Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 30 April 2011

Surat Balasan Salah Alamat (Chapter 2)



Chapter 2
Benih-Benih Paranoid

Lee Joon Ki menghela napas, menghentakkan lamunan-lamunannya. Di ruangannya di lantai bawah apartemen di Secret Garden, Seoul. Surat dari Rain Bi kembali dibacanya dengan cermat. Sesuai pesan Lee Joon Hyuk, ia mulai memikirkan kata-kata balasannya di depan komputer pribadinya.

Surat-surat penggemar memang terkadang aneh. Seperti surat yang di tangannya saat itu, pastilah berasal dari seorang paranoid. Dan ini bukan kiriman yang pertama.

Setidaknya dalam sebulan Rain Bi bisa mengirim dua sampai tiga surat dan ini sudah berjalan kurang lebih setahun terakhir.

Lee Joon Ki mencoba menganalisis, mungkin ketegangan sebagai penggemar cerita-cerita spionaselah yang membuat Rain Bi mengirimkan surat-surat seperti itu. Kisah-kisah spionase bisa jadi dapat menimbulkan paranoid. Hiiiy!

Lee Joon Ki sebenarnya berpendapat, reaksi yang tepat untuk surat-surat semacam ini adalah dengan tidak menjawabnya. Tak ada gunanya meladeni orang-orang dengan kepribadian paranoid seperti itu, karena jawaban apa pun tetap merupakan provokasi untuk tindakan selanjutnya.

Namun, celakanya, orang-orang seperti itu tidak akan bosan dan akan terus mengirim surat. Karena dasarnya memang sudah paranoid, mereka mungkin mengira suratnya telah hilang, dicuri di kantor pos, ada pihak-pihak bawah tanah yang menyabotase atau kecurigaan-kecurigaan aneh semacam itu. Karena itu minimal balasan sebagai tanda terima harus dikirim.

Lee Joon Ki menulis balasan untuk Rain Bi dengan kata-kata sesopan mungkin:

Yang Terhormat Tuan Rain Bi, Senang sekali saya dapat menerima surat dari Tuan. Namun sayang sekali, dengan sangat menyesal, saya tidak dapat bertemu dengan Tuan karena kesibukan pekerjaan. Dan itu semua di luar kendali saya.

Lee Joon Ki merasa telah menyusun kata-kata itu sebaik-baiknya. Untuk meyakinkan ia membacanya lagi berulang kali. Ia berusaha menciptakan kesan terbaik, karena ia tidak ingin ada dampaknya di kemudian hari bila kalimat-kalimatnya itu disalahartikan. Bila Rain Bi merasa mendapat angin, bahwa anggapannya tentang konspirasi komunis konyol ternyata “benar”, bisa-bisa malah fatal. F-a-t-a-l! Ya, fatal! Dalam kekosongan pikiran, terlintas kata-kata itu di benak Lee Joon Ki.

Tentu saja tidak ada yang dapat memperkirakan apa yang akan terjadi. Orang-orang semacam itu mungkin akan bertindak menurut kemauannya sendiri, bahkan dengan kegilaannya. Mungkin dapat mengakibatkan kecelakaan-kecelakaan kecil, bahkan mungkin menyebabkan kematian! Sesuatu yang jauh di lubuk hati Lee Joon Ki, sebenarnya ia harapkan terjadi terhadap pamannya. Mungkinkah ini adalah jalannya?

Mendadak, jari-jari tangan Lee Joon Ki yang sigap bergerak cepat, seolah tanpa kendali. Ia mengganti kata-kata surat balasan yang telah disusunnya. Degup jantungnya berdetak sedikit lebih cepat, seiring kedipan kursor di layar komputer.

Dengan hormat, Soal pertemuan makan malam dan lain sebagainya, sebenarnya tidak perlu ditanyakan lagi. Tolong Anda tidak perlu membuang-buang waktu dengan meminta hal ini berulang kali, karena tampaknya sudah jelas bahwa kecurigaan Anda mengenai kegiatan konspirasi sama sekali tidak berdasar. Bagaimana Anda bisa berpikir seperti itu?

Kalimat itu cukup singkat, kasar, pakai sedikit olok-olok pula. Seorang paranoid pasti bereaksi atau paling tidak akan kaget jika membacanya. Lee Joon Ki kembali membacanya, berulang kali, hingga benar-benar yakin kata-katanya sudah cukup menggugah amarah Rain Bi.

Dalam otak Lee Joon Ki, terbersit sebuah skenario. Seperti biasanya, Lee Joon Hyuk akan menandatangani surat balasan itu tanpa membacanya. Lalu, Rain Bi akan merasa sangat benci kepada Lee Joon Hyuk, bahkan mengira pikiran paranoidnya soal konspirasi konyol itu benar-benar ada. Jika Rain Bi penasaran dan menulis lagi, Lee Joon Ki akan membalasnya kembali dengan nada yang sama. Taktik yang sama mungkin dapat digunakan pada surat-surat lain yang datang. Mengapa tidak? Toh, tidak ada yang tahu.

Hmmm, kini Lee Joon Ki bisa tersenyum puas. Tanda tangan asli.

Dua tahun sudah skenario jahat Lee Joon Ki itu berjalan dan semua tampak baik-baik saja.

Bahkan kini sasarannya tidak hanya Rain Bi. Dari puluhan penggemar Lee Joon Hyuk, setidaknya ada enam orang masuk golongan paranoid dan diperlakukan seperti itu. Lee Joon Ki sekarang boleh dibilang memiliki hobi baru, yaitu memainkan kata-kata halus, tapi menusuk.

Semakin keras dan ngawur surat para penggemar yang paranoid itu, semakin senang ia membalasnya.

Toh Rain Bi tetap menjadi kasus yang terbaik. Ada saat-saat tertentu ketika sampai sebulan penuh tidak ada respons apa pun dari orang itu. Lee Joon Ki berpikir, mungkin si gila itu sudah lelah bermain-main. Tetapi biasanya tak lama kemudian datang lagi surat Rain Bi dengan kata-kata yang, seperti biasanya, meracau tak keruan juntrungannya. Belakangan malah sudah mulai dihiasi nada-nada ancaman, “awas kau!”, “kubunuh kau!”, “ingat suatu hari nanti!” Meski ada perasaan khawatir, Lee Joon Ki tetap tersenyum saat membacanya.

Seperti yang diharapkan Lee Joon Ki, Lee Joon Hyuk tidak pernah membaca surat-surat balasan yang disodorkan. Ia hanya menandatangani tanpa melirik satu huruf pun. Selain itu, salah satu kemudahan bagi rencana Lee Joon Ki, karena Lee Joon Hyuk tidak menggunakan stempel tanda tangan. Ia ingin memberi sentuhan pribadi pada setiap surat dan berharap tindakannya akan dihargai penggemarnya. Di setiap pojok kiri atas terdapat tulisan kecil “LJH/LJK” sebagai inisial Lee Joon Hyuk dan Lee Joon Ki. Dengan tanda tangan asli, siapa pun mengira surat itu didiktekan langsung oleh Lee Joon Hyuk.

Sesekali Lee Joon Ki juga bercerita soal surat-surat itu kepada teman-temannya, terutama saat acara mengobrol di pesta. Teman-temannya tentu terhibur dengan cerita-cerita tentang Lee Joon Hyuk, sebagai sesosok manusia aneh, yang telah dibumbui di sana-sini itu. Ajang itu menjadi kesempatan terbaik Lee Joon Ki memutarbalikkan fakta untuk memperkuat alibinya.

“Padahal aku sudah berusaha mengingatkan pamanku agar berhati-hati dengan orang-orang paranoid seperti itu. Tapi tetap saja dia nekat mengirim jawaban yang provokatif,” kata Lee Joon Ki meyakinkan teman-temannya.

“Wah, berani sekali dia!” sahut seorang teman.

“Memang. Ia memang suka nekat.”

“Bagaimana kalau suatu kali orang gila itu yang nekat. Dia datang dan membuat kekacauan? Bahkan membunuh?”

“Wah, aku tidak ikut-ikutan kalau begitu,” kata Lee Joon Ki sambil menggelengkan kepala.

“Memang kadang-kadang agak khawatir juga. Tapi kebanyakan mereka tinggal jauh dari sini. Lagi pula aku kira, mereka cuma menggertak. Saya sudah peringatkan Paman Lee Joon Hyuk soal ini, tapi dia tetap menolak. Saya bisa apa? Dia kan bos saya.”

Sangat sempurna! Bagaimana jika seseorang dengan niat jahat benar-benar datang menemui Lee Joon Hyuk dan Lee Joon Hyuk benar-benar terbunuh? Orang-orang sudah memperhitungkan hal itu, begitu juga dirinya. Yang terpenting, bagaimana mungkin Lee Joon Ki akan disalahkan?

Semuanya akan mengarah pada “kelakuan” Lee Joon Hyuk sendiri. Orang-orang akan berkata, Lee Joon Ki telah mencoba menyelamatkan Lee Joon Hyuk dari dirinya sendiri.

Bagaimana jika ternyata tak seorang pun paranoid yang datang menyambangi Lee Joon Hyuk? Ya, tidak apa-apa. Di sinilah asyiknya rencana Lee Joon Ki. Kasarnya, nothing to loose, karena mungkin saja nantinya tidak akan terjadi apa-apa. Tidak akan ada orang gila yang muncul dengan nafsu membunuh. Lee Joon Hyuk pun dapat hidup dengan aman. Begitu pun Lee Joon Ki, bisa menghabiskan sisa umurnya tanpa perlu menyimpan rasa bersalah. Ia hanya memperagakan permainan yang bisa berbahaya dan menjanjikan hal-hal hebat di dalamnya, atau tidak berbahaya sama sekali.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...