Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Jumat, 08 April 2011

Love In Vain (Chapter 1)


Dia duduk di tepi ranjangnya. Menatap kursi, meja, lemari baju, deretan lemari buku, sofa, akuarium, dan sebuah telepon bergagang kuning di dinding kamarnya. Menatapi setiap detilnya. Menatapi kamarnya berulang-ulang. Menatapi seluruh ruang apartemennya. Meja makan, wastafel, dan ruang tamu. Persis seorang autis.

Ada perasaan yang enggan dia kenali. Saat semua hal pada dirinya tertata rapi tapi dia tak tahu di mana dia meletakkan hatinya.

Ruang apartemen ini bukanlah ruang tempat dia dilahirkan juga dibesarkan. Bukan ruang yang menyimpan memorinya bersama kedua orangtuanya. Dan dia tahu, hatinya memang tidak berada di tempat itu.

Tapi bukan juga tertinggal kepada kedua orangtuanya di kampung halamannya. Melainkan pada laki-laki dan pisau. Pada caranya menusuk dan merobeki boneka-boneka beruang yang dibelinya. Pada laki-laki yang terus hadir dan terus menyakitinya.

Dia meneguk habis botol vodka yang dibelinya di swalayan kecil sebelum kembali ke kamar apartemennya. Sudah botol keempat dan hatinya masih merajuk tentang akal sehat.

Seseorang menyatakan cinta dan melamarnya tadi pagi. Menyematkan sebuah cincin berlian di jari manisnya. Menegaskan berulang-ulang bahwa dia sungguh-sungguh ingin menikahinya. Dia menata rapi dirinya pagi itu tapi dia sungguh tak tahu di mana dia pernah meletakkan hatinya. Dia mencari-carinya di mata pria di hadapannya, mungkinkah hatinya telah dia titipkan pada pria yang melamarnya?

“Ibu, besok saya pulang,” suaranya hampir tidak dikenali oleh Ibunya di seberang sana.

“Kau sedang sakit, Sayang?”

Dia membisu. “Saya akan menikah.”

Tut. Diakhirinya percakapan mereka.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...