Part 2
Rasa Ini
Kuliah hari ini sama sekali tak dapat kuikuti dengan baik. Kata-kata Eunhyuk terngiang di telingaku. Eunhyuk yang baik dan penuh perhatian. Haruskah aku menerima cintanya? Haruskah dia menjadi tempat pelarianku? Oh, tidak…..Aku tidak mau bermain-main dengan perasaan orang lain. Aku tidak mau melukai hatinya. Eunhyuk terlalu baik.
“Han Ga In, jangan lupa nanti ada ‘Bedah Buku’.” Suara Eunhyuk mengejutkanku. Aku hanya mengangguk. Akh, Eunhyuk ….Pemuda itu memang seorang pria yang baik dan pintar. Tidak hanya itu, sikapnya, tingkah lakunya mencerminkan seorang yang taat pada agamanya.
Dalam setiap kegiatan di kampus dia tak pernah absen. Dia pula yang banyak membimbingku untuk lebih dekat pada Tuhan, terutama setelah hubunganku dengan Rain Bi berakhir. Yah, kadang aku berangan seandainya Rain Bi adalah Eunhyuk. Tentu aku masih menikmati masa-masa indah bersamanya. Tapi, rupanya Tuhan menghendaki lain. Rain Bi bukan lelaki yang dipilih-Nya untuk mendampingiku. Ada jurang pemisah di antara kami.
Rain Bi seorang penganut agama Budha yang fanatik, sedangkan aku begitu meyakini agama Islam. Tidak mungkin bagi kami untuk bersatu lebih lama lagi. Terlalu banyak resiko bila kami tetap ngotot menjalin hubungan kasih. Apalagi, masing-masing dari kami tak bersedia melepaskan kepercayaan yang kami anut untuk kemudian memeluk agama lain.
Maka, sebelum akar cinta melekat lebih dalam, aku memutuskan tali kasih itu. Kendati, aku masih sangat mencintainya. Dan, Rain Bi tampaknya mau mengerti. Kamipun berpisah baik-baik.
Tak lama setelah perpisahan itu, Rain Bi menemukan penggantiku. Sung Yu Ri, mahasiswi kedokteran yang cantik itu berhasil direbut hatinya. Begitu mudah Rain Bi melupakanku, tapi mengapa aku tidak bisa melupakannya? Apakah benar cinta seorang wanita lebih abadi daripada cinta seorang pria? Atau, aku yang terlalu mencintainya?
Bersambung…
“Han Ga In, jangan lupa nanti ada ‘Bedah Buku’.” Suara Eunhyuk mengejutkanku. Aku hanya mengangguk. Akh, Eunhyuk ….Pemuda itu memang seorang pria yang baik dan pintar. Tidak hanya itu, sikapnya, tingkah lakunya mencerminkan seorang yang taat pada agamanya.
Dalam setiap kegiatan di kampus dia tak pernah absen. Dia pula yang banyak membimbingku untuk lebih dekat pada Tuhan, terutama setelah hubunganku dengan Rain Bi berakhir. Yah, kadang aku berangan seandainya Rain Bi adalah Eunhyuk. Tentu aku masih menikmati masa-masa indah bersamanya. Tapi, rupanya Tuhan menghendaki lain. Rain Bi bukan lelaki yang dipilih-Nya untuk mendampingiku. Ada jurang pemisah di antara kami.
Rain Bi seorang penganut agama Budha yang fanatik, sedangkan aku begitu meyakini agama Islam. Tidak mungkin bagi kami untuk bersatu lebih lama lagi. Terlalu banyak resiko bila kami tetap ngotot menjalin hubungan kasih. Apalagi, masing-masing dari kami tak bersedia melepaskan kepercayaan yang kami anut untuk kemudian memeluk agama lain.
Maka, sebelum akar cinta melekat lebih dalam, aku memutuskan tali kasih itu. Kendati, aku masih sangat mencintainya. Dan, Rain Bi tampaknya mau mengerti. Kamipun berpisah baik-baik.
Tak lama setelah perpisahan itu, Rain Bi menemukan penggantiku. Sung Yu Ri, mahasiswi kedokteran yang cantik itu berhasil direbut hatinya. Begitu mudah Rain Bi melupakanku, tapi mengapa aku tidak bisa melupakannya? Apakah benar cinta seorang wanita lebih abadi daripada cinta seorang pria? Atau, aku yang terlalu mencintainya?
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar