lahir."

Tapi dia bukan anakmu, Kim Bum. Dia anak Park Jung Min Di sanalah dia diciptakan. Di atas sofa terkutuk itu. Dia tercipta dalam kubangan dosa!

"Aku akan membawanya pergi karena ibunya tidak menginginkannya."

Kalau kau tahu siapa ayahnya, masihkah kau menginginkannya?

Kim Bum menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Dan Kim So Eun merasa kepalanya seperti dihantam palu.

"Rasanya kita tidak ditakdirkan sebagai suami-istri."

Kim So Eun menoleh kaget. Matanya menatap nanar.

Kim Bum membalas tatapan istrinya. Matanya masih bersorot marah. Tapi di balik itu dia menyimpan kepedihan. Kekecewaan. Sakit hati. Begini nyerinya tatapan itu sampai Kim So Eun ikut merasa perih.

"Aku ingin bercerai," akhirnya terlepas juga kata yang amat menyakitkan itu dari mulut Kim Bum. "Sesudah anakku lahir. Aku akan membawanya pergi. Supaya kau tidak usah melihatnya lagi. Dan supaya dia tidak tahu, ibunya sendiri ingin membunuhnya."

Kim So Eun memalingkan wajahnya. Menyembunyikan air mata yang mengalir menuruni pipinya.

Nun jauh di sana, Sungai Barceloneta masih menumpahkan ratusan ribu meter kubik air ke laut. Tapi Kim So Eun yakin, di hati Kim Bum, cintanya sudah kering. Tak ada lagi setetes cinta pun yang dapat diberikannya kepada istrinya.

"Aku tidak mengenalmu," kata Kim Bum dingin. "Selama ini, aku telah tidur dan bercinta dengan monster. Ayahku benar. Jangan menikah dengan perempuan yang tidak diketahui asal usulnya. Karena mungkin kau menikah dengan setan."

Cercalah aku terus, Sayang, Kim So Eun memejamkan matanya menahan kepedihan yang mengiris hatinya. Karena cintamu kini telah berubah menjadi sebilah pisau. Sayatlah dagingku. Keringkan darahku. Karena aku telah berdosa padamu!

"Pura-pura tidak tega membunuh anak alligator," dumal Kim Bum jijik. "Membunuh anak sendiri tega! Kau iblis bertopeng malaikat!"

Ke mana cinta pergi? Begitu tipiskah batas antara cinta dan kebencian?

Suami yang begitu mencintainya. Kini dia menginjak dan meludahinya seperti seonggok sampah busuk!

Aku tidak mengenalmu. Selama ini aku telah tidur dan bercinta dengan monster!

Ingin Kim So Eun menjelaskan semuanya. Alasan mengapa dia ingin mengenyahkan bayinya. Barangkali Kim Bum baru mengerti. Barangkah Kim Bum bisa memaafkannya.

Tetapi setiap kali hendak membuka mulutnya, lidahnya menjadi kaku.

Percayakah Kim Bum pada kata-katanya? Atau dia malah akan bertambah benci karena mengira Kim So Eun berdusta? Park Jung Min sudah mati. Siapa lagi yang dapat menjadi saksi kebenaran Pengakuannya?

Kim Bum mungkin malah semakin marah. Sudah berzina, membunuh, lagi!

Jadi apa gunanya lagi pengakuan itu? Bukankah lebih baik dia pasrah saja menerima hukumannya?

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...