Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Sabtu, 30 April 2011
Surat Balasan Salah Alamat (Chapter 1)
Chapter 1
Tahu luar dalam
Lee Joon Hyuk sebenarnya bukan penulis novel laris manis. Buku-bukunya tidak ada yang terlalu sukses di pasaran dan mencetak banyak uang. Tapi ia termasuk penulis yang produktif. Karya-karyanya mengalir lancar dan dapat diandalkan penerbit. Penjualannya lumayan, dicetak ulang untuk jangka waktu lama, dijual di luar negeri, bahkan gagasannya sering diangkat ke layar lebar. Dari penjualan yang tidak terlalu banyak itu, investasinya terus meningkat secara perlahan tapi pasti.
Dibandingkan dengan pengarang-pengarang lain, Lee Joon Hyuk punya sifat sedikit berbeda, yaitu tidak menyukai ketenaran. Ia selalu bersembunyi dari publikasi. Jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah, ada media memuat kisah tentang sosoknya, karena Lee Joon Hyuk selalu menolak. Bahkan, foto pengarang yang selalu ada di sampul belakang buku-bukunya, menggunakan wajah Lee Joon Ki yang memang sedikit mirip karena adanya hubungan keluarga.
“Aku tidak ingin orang mengenal sosokku. Aku ingin orang menghargai karyaku saja,” begitu pendirian yang selalu diucapkan Lee Joon Hyuk kepada orang-orang dekatnya.
Sebuah sikap yang membuat Lee Joon Ki terkadang merasa bingung.
Perubahan terjadi lima tahun lalu, sewaktu akuntan Lee Joon Hyuk berhasil membujuknya untuk membentuk semacam perusahaan kecil yang mengurusi karya-karyanya. Lee Joon Hyuk tentu jadi pemilik perusahaan sekaligus bendahara. Saat membutuhkan orang kedua, ia mengajak Lee Joon Ki, anak yatim kakak kandung Lee Joon Hyuk, untuk menduduki satu-satunya jabatan di perusahaan itu, sekretaris. Awalnya, tentu begitu menyenangkan bagi Lee Joon Ki. Maklum, ia belum punya pekerjaan tetap.
Belakangan baru Lee Joon Ki sadar, tugasnya sebagai “sekretaris” di sebuah perusahaan kecil milik pamannya itu benar-benar membuatnya bosan. Pekerjaan apa pun di kantor harus dikerjakannya sendirian. Mulai dari akunting, data-data penerbitan, korespondensi, perundingan rutin dengan penerbit, editor, agen, dan - yang paling menyebalkan – harus menampung omelan-omelan pamannya.
Kalau mau diambil sisi baiknya, gaji Lee Joon Ki boleh dibilang lumayan. Ditambah sedikit harta peninggalan ayahnya, Lee Joon Ki bisa hidup layak dengan istri dan anak perempuannya.
Namun yang menarik, jabatannya memungkinkan Lee Joon Ki mengetahui secara pasti perihal pendapatan, investasi, dan aset-aset pamannya. Jumlahnya ternyata lebih banyak daripada yang pernah ia kira. Yang lebih menyenangkan lagi, Lee Joon Ki mengetahui bahwa pewaris semua itu adalah ia sendiri! Soalnya, Lee Joon Hyuk masih melajang.
Ada satu hal yang membuat Lee Joon Ki gundah. Seandainya saja ia dapat menikmati semua warisan itu saat ini, tentu jalan hidupnya akan lain. Masalahnya, meski berusia 40 tahun, Lee Joon Hyuk masih sehat. Bahkan, lebih sehat dari Lee Joon Ki yang 18 tahun lebih muda. Kalaupun umur Lee Joon Ki panjang, ia tetap saja akan makin tua dan sakit-sakitan, sehingga tidak akan menikmati harta itu. Semakin panjang usia Lee Joon Hyuk, memang hartanya bertambah, tapi jika di masa tuanya tiba-tiba ia menikah karena tergoda seorang wanita muda, tentu warisannya akan berkurang.
Dalam situasi seperti itu Lee Joon Ki sering berkhayal seandainya Tuhan mengambil jiwa pamannya dalam waktu dekat. Atau bangunan roboh menimpa Lee Joon Hyuk, atau bosnya itu tertabrak mobil, atau diserang virus yang sangat ganas. Seandainya, seandainya ... begitulah Lee Joon Ki kerap berandai-andai.
Sayangnya, cuma sebatas itu kemampuan Lee Joon Ki. Ia bukan seorang raja tega yang bisa membunuh orang tanpa beban. Sebagai ahli waris tunggal, posisinya juga tidak akan menguntungkan kalau sampai terjadi sesuatu pada pamannya. Ia juga tidak ahli membuat alibi palsu atau membunuh dengan tampak seperti kecelakaan atau bunuh diri. Untuk menyewa pembunuh bayaran pun tidak, karena selain tidak ada uang, ia tidak tahu cara mendapatkan orang semacam itu. Salah-salah malah bisa jadi korban pemerasan, pikirnya. Tak ada yang bisa dilakukan. Ya, untuk sementara, Lee Joon Ki memang hanya bisa berharap dan berharap.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar