Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 21 Mei 2011

Romance Zero (Chapter 20)



KIM SO EUN sangat mencintai Kim Bum. Sampai sekarang cintanya tidak berkurang sedikit pun. Hampir tiap malam dia merindukan suaminya. Bahkan ketika sedang bercinta dengan Lee Min Ho, dia selalu membayangkan Kim Bum. Mengenang bulan madu mereka yang demikian berkesan di Hutan Barceloneta.

Tetapi ketika tiba-tiba Kim Bum tegak di hadapannya, dia justru merasa takut. Refleks dengan panik dia merangkul Wang Suk Hyun. Dan dia terlambat menyadari, tindakannya itu justru semakin mencetuskan kemarahan Kim Bum.

"Jadi inilah anakku," geram Kim Bum sambil mengatupkan rahang menahan marah. "Anak yang kau bawa kabur!"

Bukan, hampir terlompat kata-kata itu dari mulut Kim So Eun. Dia bukan anakmu!

Tapi pada saat terakhir ditelannya kembali pengakuan itu. Dia hanya mampu menjatuhkan dirinya. Dan berlutut di depan Kim Bum sambil memeluk anaknya erat-erat.

Tetapi ketika dia hendak mencium kaki Kim Bum, laki-laki itu menarik tungkainya dan menyingkir dengan jijik.

“Terakhir kali kita bertemu, kau hendak mencium kakiku untuk membatalkan perceraian,'' dengusnya berang. "Sekarang apa lagi permintaanmu?"

"Kim Bum," desah Kim So Eun sambil menengadah dan menatap suaminya dengan air mata berlinang. Sesaat mata mereka bertemu. Dan Kim So Eun merasa hatinya teriris pedih ketika melihat kenyerian yang merayap di mata itu. Kim Bum menatapnya dengan penuh kebencian. Tetapi dia tidak mampu menyembunyikan kesakitan di balik tatapan itu. "Masih bolehkah aku mengajukan satu permintaan lagi?"

"Jangan membuang waktu," desis Kim Bum dingin. "Kaburlah seperti empat tahun yang lalu. Karena sebentar lagi petugas imigrasi akan. menangkapmu."

Kim So Eun jatuh terduduk dengan lemas. Begitu besarkah kebencian Kim Bum pada perempuan yang dulu sangat dicintainya? Kini dia bahkan tega melihat istrinya ditangkap! Digiring. Dimasukkan penjara!

Wang Suk Hyun mengawasi ibunya dengan bingung. Diusapnya air mata yang meleleh di pipi ibunya dengan jarinya.

"Ibu..." cetusnya heran. "Kenapa Ibu menangis? Paman jahat!" Lalu tanpa disangka-sangka, Wang Suk Hyun melepaskan dirinya dari pelukan ibunya. Berbalik. Dan menendang tungkai Kim Bum.

"Wang Suk Hyun!" sergah Kim So Eun antara kaget dan panik. "Jangan kasar begitu! Masuk!"

Tapi Kim Bum tidak marah. Dia sedang tertegun mengawasi anaknya. Itulah anaknya. Anak yang dilihatnya terakhir kali ketika masih bayi. Anak yang diselamatkannya sebelum dilenyapkan oleh ibunya sendiri!

Kini anaknya sudah besar. Gemuk. Berani. Dan tetap lucu!

Wang Suk Hyun juga sedang mengawasinya. Tapi dengan pandangan penuh kebencian. Dia tidak tahu kenapa datang-datang pria ini memarahi Ibunya.

Wang Suk Hyun tidak pernah melihat ibunya menangis. Tapi sekarang lihat! Air mata Ibu bercucuran!

Jahat sekali Paman ini! Padahal Ayah tidak pernah membuat Ibu menangis!

Sebenarnya Wang Suk Hyun tidak ingin meninggalkan ibunya. Nalurinya mengatakan Ibu dalam bahaya. Tapi Ibu menyuruhnya masuk. Ketika Wang Suk Hyun seperti hendak membangkang, Ibu memelototinya. Terpaksa Wang Suk Hyun menyingkir dengan ragu-ragu.

"Jadi namanya Wang Suk Hyun," gumam Kim Bum kaku.

"Maafkan tingkahnya. Dia tidak tahu siapa kau...."

"Tidak pernah kau beritahu siapa ayahnya?" geram Kim Bum sakit hati. "Anakmu sendiri juga kau bohongi?''

"Kim Bum, tolong," pinta Kim So Eun sedih. "Beri aku waktu untuk menjelaskannya. Tapi kumohon, jangan di depan Wang Suk Hyun!"

"Supaya dia tidak tahu betapa jahatnya ibunya?"

"Silakan mencerca semaumu, Kim Bum. Aku memang pantas menerimanya. Tapi tolong, jangan di depan anakku...."

"Anakmu? Kau lupa suatu waktu dulu..."

"Kim Bum!" teriak Kim So Eun nyeri. "Tidak bisakah kita bicara baik-baik?"

"Masih pantaskah kau diajak bicara? Lagi pula sudah tidak ada waktu lagi. Dalam beberapa menit lagi, mereka akan mengangkutmu ke Val De Seine."

Val De Seine adalah penjara imigrasi. Tempat para imigran gelap dikurung sebelum dideportasi.

"Kau tega anakmu dibawa ke sana?" desah Kim So Eun pilu. "Dikurung sepera penjahat? Kau tidak membayangkan seperti apa traumanya?"

"Wang Suk Hyun tidak akan dibawa ke sana. Lagi pula dia akan ikut ayahnya. Kita belum bercerai, kan? Jadi dia masih sah anakku."

"Lalu ke mana kau akan membawanya?"

"Pulang."

"Tidak mungkin! Identitasnya melekat dalam pasporku!"

"Kedubes Korea pasti dapat membantu."

"Kenapa sekejam itu padaku, Kim Bum?" keluh Kim So Eun getir. Di mana cintamu yang sepanjang Sungai Barceloneta? Kau tega menjebloskan perempuan yang pernah kau cintai ke dalam penjara? Begitu tipiskah batas antara cinta dan benci?

"Di dalam penjara nanti, kau punya banyak waktu untuk merenungkan siapa yang lebih kejam," sahut Kim Bum dingin. "Sekarang bawa Wang Suk Hyun kemari. Aku akan membawanya pergi."

"Kim Bum!" Kim So Eun menghambur ke depan untuk memeluk tungkai suaminya. Tapi sekali lagi Kim Bum mengelak. "Jangan sentuh kulitku!" geramnya kaku. "Jangan nodai lagi diriku dengan kebusukanmu!"

Ketika mengucapkan kata-kata itu, Kim Bum merasa hatinya tersayat nyeri. Dia tidak tahu bagaimana dia mampu mengatakannya. Karena dalam empat tahun, hanya berapa malam dalam hidupnya dia tidak merindukan istrinya? Dia membenci Kim So Eun. Tapi sekaligus merindukannya!

"Kau sakit, Kim Bum," keluh ibunya ketika menemukan foto istrinya yang sudah dicabik-cabik tapi direkatkan kembali di antara pecahan botol wiski di kamarnya. "Selama perempuan itu masih mengotori benakmu, kau tidak akan sembuh."

Karena Kim Bum mengelak, Kim So Eun jatuh terjerembab ke lantai. Tetapi Kim Bum tidak datang menolongnya. Tidak membungkuk mengulurkan tangan. Dia hanya mengawasi dengan dingin binatang yang melata di depannya.

Kim So Eun juga tidak mengharapkan pertolongan. Tidak mengharapkan uluran kasih sayang. Karena dia memang merasa sudah tidak pantas lagi menerimanya. Tetapi dia belum mau berhenti memohon. Jangan pisahkan dia dari anaknya!

"Ampuni aku, Kim Bum! Beri aku kesempatan sekali lagi! Aku tidak sanggup berpisah dengan Wang Suk Hyun!"

Suatu waktu dulu, Kim Bum pernah mengampuni kesalahan Kim So Eun. Tetapi sekarang tak ada lagi maaf baginya. Karena harga maafnya kini adalah harga sebuah nyawa. Nyawa ayahnya!

"Aku tidak bisa lagi mengampunimu," sahut Kim Bum beku. "Dosamu sudah terlalu besar."

Dengan sedih Kim So Eun menatap lelaki yang dicintainya. Satu-satunya lelaki yang pernah memiliki cintanya. Lelaki yang suatu waktu dulu pernah memberinya sekuntum cinta yang sangat lembut. Sangat dalam. Abadi seperti Sungai Barceloneta.

Kini bahkan bekas-bekas cintanya tak tampak lagi. Ke mana cinta berlalu?

Kim Bum kini tampak membeku bagai gurun es di kutub utara. Tak ada lagi kehangatan. Tak ada kelembutan. Tak ada senyum yang dulu selalu melumuri mata dan bibirnya.

Dia telah berubah. Dan dengan pilu Kim So Eun harus mengakui, dialah yang telah mengubah lelaki itu! Dia yang telah membunuh Kim Bum yang dikenalnya!
Lihat betapa cepatnya dia bertambah tua. Wajahnya bukan saja tampak jauh lebih dewasa. Wajah itu kini menampilkan sosok yang berbeda. Matang. Tapi tak berperasaan. Betapa kejam penderitaan telah mengubahnya!

"Aku tidak bisa lagi mengampunimu." Suaranya terdengar begitu dingin. Begitu bengis. Begitu asing di telinga Kim So Eun.

Kim Bum memang sudah berubah. Dia tidak tahu lagi apakah masih ada sisa cinta di hatinya. Atau semuanya sudah terkubur bersama jasad ayahnya.

Dia melihat air mata Kim So Eun. Dia melihat kesedihan perempuan yang suatu waktu dulu pernah menempati sudut yang paling utama di hatinya.

Tetapi apa bedanya lagi sekarang? Apa artinya belas kasihan kalau seluruh perasaannya sudah membeku?

Tapi benarkah seluruh cintanya telah sirna? Benarkah seluruh perasaannya telah membeku? Lalu dari mana datangnya kerinduan yang menggigit setiap malam?

Aku membencinya, desis Kim Bum dalam hati. Aku harus membalas dendam atas kematian Ayah! Aku tidak boleh memaafkannya lagi!

Kim Bum sudah bertekad untuk merampas Wang Suk Hyun. Bukan merampas. Mengambil. Karena anak itu memang haknya. Dia yakin, itulah hukuman terberat untuk Kim So Eun!

Tetapi Wang Suk Hyun tidak mau dipisahkan dari ibunya. Dia menangis. Menjerit-jerit. Meronta.

Sekarang Kim So Eun bukan hanya tidak tega berpisah dengan anaknya. Dia tidak sampai hati melihat tangis Wang Suk Hyun. Rasanya lebih baik dia yang dicincang sampai mati daripada melihat anaknya menderita seperti itu.

"Kim Bum," pinta Kim So Eun dengan air mata berlinang "Lakukan apa saja untuk menghukumku. Tapi jangan hukum anak kita!"

Sebenarnya bukan hanya Kim So Eun yang tidak tega melihat penderitaan anaknya. Kim Bum juga. Barangkali dia perlu waktu untuk memisahkan Wang Suk Hyun dari ibunya.

"Baik," katanya kering. "Benahi barang kalian. Kita pulang."

Kim So Eun memang tidak punya pilihan lain.

Dia harus pulang. Lagi pula apa lagi yang ditakutinya kini? Kim Bum sudah menemukannya! Dia hanya minta izin untuk menelepon Lee Min Ho. Tetapi Kim Bum melarangnya.

"Jangan harap kalian bisa bertemu lagi," katanya bengis. "Tapi aku tidak bisa menghilang begitu saja, Kim Bum!"

"Apa bedanya dengan apa yang pernah kau lakukan padaku empat tahun yang lalu?"

"Saat itu aku takut kehilangan Wang Suk Hyun, Kim Bum! Aku tidak mau berpisah dengan bayiku!"

Dan kau membuatku hampir gila, geram Kim Bum sengit. Aku berkeliaran ke sana kemari dengan panik mencari kalian. Memberi malu diriku di depan semua orang!

"Mereka sudah pulang," Kim Bum masih dapat membayangkan tatapan mata perawat di Bagian persalinan rumah sakit itu. Mata yang bersorot heran itu seolah-olah berkata, aduh, bodohnya kau! "Masa Tuan tidak tahu?"

"Memang dia tidak bilang mau pergi?" mata Jung Yong Hwa membeliak melecehkan di balik kacamatanya. "Wah, suami macam apa kau ini!"

"Anakku diculik," dengan putus asa Kim Bum mengadu kepada pengacara keluarga Song Seung Hun.

Tetapi pengacara itu malah menertawakannya.

"Anak yang dibawa oleh ibu kandungnya sendiri bukan diculik! Tidak ada hukum yang bisa menjeratnya!" Tapi aku ayahnya! Ayah yang menyelamatkannya! Memberinya kehidupan! Kata siapa hanya ibu yang lebih berhak atas anaknya? Mengapa hukum selalu memihak ibu? Bahkan ibu yang hampir melenyapkan anaknya sendiri!

"Kita mau ke mana, Bu?" tanya Wang Suk Hyun bingung ketika melihat ibunya sedang tergopoh-gopoh membenahi pakaiannya. Matanya yang masih berlinang air mata mengawasi ibunya dengan heran.

Kim So Eun belum sempat menjawab ketika telepon berdering. Sekilas dia menoleh ke arah Kim Bum dengan panik. Petugas imigrasikah yang menelepon? Sebentar lagi mereka akan datang untuk menangkapnya? Tapi untuk apa mereka menelepon kalau hendak datang menggerebek imigran gelap?

“Angkat teleponnya," perintah Kim Bum datar.

Tentu saja dia tidak tahu siapa yang menelepon. Tetapi pasti bukan dari imigrasi. Karena dia memang belum pernah menghubungi mereka. Dia hanya menggertak. Karena dia sedang melihat Kim So Eun ketakutan. Sebagian dendamnya terbayar ketika melihat perempuan itu mengerut panik.

Kim So Eun mengulurkan tangannya meraih telepon. Dan wajahnya langsung memucat ketika mendengar suara yang tidak dikenalnya.

"Angel? Saya Bae Soo Bin, kakaknya Lee Min Ho. Suamimu masuk rumah sakit. Keadaannya gawat."

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...