Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 04 November 2010

Setiamu Termakan Waktu (Part 1)


Part 1
Janji Masa Kecil


Kubuka jendela kamarku pagi itu, dapat kulihat jelas di kejauhan, di atas bukit, sebatang pohon Akasia yang mulai berguguran. Teringatku pada Park Shin Hye, teman sepermainanku saat kecil. Kami sering berlarian mengelilingi pohon itu, bermain menjadi pesawat dengan tangan terbentang, melompat, bercerita, bercanda. Hhh, tak terasa waktu berlalu begitu cepat.

Saat itu kulihat bola mata bulat Park Shin Hye memerah, sepertinya habis menangis.

“Kau kenapa, Park Shin Hye?” tanyaku.

“Besok aku akan pindah ke Busan,” kata Park Shin Hye lalu kembali menangis.

Kurapatkan Park Shin Hye dalam rangkulan tangan persahabatanku, lalu kubiarkannya menangis sepuas hatinya. Terus terang aku juga ingin menangis, tapi aku ini seorang pria, pantang untuk mengeluarkan airmata, begitu kata egoku.

“Aku menyayangimu, Park Yong Ha. Aku tak mau berpisah denganmu.”

Lalu kuambil sebuah paku dari rumah dan kuukir namamu dan namaku di batang pohon Akasia yang selama ini menyaksikan kita, mendengarkan kita, dan menemani kita.

“Dengan begini kita akan jadi sahabat selamanya,” kataku. Kulihat Park Shin Hye tak mengerti, dia mengernyitkan alisnya.

“Persahabatan kita kekal, sekekal tulisan yang kutoreh di sini, yang tak pernah akan hilang meski panas, hujan, dan badai menerpanya,” kataku. Park Shin Hye memelukku.

“Aku janji akan kembali. Tunggu aku di sini tepat di ultahku yang ke-dua puluh, lalu setelah itu kita menikah,” katanya bahagia.

“Menikah?” tanyaku. Park Shin Hye mengangguk.

“Seandainya saja anak umur sepuluh tahun boleh pacaran, aku mau menjadi pacarmu,” katanya membuatku tertawa. “Berjanjilah padaku kau akan setia menungguku?” katanya penuh harap.

“Bagaimana jika kau sendiri yang mengingkarinya?” tanyaku.

“Aku tidak akan ingkar janji. Aku akan setia padamu.” Kuhela nafasku panjang lalu tersenyum.

“Aku akan menunggumu, Park Shin Hye, sampai kapanpun,” kataku.

Namun kau tak kunjung tiba, ultahmu ke dua puluh sudah terjadi lima tahun yang lalu.
Kutunggu kau dari subuh hingga tengah malam, sampai hari ini tepat di usiamu yang kedua puluh lima, tapi kau masih tak muncul juga.

Kemanakah dirimu? Kemana janji setiamu? Kenapa waktu seakan melahap habis rasa rindumu? Kenapa waktu memakan setiamu hingga tak tersisa? Berjuta pertanyaan memenuhi isi kepalaku, menjalar kehatiku dan meramunya menjadi sebuah kekecewaan.

Kudekati pohon Akasia itu, kusentuh tulisan nama kita yang masih ada disana. Walau kini nampak sedikit mengecil seolah mengkerut tapi masih bisa terbaca. Setelah kukenang sesaat, aku putuskan untuk kembali ke rumah. Namun siapa itu?

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...