Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 24 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 22)



MULA-MULA niat Kim Bum sudah bulat. Dia akan menceraikan Kim So Eun. Dan membawa Wang Suk Hyun. Seperti janjinya pada almarhum ayahnya.

Tetapi ketika mendengar apa keinginan terakhir Lee Min Ho, dia mengubah niatnya.

"Aku tidak akan menceraikanmu," katanya tegas di kamar hotel mereka malam itu. "Sampai dia mati."

Kim So Eun tahu mengapa Kim Bum melakukannya. Dan dia tidak dapat menyalahkannya. Kadang-kadang cinta memang dapat mengubah manusia menjadi kejam.

"Apa bedanya menceraikanku sekarang atau nanti, Kim Bum?" tanya Kim So Eun sedih. "Untuk kita tidak ada bedanya lagi. Tapi bagi Lee Min Ho, besar sekali artinya."

"Lalu siapa dia sampai aku harus memikirkannya?"

"Anggaplah membalas jasanya atas apa yang telah dilakukannya untuk Wang Suk Hyun."

"Dan untukmu juga? Untuk kehangatan yang telah diberikannya padamu di ranjangnya?"

Dalam keadaan biasa, Kim So Eun pasti sudah melayangkan tangannya. Dia merasa sangat terhina. Tapi masih berhakkah dia menampar suaminya? Kim Bum tidak salah. Dia memang sudah berselingkuh. Berzinah!

"Lihat saja Wang Suk Hyun!" bentak Kim So Eun menahan tangis. Dia mengacungkan terunjuknya ke putra mereka yang sudah tidur lelap di ranjang. "Kau lihat bagaimana sayangnya dia pada Lee Min Ho?"

"Itu semua salahmu!" balas Kim Bum sama marahnya. "Karena kau membawanya kepada lelaki itu!"

"Salahmu juga! Kau ingin merampasnya dariku!"

"Dia memang anakku!"

"Aku ibunya!" Dan kau bukan ayahnya!

"Kau tidak menginginkannya!"

"Tidak sesudah aku merasakan kehadirannya di perutku! Tapi kau tidak bisa memaafkanku!"

Saat itu aku sudah memaafkanmu! Tapi sekarang aku tidak bisa lagi mengampuni kesalahanmu! Tapi menceraikanmu untuk memberikan kebahagiaan kepada lelaki yang telah menodaimu? Jangan harap!

"Kim Bum, tolonglah aku," pinta Kim So Eun sungguh-sungguh.

"Menolongmu?" sindir Kim Bum sambil tersenyum pahit. "Maksudmu, menceraikanmu? Sejak kapan kau anggap diceraikan sebagai pertolongan?"

"Jangan lakukan untukku, Kim Bum. Lakukanlah untuk Wang Suk Hyun. Dia sangat menyayangi Lee Min Ho. Sudah terlambat untuk mengubahnya. Aku tidak ingin dia membenci ayahnya sendiri untuk apa yang kau lakukan pada Lee Min Ho sekarang."

"Dia tidak membenci ibunya untuk apa yang hampir dilakukannya dulu? Ketika dia masih dalam kandungan?"

Sekali lagi Kim So Eun merasa hatinya pedih tertikam duri. Tetapi dia sudah tidak dapat menangis lagi. Bahkan mengeluh pun dia sudah tidak mampu. Semua penderitaan datang laksana badai. Tak menyisakan sepotong kebahagiaan pun. Bahkan bersua dengan suami yang sangat dirindukannya tidak membawa keceriaan. Perjumpaan itu malah mengiris hatinya menjadi serpihan yang nyeri.

Jadi dia hanya menjawab dengan lesu. Tidak ingin membantah. Tidak berniat membela diri.

“Tidak ada yang memberitahu. Kau ingin aku yang memberitahu Wang Suk Hyun?"

Kim Bum bukan tidak merasakan kesedihan istrinya. Tetapi melihat Kim So Eun begitu apatis, dia ingin menusuknya sekali lagi. Sekadar menenangkan hatinya. Membuat rasa bersalahnya atas kematian ayahnya berkurang. Tapi benarkah rasa sakitnya berkurang setelah menyakiti Kim So Eun? Mengapa rasa lega itu belum muncul juga? Mengapa tak ada kepuasan yang didambakan melihat Kim So Eun mengerut kesakitan?

"Mungkin pada saat yang tepat nanti, aku yang akan beritahu dia."

"Mungkin saat itu kau sudah tahu mengapa aku ingin melakukannya." Sesudah mengucapkan kata-kata itu Kim So Eun menyesal. Dia sudah kelepasan bicara. Tidak mungkin menariknya kembali.

Kim Bum menatapnya dengan dingin.

"Kau belum ingin mengatakannya?"

Aku tidak akan pernah mengatakannya. Biarlah semua itu hanya akan menjadi rahasiaku. Rahasiaku bersama Park Jung Min!

Malam itu menjadi malam yang penuh siksaan. Mereka tidur di dua ranjang bersebelahan. Dalam sebuah kamar. Di bawah satu atap. Tapi tak ada seorang pun yang berinisiatif untuk menyeberang. Mereka membeku di bawah selimut masing-masing. Meredam kerinduan yang bergejolak di dada.

Kim So Eun merasa dirinya sangat hina. Kotor. Ternoda. Sehingga tak pantas lagi menyentuh tubuh suaminya.

"Jangan sentuh aku lagi," kata-kata Kim Bum yang bernada jijik menusuk telinganya. "Karena Sungai Barceloneta pun tak mampu lagi membersihkanmu."

Sementara Kim Bum dibelenggu oleh kesombongan dan dendam. Kim So Eun tak pantas lagi menjadi istrinya. Dia sudah menjual tubuhnya pada lelaki yang mampu membiayai hidupnya. Dia sudah berselingkuh dengan lelaki lain!

Dan untuk perempuan sehina itu Kim Bum telah mengorbankan ayahnya. Ayah yang di balik kekerasannya sesungguhnya sangat menyayanginya. Apa yang belum diberikan Ayah kepadanya? Hidup yang enak. Kemewahan berlimpah. Masa depan yang cerah. Bahkan pada saat dia berduka karena kehilangan sahabat karibnya, Ayah menghadiahkan mobil yang sangat diidam-idamkannya.

"Ayah tahu mobil ini tidak dapat menggantikan Park Jung Min," katanya saat menyerahkan kunci mobil itu. "Tapi paling tidak dapat mengurangi kesedihanmu.”

Dan ayah yang penuh kasih sayang seperti itu yang telah dikhianatinya! Kim Bum telah melanggar janjinya sendiri. Dan dia harus menebus kesalahannya dengan penyesalan seumur hidup!

Jadi bagaimana dia dapat memeluk istrinya menumpahkan kerinduan meskipun darah dan dagingnya menginginkannya?

* * *

"Akan kubawa Wang Suk Hyun mencari mobil" kata Kim Bum selesai Kim So Eun memandikan anaknya. "Nanti siang setelah check-out kita langsung pulang."

Kim So Eun tertegun. Tangannya yang sedang mengeringkan tubuh Wang Suk Hyun dengan handuk langsung mengejang.

"Pulang ke mana?"

"Ke mana lagi? Ke rumahku."

"Tapi..."

"Kau masih istriku. Aku berhak membawa istri dan anakku ke mana pun aku mau."

"Kita tengok Ayah ya, Bu?" Wang Suk Hyun mengajukan pertanyaan yang sama yang sudah lima kali diajukannya sejak bangun tidur.

"Kita pergi beli mobil," Kim Bum berjongkok di depan anaknya. Lalu dia mengajukan pertanyaan yang sering diajukan ayahnya ketika dia masih kecil. "Wang Suk Hyun mau mobil apa?"

Wang Suk Hyun melongo. Ditatapnya Paman Galak dengan matanya yang bulat lucu.

"Mobil-mobilan?"

"Mobil yang sesungguhnya."

"Kim Bum..."

"Jangan ajari aku," potong Kim Bum judes. "Aku berhak memberikan apa yang diingini anakku."

"Anak siapa?" potong Wang Suk Hyun bingung.

"Anak Ayah."

"Ayah di rumah sakit," gumam Wang Suk Hyun tegas.

"Ayahmu di sini.'" bentak Kim Bum kesal. Sesudah membentak dia menyesal. Diraihnya Wang Suk Hyun ke pelukannya. "Cepat ganti baju, Kim So Eun. Kita pergi cari mobil."

"Jangan manjakan dia, Kim Bum...."

"Jangan rusak dia seperti ayahnya?" sindir Kim Bum sinis. "Aku lebih takut lagi kalau dia rusak seperti ibunya."

"Ibu siapa?" sela Wang Suk Hyun makin bingung.

"Ibu bebek," sahut Kim Bum asal saja.

"Donal Bebek?" mata Wang Suk Hyun membeliak penuh semangat "Ayah sering membacakan dongeng untukku. Kalau Aku mau tidur."

Sesaat Kim Bum tertegun. Jadi Lee Min Ho selalu mendongengi anaknya sebelum tidur.

"Dia ayah yang baik," gumam Kim So Eun lirih. "Apa pun pendapatmu tentang dia, sulit mencari kesalahannya sebagai ayah Wang Suk Hyun. Jangan sampai pertikaian kita membuat orang yang tidak bersalah menderita, Kim Bum."

Jadi aku harus bagaimana, pikir Kim Bum muram ketika dia sedang minum es krim bersama anaknya. Menyerahkan anakku kepada orang yang tidak berhak, betapapun baiknya dia?

Mereka baru saja membeli sebuah mobil kecil. Mobil kodok dengan mesin di belakang tubuhnya. Karena itulah mobil yang disukai Wang Suk Hyun.

"Seperti mobil-mobilanku yang dibelikan Ayah."

Jadi apa pun yang dilakukan Wang Suk Hyun, selalu dikaitkannya dengan "Ayah". Lelaki itu hadir dalam setiap helaan napasnya. Tak mungkin mengenyahkannya dari benak anaknya.

Kim Bum ingin marah. Ingin membentaknya menyuruh diam. Ingin menyuruh Wang Suk Hyun berhenti membicarakan lelaki sialan itu.

Tetapi bagaimana memberi pengertian kepada seorang anak berumur empat tahun betapa dia telah menyakiti hati ayah kandungnya?

Bukan salahnya kalau dia tidak tahu siapa ayahnya. Bukan salahnya kalau dia hanya mengenal lelaki yang selalu ada di dekatnya sejak bayi. Bukan salahnya kalau dia mengidolakan lelaki itu. Dia ayah yang baik, kata Kim So Eun.

Dan setelah melihat betapa dekatnya Wang Suk Hyun pada lelaki yang dianggap ayahnya itu, Kim Bum sadar, Kim So Eun benar.

Matanya bersinar-sinar setiap kali membicarakan ayahnya. Suaranya bersemangat kalau sedang menceritakan aktivitasnya bersama “Ayah". Bagaimana mengenyahkan figur yang demikian dikagumi anaknya?

Percuma Kim Bum berusaha menggantikan figur "Ayah" di benak Wang Suk Hyun. Tidak mungkin melakukannya dalam satu hari. Mereka perlu waktu lebih lama. Sementara itu kejam memisahkan Wang Suk Hyun dari lelaki yang sudah dianggapnya ayah. Kecuali pada saat maut memisahkan mereka.

"Wang Suk Hyun mau permen lagi?" tanya Kim Bum ketika dilihatnya Wang Suk Hyun mengantongi permen yang disuguhkan bersama es krimnya.

"Untuk Ayah," sahut Wang Suk Hyun spontan.

Dan untuk kesekian kalinya Kim Bum terhenyak. Sebutir permen hadiah. Dan Wang Suk Hyun menyimpannya untuk "Ayah"!

Apa lagi pernyataan kasih sayang dari seorang anak berumur empat tahun yang lebih mengharukan daripada itu?

Aku bisa membawanya pulang. Tapi hanya tubuhnya. Karena hatinya telah dimiliki lelaki lain!

* * *

Kim So Eun tidak terkejut ketika melihat Bae Soo Bin di depan pintu kamarnya. Tetapi melihat siapa yang datang bersamanya membuat hatinya berdegup kencang.

"Halo, Ipar!" sapa Yoon Eun Hye sambil tersenyum mengejek. "Adikku ada?"

"Pergi dengan Wang Suk Hyun," sahut Kim So Eun tersendat. Menyadari bom seratus megaton yang dibawa kakak Lee Min Ho.

Bae Soo Bin langsung menerobos masuk tanpa diundang. Dia duduk di kursi sambil mengatupkan rahang menahan marah.

Yoon Eun Hye melenggang di depan Kim So Eun yang masih memegangi pintu. Aroma parfumnya yang tajam menusuk hidung Kim So Eun. Sepatunya yang berharga jutaan rupiah melangkah anggun di atas permadani. Sementara gaunnya yang mahal dan berkelas menyilaukan mata sepera kilauan kalung di lehernya.

Dia duduk di kursi dengan tenang. Menyilangkan kakinya dengan gaya seorang profesional. Mengawasi Kim So Eun yang sedang melangkah lesu menghampiri mereka dengan tatapan merendahkan.

"Aku ingin tahu yang sebenarnya," Bae Soo Bin membuka mulutnya dengan gusar.

Kim So Eun menjatuhkan dirinya di tempat tidur. Apa lagi yang ingin didengarnya? Hujatan pasti sudah mengalir seperti air bah dari mulut istrinya!

"Yoon Eun Hye Eonni benar," sahut Kim So Eun datar. "Aku belum bercerai. Kim Bum masih suamiku. Dan Wang Suk Hyun anak kami."

Yoon Eun Hye menoleh ke arah suaminya. Senyum kemenangan menghiasi bibirnya. Bae Soo Bin mengepalkan tinjunya menahan marah. Matanya memerah.

“Tega kau menipu Lee Min Ho," dengusnya sengit.

"Aku akan mengakui semua kesalahanku," gumam Kim So Eun lirih.

"Itu sama saja dengan membunuh Lee Min Ho!" sergah Bae Soo Bin Separuh berteriak. "Kau tidak lihat bagaimana bahagianya dia kemarin? Cuma kalian yang membuat dia masih ingin hidup!"

"Oppa ingin aku melakukan apa?" desah Kim So Eun putus asa.

"Kabulkan keinginannya yang terakhir! Nikahi dia!"

"Kim Bum tidak mau menceraikanku. Dia hendak membawaku dan Wang Suk Hyun pulang ke rumahnya."

Bae Soo Bin sampai terlonjak dari kursinya. Urat-urat wajahnya bersembulan. Matanya membeliak marah.

"Kau sadar apa akibat tindakanmu?"

Kim So Eun mengangguk pilu.

"Aku sudah melangkah di jalan yang salah. Tak ada jalur untuk kembali."

“Tapi kau tidak kehilangan apa-apa! Kau bisa melenggang santai pulang ke rumah bersama anak-suamimu! Tapi Lee Min Ho? Tidak membunuh diri saja sudah bagus!"

"Jika Lee Min Ho ingin aku pergi bersamanya, aku akan pergi," sahut Kim So Eun tawar. Biar Wang Suk Hyun ikut ayahnya."

"Kim Bum pasti tidak mengizinkan kau pergi dengan lelaki lain," sela Yoon Eun Hye mantap. "Dia tidak akan menceraikanmu. Walaupun untuk mempertahankan istri sepertimu, dia harus kehilangan ayahnya."

Sekarang Kim So Eun berpaling dengan kaget ke arah perempuan itu.

"Ayah Kim Bum...?"

"Meninggal," dengus Yoon Eun Hye dingin. “Tengah malam Kim Bum menelepon Ayah. Mengabarkan dia tidak jadi menceraikanmu. Ayah kena stroke saking marahnya."

"Ya Tuhan!" desah Kim So Eun menahan tangis. Betapa besar dosanya! Itu sebabnya Kim Bum tidak dapat memaafkannya. Karena harga maafnya kali ini adalah nyawa ayahnya!

"Kau perempuan paling hina yang pernah aku kenal," sambung Yoon Eun Hye jijik. "Kau bukan saja telah mengobrak-abrik keluargaku. Sekarang kau juga merusak keluarga suamiku." Yoon Eun Hye menoleh dengan perasaan puas ke arah suaminya. "Sekarang mengerti mengapa aku tidak sudi harta ayahmu diwariskan kepada perempuan sekotor dia?"

"Simpan saja warisan itu," potong Kim So Eun datar. "Karena aku tidak membutuhkannya lagi. Aku akan mengakui kesalahanku di depan Lee Min Ho. Jika dia mau bunuh diri, aku rela mati bersamanya."

"Dan anakmu?" sergah Yoon Eun Hye penuh harap.

Saat itu kunci pintu berputar. Tapi tidak seorang pun mendengarnya.

"Jangan khawatirkan Wang Suk Hyun. Dia tidak akan menyusahkan kalian. Karena Kim Bum akan membawanya pulang."

"Wang Suk Hyun bisa menunggu."

Mereka menoleh dengan kaget ke pintu. Kim Bum tegak di sana. Wajahnya membeku.

Wang Suk Hyun lari ke pelukan ibunya. Dia gembira sekali. Tidak mengacuhkan ketegangan di sekelilingnya.

"Aku beli mobil, Bu!" serunya girang. "Ayo, kita tunjukkan pada Ayah!”

"Pengacaraku akan mengurus surat cerai kita secepatnya," sambung Kim Bum kering. "Jangan pikir aku melakukannya untukmu. Aku melakukannya untuk Wang Suk Hyun."

Kim So Eun tertegun. Matanya langsung berkaca-kaca. Ditatapnya suaminya dengan getir. Dan dia tidak mampu mengucapkan separah kata pun.

Yoon Eun Hye-lah yang meledak.

"Kim Bum!" bentaknya sengit. "Apa-apaan kau ini? Sok jadi pahlawan? Belum cukup pengorbanan Ayah untuk sampah ini?"

"Aku hanya menepati janji yang pernah kulanggar pada Ayah," sahut Kim Bum tawar. "Belum terlambat untuk membayar hutangku."

"Kau bukan cuma menjanjikan surat cerai! Kau juga berjanji akan membawa anakmu!"

"Wang Suk Hyun bisa menunggu," sahut Kim Bum mantap. "Kursi direktur di perusahaan rokok ayah kita, tetap kusediakan untuknya. Itu memang haknya.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...