Jangan Pergi, Kak Kim So Eun
Dihentikannya laju mobil. Daerah Bougenville tampak lengang ketika dia menepikan mobil di bahu jalan. Metropolitan seolah lelap dibuai angin. Gedung-gedung pencakar langit di sana tampak tertidur dengan penerangan yang temaram. Sesaat disandarkannya pelan kepalanya di atas kemudi mobil. Dibiarkannya semilir angin basah membasuh wajahnya lewat kaca jendela yang sedari tadi dibiarkan terbuka setengah. Udara masih menyisakan partikel-partikel air. Sesekali terdengar tirisan air hujan dari rerimbunan pohon di tepi jalan yang menerpa atap mobil. Sebagian menerpa kaca mobil dengan irama yang teratur.
Seoul masih membasah ketika dia melajukan mobilnya secepat kilat tadi. Diikutinya suara hati tanpa tujuan, dan berhenti setelah tangisannya meledak. Dia lelah menanti.
Dua tahun lalu dia berpikir hari-harinya akan berbunga. Mama telah menemukan kebahagiaannya sendiri. Takdir seolah mempertemukannya kembali dengan lelaki sahabat semasa remajanya dulu. Lelaki yang bernama Ryu Seung Ryong itu mempersuntingnya. Sekian belas tahun sejak kematian ayah kandungnya, sungguh, dia tidak pernah dapat merasakan lagi kasih sayang seorang ayah. Kebahagiaan itu pun membuncah ketika dia mengetahui akan memiliki seorang kakak. Seorang kakak perempuan yang akan mengawal dan membimbingnya menjalani hari-harinya yang panjang.
Sebagai putri tunggal dari Park Hae Mi dan almarhum Kang Shin Il, memiliki seorang kakak perempuan merupakan karunia Ilahi yang tak terhingga.
Sekelebat kenangan silam itu mendengung di kepalanya. Ada ultimatum dari gadis ringkih itu sebelum segalanya lantak. Bara dalam sekam itu telah menjadi api, membakar dan menghanguskan semua impian yang telah dibangunnya selama itu.
"Papa kejam!"
"Papa melakukan hal itu karena Papa sayang pada Kak Kim So Eun."
"Tidak! Tidak, Go Ah Ra! Papa tidak adil! Papa tidak pernah adil!"
Satu lagi helaan napas panjang ketika rangkaian kisah berulang dalam alur yang sama. Selalu saja begitu. Padahal, dia ingin gadis itu hadir seutuhnya dalam keluarga mereka. Hadir sebagai saudara, mengisi kekosongan hari-harinya yang lalu. Namun semua impiannya hanya menjelma menjadi kenangan maya ketika gadis itu tetap bersikeras dengan keputusannya. Tidak pernah menganggap dia dan Mama masuk sebagai bagian dari kehidupannya yang baru.
Dua tahun berlalu dengan cepat. Menanti gadis itu pulang hanyalah usaha yang sia-sia. Namun dia masih saja tetap menanti.
"Papa tidak mau punya anak durhaka seperti dia!"
"Papa tidak dapat menghukumnya seberat itu."
"Hukuman itu belum setimpal dengan tindakan keterlaluan yang telah dia lakukan!"
"Kak Kim So Eun putri kandung Papa!"
"Papa lebih baik tidak punya anak seumur hidup ketimbang harus menanggung malu!"
"Ta-tapi...."
"Papa yang salah. Papa tidak dapat mendidiknya dengan baik"
"Tapi...."
"Sejak Lee Mi Sook meninggal tiga tahun lalu, dia berubah drastis. Papa tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk mendidik anak kurang ajar itu. Ah, seandainya saja kanker itu...."
"Mama Lee Mi Sook sudah tenang di alam sana, Pa."
"Tapi, dia pasti akan sangat sedih bila melihat putri tunggalnya."
"Mama Lee Mi Sook akan jauh lebih sedih jika mengetahui Papa tidak pernah mau memafkan Kak Kim So Eun!"
"Ah seandainya saja Lee Mi Sook masih hidup, tentu dia dapat mendidik dan mengawasi anak itu. Dia terlalu manja sehingga...."
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar