Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Kamis, 23 September 2010
Senyuman Di Balik Pintu (Part 4)
Part 4
Uang vs Harga Diri
Halaman rumah yang sudah bertahun tidak aku singgahi, masih nampak seperti dulu. Masih asri karena selalu dimanja tangan Mama.
Sejenak, aku teringat masa kecil. Aku berayun bersama adikku di samping Papa yang sedang membetulkan letak pot bunga kala itu.
Dengan perasaan berat, kuberanikan untuk menapak arah menuju pintu begitu lamunan silam itu buyar dari benakku. Ada satu kenangan setiap aku melangkahkan kaki di halaman rumah ini.
"Masih ingat jalan pulang?!" Suara berat yang lama pernah aku kenal, sertamerta menghentikan langkahku.
Kuarahkan pandangan secara lamat menuju arah sumber suara. Kutemukan wajah Papa tanpa guratan kangen di wajahnya. Yang ada hanya rasa asing nan hambar. Saling tak mengenal.
"Bagaimana kabarnya, Papa dan Mama...?" Aku mencoba mengakrabi sepotong hati yang beku di hadapanku. Ah, dulu kami pernah demikian karib dalam hari-hari. Namun sekarang....
"Hal terlucu yang pernah aku dengar!" Lelaki itu sertamerta membuang muka.
Aku seperti mayat hidup, dicaci tanpa berani menatap, dihakimi tanpa berani membela.
"Aku butuh uang, Pa. Song Hye Gyo sakit."
"Semua orang butuh uang!" ujarnya menghardik. "Dan hanya orang yang tidak tahu diri saja yang berani mengemis uang."
Perkataan itu membuat aku semakin melupakan niatku, melupakan dia sebagai seorang ayah, dan melupakan aku sebagai anak yang terlahir dari darah dan dagingnya sendiri. Tapi setiap mengingat istriku yang terkapar sakit, maka urunglah niatku menentang!
"Song Hye Gyo sakit, Pa!" Aku masih memohon. "Aku pinjam uang tidak banyak, hanya untuk ongkos perawatan ke rumah sakit. Dan tidak lama uang itu akan aku kembalikan."
"Lebih baik mengasihani anjing daripada...."
"Pa, cukup!" Suara yang aku kenal datang menghardik dari balik pintu.
"Kembali saja kau ke dalam tidak usah ikut campur!" Orang yang sebenarnya tidak aku anggap sebagai ayah itu memaki seorang wanita paruh baya, yang tidak lain adalah ibuku.
"Dan kau... pergi dari sini! Dan jangan pernah ke sini!"
Aku menatap galau. Tiba-tiba kebencianku kembali membuncah. Ia sama sekali terlihat bukan seorang ayah bagiku. Ia iblis! Iblis yang melaknat putranya yang khilaf menentukan jalan hidupnya karena melakukan hubungan terlarang sebelum menikah dengan seorang gadis bernama Song Hye Gyo. Bagiku, dia terlihat seperti seorang pemerkosa yang memaksa ibu untuk melahirkan aku – ya Tuhan, maafkan aku atas kesalahan ini!
Dan aku menyalahkan diriku, kenapa aku mengabaikan perkataan istriku.
Aku melangkah kembali, menapaki rumput halaman rumah yang menyimpan kenangan.
Sesampai di ujung gang, sepatah suara menghentikan langkahku. Suara yang lamat-lamat aku kenal dan pernah kuakrabi suatu waktu dulu.
"Pak Jung Bin?!"
"Tn.Muda, ini titipan Ibu."
"Siapa yang memberikan ini, Pak Jung Bin?"
"Ibu. Eh, Tn.Muda tinggal di mana?"
Aku terdiam
"Wah, bilang ke Mama, terima kasih. Akan kukembalikan secepatnya."
Aku berlalu secepatnya setelah menerima amplop yang diserahkan lelaki tua yang sudah mengabdi hampir separo hidupnya pada keluargaku. Tanpa membukanya pun aku sudah tahu apa isinya. Uang! Uang yang kuperlukan untuk keperluan perawatan Song Hye Gyo di rumah sakit!
"Tn.Muda, Tn.Muda Rain!"
Tak kugubris. Suara itu memanggilku, dan pelan-pelan hilang di pertikungan jalan menuju jalan raya.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar