Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Jumat, 03 Desember 2010

Tanah Warisan (Chapter 4)


Ketika orang-orang berkuda itu berpacu lewat di depan pintu gerbang rumah tua, tempat perempuan tua itu tinggal, terdengar salah seorang dari mereka sempat berteriak. "Hei Ny. Kim Sun Ah, kenapa kau tidak menyambut kedatangan kami?"

Perempuan tua, penghuni rumah yang kotor dan rusak, yang dipanggil Ny. Kim Sun Ah, menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak berani keluar dari rumahnya, meskipun ia tahu bahwa orang-orang berkuda itu tidak akan memasuki rumahnya karena tidak ada sesuatu yang akan dapat mereka ambil. Meskipun demikian, berita yang didengarnya sedikit-sedikit tentang orang-orang berkuda itu telah membuatnya menjadi ngeri.

"Sebenarnya lebih baik bagiku untuk tidak melihat apa saja yang terjadi di Desa ini," desisnya.

Tetapi perempuan tua itu tidak dapat pergi dari rumahnya. Apapun yang terjadi di desa itu, apapun yang dialaminya, baik yang ditimbulkan oleh ketakutannya tentang orang-orang berkuda, maupun sikap orang-orang Desa itu sendiri tidak terlampau baik kepadanya, juga betapapun rumahnya telah menjadi onggokan kayu bakar yang tidak berarti, ia akan tetap tinggal di rumah itu.

Di halaman yang luas itu. Karena rumah itu adalah rumah peninggalan.

Tanah yang didiaminya itu adalah Tanah Warisan.

"Aku ingin mati di dalam rumah ini," desisnya setiap kali.

"Meskipun seandainya aku akan tertimbun oleh atapnya yang roboh karena hujan atau angin."

Panggilan orang-orang berkuda itu ternyata telah menumbuhkan kebanggaannya kepada orang yang bernama Cha Seung Won. Seorang laki-laki tampan, tegap dan berani. Tetapi laki-laki itu telah mati. Laki-laki itu di masa hidupnya adalah suaminya. Kemudian dikenangnya kedua anaknya laki-laki. Kedua anaknya telah pergi meninggalkannya ketika mereka masih terlampau muda. Bahkan masih kanak-kanak. Tanpa diketahuinya kemana mereka itu pergi.

Kini, ia hidup sendiri menunggui sebuah halaman yang luas di rumah yang besar. Namun keadannya tidak lagi seperti beberapa puluh tahun yang lalu. Rumah itu sudah tidak lagi memancarkan sesuatu, selain wajah perempuan tua yang cekung dan dalam. Tetapi meskipun perempuan yang bernama Ny. Kim Sun Ah itu, seakan-akan hidup terpisah dari orang-orang disekitarnya, namun ia dapat merasakan kegelisahan yang sangat telah membakar Desanya.

Orang-orang yang paling penting, yang dianggapnya paling kuat diseluruh Desa, tidak berdaya untuk melindungi rakyatnya dari sentuhan jari-jari orang yang menyebut dirinya Raja So Ji Sub.

Demikianlah perempuan tua yang bernama Ny. Kim Sun Ah itu hidup terasing di dalam masyarakat yang sedang dibayangi oleh ketakutan, kengerian dan kecemasan. Sehingga dengan demikian, maka terasa hidupnya menjadi semakin sepi. Rumahnya yang besar dan halamannya yang luas menjadi semakin lama semakin suram. Tetapi tanah itu tidak akan ditinggalkannya, sampai maut merabanya.

Tanah warisan itu akan ditungguinya sampai akhir hayatnya.

"Kalau saja, anak-anak itu ingat kembali kepada Tanah ini," katanya setiap kali di dalam hatinya.

"Mereka pasti akan datang. Mudah-mudahan umurku masih sempat melihat salah seorang atau bahkan kedua-duanya kembali ke rumah ini."

Dan setiap kali perempuan itu berdoa sambil menyesali segala kesalahan yang pernah dilakukannya.

Kemudian, orang-orang berkuda yang dipimpin oleh Yoo Seung Ho telah menjadi semakin jauh dari Desa yang telah dijadikan korbannya. Desa Gwangju.

Dengan gembira mereka kembali kepada pimpinan tertinggi mereka yang menyebut dirinya Raja So Ji Sub, karena mereka merasa bahwa perjalanan mereka kali ini cukup memberi harapan untuk mendapatkan kepercayaan yang lebih besar lagi dari Raja So Ji Sub.

Dengan demikian, maka mereka tidak menaruh perhatian sama sekali ketika mereka melihat seseorang berdiri tegak di atas pematang sawah di pinggir jalan yang mereka lalui.

Hanya sekali Yoo Seung Ho melihat seorang anak muda dengan pakaian yang kusut, memandang orang-orang berkuda itu dengan penuh keheranan. Selebihnya, anak muda itu tidak menarik sama sekali. Namun sebaliknya, orang-orang berkuda itulah yang telah menarik perhatian anak muda itu. Berbagai macam pertanyaan telah menyentuh dinding hatinya. Tetapi ia sama sekali tidak berbuat sesuatu selain memandanginya sampai hilang di belakang debu putih yang mengepul dari bawah kaki-kaki kuda mereka.

Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Tanpa sadar dipandanginya langit yang telah menjadi kemerah-merahan. Matahari telah menjadi semakin rendah di arah barat.

"Desa itu hampir tidak berubah," desisnya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...