Lee Dong Gun kemudian beranjak turun dari pembaringan itu. Dia memandangi tubuh indah berkulit putih halus yang tertelungkup di atas pembaringan tanpa gerakan sedikit pun. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar penuh kepuasan. Diambilnya pakaiannya yang teronggok di lantai, lalu dikenakannya kembali. Sebilah pedang yang tergeletak di atas meja diselipkan ke balik ikat pinggangnya.
"He he he he...!"
Lee Dong Gun seakan lupa kalau siang tadi ada seorang laki‐laki dari Desa Buncheon, mengantarkan kepala anaknya. Dia terus terkekeh sambil melangkah keluar dari dalam kamar itu. Sekilas ditatapnya tubuh wanita yang masih tergolek di atas pembaringan, sebelum tangannya membuka pintu kamar ini. Dua orang laki-laki berusia muda yang menjaga pintu kamar segera membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
"Bawa perempuan itu keluar. Buang mayatnya ke dalam jurang," perintah Lee Dong Gun.
"Baik, Tuan." sahut kedua pemuda itu dengan sikap hormat.
Tanpa diperintah dua kali, dua orang pemuda yang diperintah Lee Dong Gun bergegas masuk ke dalam kamar.
Sedangkan Lee Dong Gun sudah kembali menghilang ke dalam kamar lain yang ada di sebelah kamar itu. Dan dua orang pemuda itu segera menggotong tubuh wanita muda yang ternyata sudah menjadi mayat keluar dari kamar itu. Hanya sehelai kain sutera tipis berwarna putih yang membungkus tubuh indah dan berkulit putih mulus tanpa cacat itu.
Tanpa banyak bicara, mereka menggotong wanita itu keluar melalui jalan belakang. Sebuah gerobak yang ditarik seekor kuda sudah siap menanti bersama kusirnya di depan pintu belakang rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi seperti benteng ini. Tubuh wanita itu diletakkan di bagian belakang gerobak. Dan kedua pemuda itu segera naik ke atas gerobak kayu itu.
"Jalan...," perintah salah seorang pemuda pada kusir tua itu.
"Hus...!"
Ctar!
Kuda penarik gerobak itu meringkik, ketika cambuk di tangan kusir itu menggetar tubuhnya. Dan gerobak itu bergerak cepat meninggalkan bagian belakang rumah yang dikelilingi pagar tinggi seperti benteng.
Gerobak kayu yang ditarik seekor kuda itu terus meninggalkan bangunan di kaki Gunung Seoraksan itu, melalui pintu belakang yang dijaga empat orang laki‐laki muda bersenjata tombak panjang.
Gerobak kayu itu terus meluncur, membelah jalan tanah berdebu. Tidak ada seorang pun yang membuka suara sepanjang perjalanan. Kusir gerobak itu seakan sudah tahu, ke mana harus membawa mayat wanita itu.
Kudanya lantas dibelokkan memasuki hutan yang tidak seberapa lebat. Dan hewan itu terus dicambuki sambil berteriak‐teriak, menyuruh lebih cepat lagi berlari.
Sehingga, gerobak itu terguncang‐guncang melintasi jalan yang penuh lubang dan berbatu.
Dan tidak berapa lama, mereka pun tiba di tepi sebuah jurang yang ada di lereng Gunung Seoraksan.
Serentak kedua pemuda itu melompat turun dengan gerakan sigap. Mereka menurunkan mayat perempuan itu dari dalam gerobak kayu. Dan tanpa berkata‐kata sedikit pun, dilemparkannya mayat wanita itu ke dalam jurang. Beberapa saat mereka memandangi, sampai tubuh wanita itu lenyap tertelan kabut yang tebal dalam jurang.
"Ayo, kita kembali," ajak pemuda yang berbaju warna merah.
Mereka lantas kembali naik ke atas gerobak kayu.
Sementara kusir tua yang sejak tadi tidak banyak bicara, segera menghela kuda penarik gerobak. Mereka kembali bergerak tanpa ada yang bicara sedikit pun melintasi jalan yang tadi dilalui.
"Ke mana, Tuan Muda?" tanya kusir tua itu memecah kebisuan yang terjadi sejak tadi.
"Langsung pulang," sahut pemuda yang berbaju warna merah.
"Tidak mencari wanita lain untuk Tuan Besar Lee Dong Gun, Tuan Muda?" tanya kusir tua itu lagi.
"Belum ada perintah," sahut pemuda berbaju merah.
"Tapi biasanya kan begitu, Tuan Muda. Aku takut kena marah nanti. Sebaiknya, jangan langsung pulang. Cari dulu wanita untuk Tuan besar Lee Dong Gun."
"Sudah, jangan cerewet! Ikuti saja perintahku!" bentak pemuda berbaju merah itu. Kusir tua ini langsung diam, tidak berani membuka suara lagi. Dia tahu, dua orang pemuda itu merupakan orang kepercayaan Lee Dong Gun. Dan yang pasti memiliki kepandaian yang tidak bisa dipandang rendah lagi. Kusir tua itu terus mengendalikan tali kekang kudanya, dan terus menuju bangunan besar dikelilingi benteng yang ada di kaki Gunung Seoraksan. Tidak ada seorang pun yang bicara, sampai mereka tiba di bagian belakang bangunan itu. Dan gerobak kayu ini terus masuk melewati pintu belakang yang masih dijaga empat orang pemuda bersenjatakan tombak.
Kusir tua itu mengantarkan dua orang pemuda itu ke depan pintu belakang, sebelum membawa kuda dan gerobaknya ke tempat penyimpanan di halaman belakang. Sementara dua orang pemuda itu langsung menemui Lee Dong Gun yang sejak tadi memang menunggu di ruangan tengah. Lee Dong Gun tertawa terbahak‐bahak, mengetahui kedua pemuda itu menjalankan perintahnya dengan baik.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar