Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 18 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 11)



SONG SEUNG HUN membelikan sebuah mobil sport tahun terbaru untuk putranya. Dia tahu Kim Bum sudah menjual mobilnya dan mengirimkan uangnya ke rekening bank ayahnya.

Song Seung Hun juga tahu uang yang dikirim sudah dipotong lebih dulu. Kim Bum tidak mengirimkan seluruh uang penjualan mobilnya. Tetapi dia tidak peduli. Dia tidak menyentuh uang itu sampai sekarang.

Tetapi ketika putranya pulang, dia menyuruh karyawannya mengambil uang itu dan membeli sebuah mobil sport baru dari merek yang sama. Berapa pun kekurangannya akan ditambahinya.

Kim Bum tertegun sesaat ketika melihat mobil itu di halaman depan rumahnya. Wajahnya langsung berubah. Matanya berkaca-kaca.

Dia tahu mengapa ayahnya membelikannya mobil itu. Ayah mengira dia bisa menukar keberadaan Park Jung Min dengan sebuah mobil sport!

"Ayah tahu mobil ini tidak dapat menggantikan Park Jung Min," cetus ayahnya lirih seperti mengerti perasaan putranya. "Tapi paling tidak dapat mengurangi kesedihanmu."

Kim Bum mengangguk lesu. Ayahnya memegang bahunya dengan lembut.

"Kalau kau belum mau mencobanya, tidak apa. Masih banyak waktu."

Yoon Eun Hye yang baru pulang naik mobil kantor mendengus kesal ketika melihat mobil itu. Tentu saja dia tahu siapa pemiliknya.

"Aku sudah bekerja mati-matian di perusahaan," dumalnya sambil masuk ke dalam rumah. Diletakkannya tas tangannya dan tas laptopnya di atas meja. "Tidak pernah sekali pun Ayah membelikanku mobil. Jangankan mobil. Motor saja tidak!"

"Kau selalu bersama Ayah," sahut ayahnya tegas. "Semua milik Ayah milikmu juga. Tapi adikmu baru pulang. Sudah lama dia tidak punya mobil bagus."

"Salahnya sendiri." gerutu Yoon Eun Hye ketus. "Dia yang memilih terjun ke comberan!”

"Sekarang dia sudah keluar dari sana. Apa salahnya kita beri dia kesempatan kedua?"

"Kesempatan apa? Bekerja di kantor dari jam sembilan sampai lima sore tidak sama dengan ngebut dari jam sembilan sampai lima pagi!"

Yoon Eun Hye masuk ke kamarnya dengan kesal. Harinya sangat panas. Ayah selalu memanjakan adik bungsunya. Mentang-mentang dia laki-laki!

Baru juga pulang, Ayah sudah begitu murah hati. Rasanya seisi dunia ini hendak diberikannya kepada Kim Bum! Padahal apa jasanya? Dia bisa apa?! Cengeng! Lemah!

Baru kehilangan teman saja seperti dunia sudah mau kiamat!

Dan Ibu! Sama juga! Kalau tidak menangis, kerjanya cuma membelai-belai anak bungsunya! Seolah-olah dia baru menemukan kembali boneka tuanya yang hilang!

Sebetulnya memang gara-gara Ibu juga Kim Bum jadi begitu. Ibu yang menciptakannya jadi anak mama!

"Kalau Kim Bum sudah pulih, Ayah ingin kau membimbingnya," kata ayahnya kemarin. Membimbing jadi apa? Direktur? Lebih mudah menjadikannya anak anjing yang manis daripada direktur yang berwibawa!

"Untuk apa capek-capek mengajarinya?" sahut Yoon Eun Hye datar. "Dua hari lagi juga dia lari pulang mencari istrinya!"

"Kelihatannya Kim Bum tidak mau kembali ke Seoul."

"Kata siapa? Sejak datang dia tidak bicara apa-apa! Kerjanya cuma memelototi foto istrinya dan Park Jung Min!"

"Firasat Ayah mengatakan rumah tangganya sudah berantakan. Mana tahan adikmu hidup susah begitu? Dia kan sudah biasa hidup enak."

"Kalau Ayah menyuruhnya hidup enak seperti dulu, buat apa aku capek-capek mendidiknya? Kerja di kantor kan tidak enak! Lagi pula kata siapa dia mampu? S1 saja belum lulus!"

"Ayah akan memaksanya kuliah lagi. Mungkin tidak di Seoul. Supaya perempuan itu tidak bisa mempengaruhinya lagi."

Sementara itu aku yang jadi ban serep, geram Yoon Eun Hye muak. Tentu saja hanya dalam hati. Setelah dia lulus, aku harus mundur teratur. Menyerahkan tongkat pimpinan kepadanya. Tidak! Sudah cukup aku mengalah!

"Apa maksudmu?" tanya Jung So Min heran. Seharian ini Yoon Eun Hye marah-marah terus di kantor. Sekretarisnya sudah setengah matang disiram caci makinya yang lebih panas dari minyak mendidih. "Eonni mau mengundurkan diri?"

"Ada tawaran menarik dari dua perusahaan di Seoul yang sudah lama mengincarku," sahut Yoon Eun Hye datar. Sebuah perusahaan mi instan. Dan perusahaan minyak goreng. "Mereka menawarkan posisi CEO kepadaku."

"Untuk apa kerja di perusahaan mereka?"

"Karena Ayah tidak pernah menghargai kita."

"Apa maksudmu?"

"Kita cuma dayang. Kim Bum-lah yang sudah di-plot untuk jadi raja. Sejak masih dalam kandungan."

"Eonni selalu iri padanya," keluh Jung So Min agak kesal.

"Kau tidak?"

"Mau apa lagi? Ini perusahaan milik Ayah. Dia yang berhak mengangkat penggantinya."

"Justru itu yang membuatku tidak puas. Aku merasa diperlakukan tidak adil! Mengapa Ayah memilih Kim Bum? Padahal dia tidak ada apa-apanya dibandingkan kita!"

"Karena dia laki-laki" dengus Jung So Min muram.

"Makanya aku bilang tidak adil!"

"Eonni yakin di perusahaan lain akan diperlakukan adil?"

"Mereka mencari CEO, bukan badut!"

"Ayah pasti marah sekali."

"Selalu ada maaf untuk Kim Bum, kan? Mengapa untuk kita tidak?"

"Aku tetap akan bertahan di perusahaan kita sendiri, Eonni.”

"Itulah. Kau pengecut! Tidak berani mencari tantangan di luar!"

"Apa pun katamu. Aku tidak tega berkhianat."

"Berkhianatkah mencari tantangan demi kemajuan karier kita di tempat lain?"

"Apa yang kurang di perusahaan kita? Eonni sudah menjadi orang nomor satu kalau Ayah mundur."

"Sampai Kim Bum datang."

"Apa salahnya mengalah kepada adik sendiri?"

"Kita sudah mengalah sejak dia masih bayi!"

Dan Yoon Eun Hye sudah bersiap-siap untuk mengundurkan diri ketika terjadi kejutan baru. Kim Bum memutuskan untuk pulang ke Seoul.

* * *

Kim So Eun menunggu hasil tes kehamilan itu dengan dada berdebar-debar.

Negatif... negatif... negatif...

Dan dia jatuh terduduk dengan lemas. Begitu pinggulnya menyentuh sofa, serentak dia melonjak kaget. Seolah-olah dia baru saja menduduki bara api. Di sana Park Jung Min tidur.

Di sana Park Jung Min memperkosanya. Di sana dia menikmati gejolak gairahnya.... Di sana, di sofa itu, dia mengkhianati Kim Bum!

Kini perbuatannya telah berbuah. Telah hadir di rahimnya buah dosa mereka. Tes itu positif. Ada janin dalam kandungannya. Dan bayi itu pasti anak Park Jung Min! Pasti!

Akhir-akhir ini dia selalu menolak kalau Kim Bum ingin berhubungan.

"Aku tidak bisa! Bagaimana bisa menikmati kebersamaan kalau ada orang ketiga di luar sana?"

Dan orang ketiga itu yang kini telah membuahi rahimnya! Telah hadir benih Park Jung Min dalam kandungannya!

Maafkan aku, Kim Bum, desah Kim So Eun gemetar. Ketika dia menyadari dosanya semakin menyurukkannya ke kubangan. Lumpur yang telah menenggelamkannya sampai ke leher, kini telah membenamkan seluruh kepalanya!

Aku tidak sanggup lagi menanggung semua ini, keluh Kim So Eun putus asa. Kalau dulu dia tidak mampu membalas tatapan mata suaminya, kini dia malah tidak sanggup lagi berada di dekatnya.

Rasanya seluruh tubuhnya memancarkan bau busuk yang menyengat hidung. Rasanya bayi dalam rahimnya ibarat bom waktu yang setiap saat dapat meledak... menghancurkan tubuhnya sampai berkeping-keping... meluluhlantakkan pernikahannya....

Bagaimana mengatakan kepada Kim Bum anak siapa yang tengah dikandungnya?

* * *

Kim Bum sedang berbaring di ranjangnya ketika Park Jung Min tiba-tiba hadir di depannya. Dia tidak tahu bayangan itu hanya halusinasinya semata-mata. Atau arwah Park Jung Min yang sungguh-sungguh mengunjunginya.

Kata neneknya, arwah orang mati baru datang kembali ke rumah setelah lewat empat puluh hari. Saat itu Nenek sedang menceritakan arwah Kakek yang menyambanginya di rumah.

Dulu Kim Bum tidak percaya!

Takhayul, ejeknya sambil tertawa. Nenek memang paling pintar mendongeng. Supaya cucunya cepat tidur karena takut.

Tapi malam ini dia mengalaminya sendiri.

Park Jung Min datang. Wajahya masih sangar. Tubuhnya masih tegap. Tetapi perutaya tidak koyak. Bajunya yang putih tidak dilumuri merahnya darah. Dia tampil bersih. Malah seperti bercahaya.

"Pulanglah, Kim Bum," suaranya masih suara Park Jung Min yang dikenalnya. Jelas. Tidak bergema. Tidak bergetar. “Kim So Eun tidak bersalah. Dia sangat mencintaimu."

Aku pun sangat mencintainya, desah Kim Bum lirih. Tapi aku belum bisa memaafkannya karena mengusirmu!

Park Jung Min tidak menjawab. Kim Bum pun belum sempat bertanya lagi. Park Jung Min sudah pergi. Bayangannya menghilang. Sia-sia Kim Bum memburunya ke jendela.

Di luar tidak ada apa-apa. Hanya kegelapan yang merangkul malam. Kesunyian yang membelenggu suasana.

Park Jung Min datang hanya untuk mengulangi kata-katanya sebelum meninggal, gumam Kim Bum masygul. Kata-katanya tentang Kim So Eun.

Tapi, benarkah dia yang datang? Atau... hanya halusinasiku semata-mata?

Kim So Eun tidak bersalah. Dia sangat mencintaimu.

Semalaman kata-kata itu tidak mau lenyap dari benaknya. Jika benar Kim So Eun tidak bersalah, jika benar dia tidak mengusir Park Jung Min, aku tak pantas meninggalkannya! Mengapa aku begitu kejam memperlakukan wanita yang sangat kucintai?

Cintanya tak pernah berubah biarpun kemarahan membelenggu hatinya. Kini setelah segurat penyesalan menoreh jantungnya, Kim Bum tak tahan lagi. Dia harus segera pulang menemui Kim So Eun!

Dia akan meminta maaf. Mengakui kesalahannya. Menuduh tanpa bukti.

Dia akan berusaha memperbaiki bubungan mereka yang renggang akhk-akhir ini. Berusaha mengembalikan kemesraan yang dulu menjadi milik mereka.

Kim Bum tahu tidak sulit meraih kembali kemesraan itu. Karena dia sadar, sebenarnya dia dan Kim So Eun masih saling mencintai.

Mungkin hanya karena kebodohanku, pikir Kim Bum tulus. Karena sifatku yang kekanak-kanakan. Belum dewasa. Mungkin juga karena kehadiran Park Jung Min....

Apa sebenarnya salah Kim So Eun? Dia hanya tidak ingin ada orang ketiga di tengah-tengah pernikahan mereka. Terlalu besarkah permintaannya? Tiga memang terlalu banyak Tiga orang membuat pernikahan mereka menjadi sempit!

* * *

"Ayah kecewa," keluh Song Seung Hun ketika putranya pamit hendak kembali ke Seoul. Ternyata mobil baru pun tidak mampu mencegahnya. "Ibumu pasti jatuh sakit sepeninggalmu."

"Maafkan Aku, Ayah," Kim Bum menundukkan kepalanya. "Aku sudah menikah. Aku harus pulang."

"Pulang ke mana lagi? Ini rumahmu!"

"Ini memang rumahku. Rumah masa kecil. Sesudah menikah, setiap orang harus punya rumah sendiri."

"Yang mana rumahmu?" bentak Song Seung Hun berang. "Gubuk itu milik istrimu!"

"Rumah Kim So Eun rumahku juga, Ayah," sahut Kim Bum tenang. "Kapan-kapan kalau ke Seoul, Ayah mampir saja. Supaya Ayah tahu, rumah kami bukan gubuk. Kim So Eun punya warnet yang sedang berkembang pesat. Sebentar lagi dia jadi sarjana. Tinggal menyelesaikan skripsi. Dia istri yang sempurna. Seharusnya Ayah bangga punya menantu seperti dia. Kalau Ayah tidak terlalu sombong."

"Kalau dia bukan anak haram!" dengus ayahnya jijik. "Ayah tidak sudi punya cucu dari perempuan yang tidak tahu dari mana asalnya!"

"Aku tidak akan mengizinkan siapa pun menghina anakku," geram Kim Bum tersinggung.

"Jangan harap anakmu bisa menduduki kursi direktur di perusahaanku!"

"Simpan saja kursi itu untuk Yoon Eun Hye Eonni," sahut Kim Bum datar. "Dia yang lebih pantas duduk di sana."

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...